REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Dengan beragam variasi produknya, emiten yang bergelut di bidang bisnis barang kimia punya kinerja yang berbeda per kuartal III-2022. Sejumlah emiten membukukan kinerja yang kurang memuaskan.
Tengok saja duo emiten milik taipan Prajogo Pangestu, yakni PT Barito Pacific Tbk (BRPT) dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA). Laba bersih BRPT ambles hingga 88,77% secara tahunan (YoY) dari US$ 100,58 juta menjadi US$ 11,29 juta per September 2022.
Kinerja anak usahanya lebih merana. Kinerja TPIA berbalik dari membukukan laba bersih US$ 166,43 juta per kuartal III-2021 menjadi rugi US$ 111,54 dalam periode sembilan bulan tahun ini.
Sementara itu, pendapatan BRPT dan TPIA tumbuh terbatas. BRPT meraup pendapatan sebesar US$ 2,37 miliar atau naik 3% secara YoY. Sedangkan pendapatan TPIA tumbuh 3,19% menjadi US$ 1,94 miliar hingga September 2022.
Baca Juga: Antisipasi Resesi Global, Pelaku Industri Tunggu Insentif Riil dan Jangka Panjang
Direktur Chandra Asri Petrochemical Suryandi, mengungkapkan bahwa kondisi makro ekonomi global menjadi faktor penentu kinerja TPIA hingga kuartal III lalu. TPIA menghadapi tantangan eksternal seperti harga minyak mentah yang berada di level tinggi akibat panasnya kondisi geopolitik Rusia - Ukraina.
Rata-rata harga minyak mentah sebesar US$ 100 per barel. Melesat hingga 51% dibandingkan periode sembilan bulan 2021. Selain itu, permintaan dari China relatif rendah akibat masih adanya pemberlakuan lockdown covid-19.
Meski menghadapi tantangan eksternal berupa permintaan luar negeri yang melambat dan mahalnya harga bahan baku, tapi Suryandi optimistis prospek industri petrokimia akan tetap terjaga.
"Masih terbantu dengan tingginya permintaan di pasar domestik. Harapan kami kinerja Perseroan akan membaik seiring pertumbuhan permintaan domestik," kata Suryandi kepada Kontan.co.id, Rabu (9/11).
Baca Juga: Surya Biru Murni (SBMA) Targetkan Penjualan Rp 123 Miliar Tahun Depan
Berbeda nasib dengan PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA) yang justru diuntungkan dengan dinamika pasar komoditas global. Emiten yang bergerak di bidang energi dan kimia melalui kilang LPG dan pabrik amoniak ini mengantongi pendapatan senilai US$ 557,03 juta.
Pendapatan ESSA hingga kuartal III-2022 melesat 131,6% secara YoY. Laba bersih ESSA bahkan meroket 1.183,9% menjadi US$ 104,64 juta.
Harga amoniak dan LPG melonjak, mengikuti harga gas dan minyak mentah yang tinggi. Realisasi harga amoniak ESSA pada periode sembilan bulan 2022 meroket 105% secara YoY menjadi US$ 902 per metrik ton.
Financial Expert Ajaib Sekuritas, M. Julian Fadli, memandang secara umum prospek bisnis bahan kimia masih cerah. Sektor ini masih menarik dilirik, menimbang berbagai katalis positif seperti ekspor bahan-bahan kimia yang diproyeksikan akan mengalami pertumbuhan.
Selain itu, industri kimia merupakan industri strategis meliputi bidang kimia organik dan non organik seperti pupuk, petrokimia, polimer, cat dan perekat. Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Oktober 2022 juga berada di level ekspansif sebesar 51,8 poin.
"Terus meningkatnya seluruh sektoral industri turut mendukung akselerasi permintaan produk kimia secara nasional," ujar Fadli kepada Kontan.co.id, Rabu (9/11).
Rekomendasi Saham
Meski dinilai punya prospek yang apik, namun Fadli melihat secara teknikal mayoritas saham-saham sektor bahan kimia masih dalam tren sideways. Kecenderungan harga saham pun bergerak terbatas.
Fadli menyoroti sejumlah saham seperti TPIA, BRPT, PT Surya Biru Murni Acetylene Tbk (SBMA), dan PT Avia Avian Tbk (AVIA) yang masih dalam kondisi sideways. Namun, justru momentum ini dinilai menarik untuk mulai menyicil koleksi di area support.
Baca Juga: Kinerja Ditaksir Lampaui Target, Surya Biru Murni (SBMA) Siap Tebar Dividen
Kalkulasi Fadli support SBMA bisa dicermati pada area Rp 208. Sedangkan support AVIA berada pada posisi Rp 725 hingga Rp 735.
Dengan rekam jejak yang kuat dalam melewati volatilitas pasar, Fadli masih memberikan rekomendasi buy saham BRPT. Target harga mencapai Rp 840 dan stoploss jika menembus level Rp 770.
Begitu juga dengan TPIA. Pelaku pasar bisa buy saham TPIA dengan target harga Rp 2.420 dan stoploss jika ambles di bawah Rp 2.220. "TPIA masih ada potensi pertumbuhan secara tren jangka panjang," sebut Fadli.
Selain saham-saham tersebut, Fadli juga merekomendasikan buy saham ESSA di level support Rp 1.070. Target harga selanjutnya berada di level Rp 1.150, dan pertimbangkan cutloss jika menembus level Rp 1.000.
Baca Juga: Airlangga Hartarto Sebut Industri Kelapa Sawit Topang Pemulihan Ekonomi Indonesia
Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas Cheryl Tanuwijaya menambahkan, pergerakan emiten yang dipengaruhi harga komoditas justru menarik untuk para trader. "Bisa dimanfaatkan fluktuasi harganya yang volatile seperti TPIA, ESSA, dan BRPT," ujarnya.
Cheryl juga menyoroti, meski secara bottom line merosot, tapi prospek bisnis BRPT dan TPIA masih menarik sebagai pilihan investasi. Pelaku pasar bisa melakukan buy on weakness saat terjadi koreksi.
Adapun saham TPIA bisa dicermati dengan support Rp 2.100 dan resistance Rp 2.650. Kemudian support BRPT di Rp 770 dan resistance Rp 860. Sedangkan support - resistance ESSA ada di rentang harga Rp 1.000 - Rp 1.250.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News