Analis prediksi IHSG berpeluang melemah sepanjang bulan Maret 2021

Senin, 01 Maret 2021 | 07:10 WIB   Reporter: Kenia Intan
Analis prediksi IHSG berpeluang melemah sepanjang bulan Maret 2021


REKOMENDASI SAHAM -  JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 47,85 poin atau 0,76% ke level 6.241,796 pada penutupan perdagangan, Jumat ( 28/2). 

Pelemahan ini menahan pergerakan IHSG yang cenderung menguat selama sepekan terakhir. Mengutip data dari RTI Business, pada 22 - 26 Februari 2021 IHSG bergerak menguat tipis 0,16%. Asal tahu saja, pada penutupan perdagangan, Jumat ( 19/2), IHSG berada di level 6.231,932. 

Direktur Anugerah Mega Investasma Hans Kwee mengungkapkan, masih naiknya tren yield government bond USA dan terkoreksinya sebagian pasar saham global berpotesi menekan pergerakan IHSG di pekan pertama Maret 2021. 

"Adapun level support IHSG ada di level 6.173 sampai 6.018 dan resistance di level 6.302 sampai 6.350," ujar Hans Kwee dalam riset yang diterima Kontan.co.id,  Minggu (28/2). 

Baca Juga: IHSG berpotensi merah lagi, Senin (1/3), timbang saham-saham berikut ini

Sekadar informasi, yield obligasi pemerintah Ametika Serikat (AS) meningkat dalam jangka panjang. Untuk tenor 10 tahun yield sempat naik melewati level 1,6%. Ini adalah yield tertinggi dalam lebih dari setahun terakhir. Kendati yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun terpantau mulai turun pada perdagangan akhir pekan ini, posisi yield tersebut masih tetap berada di atas level 1,5%. 

Lebih lanjut diungkapkan, lonjakan yield tersebut didorong ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan inflasi yang naik akibat sentimen program vaksinasi virus Covid-19.

Selain itu, potensi pengesahan stimulus fiskal jumbo AS berpotensi mendorong pemulihan ekonomi. Stimulus besar  meningkatkan defisit anggaran yang akhirnya mendorong penerbitan surat utang baru dengan yield yang lebih tinggi. 

"Bila yield government bond USA masih terus naik, kemungkinan besar pasar saham dunia masih akan terus terkoreksi," imbuhnya. 

Kenaikan yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun memberikan tekanan pada ekonomi karena digunakan menjadi patokan untuk suku bunga hipotek dan pinjaman mobil. Kenaikan yield ini juga menempatkan imbal hasil acuan US Treasury berada di atas dividen yield saham-saham di dalam indeks S&P 500.

Baca Juga: IDX Sector Financials melesat 12,65% sejak awal tahun, apa pendorongnya?

Hal ini berakibat ekuitas yang dianggap sebagai aset berisiko telah kehilangan premi atas obligasi dan dianggap lebih mahal. Ini memicu aksi jual investor terhadap saham-saham, khususnya di saham-saham sektor teknologi yang lebih diuntungkan dengan kondisi suku bunga rendah.

Sektor teknologi selama ini mengandalkan pinjaman murah untuk mendorong pertumbuhan. Sedangkan sektor yang diuntungkan karena pembukaan kembali ekonomi mengalami kenaikan, yakni sektor energi, industri, serta keuangan. 

Terpengaruh hal di atas, bank sentral di kawasan  Asia hingga Eropa meningkatkan upayanya untuk menenangkan kepanikan pasar setelah yield US Treasury naik ke level tertinggi dalam setahun. Bank sentral akan merespon kenaikan ini dengan campuran kebijakan pembelian surat utang dan rencana intervensi. Hal ini tidak terlepas dari mulai naiknya imbal hasil obligasi beberapa negara di kawasan Eropa akibat kenaikan yield obligasi pemerintah USA. 

Hans Kwee menjelaskan, kenaikan suku bunga jangka panjang yang terlalu cepat pada awal pemulihan ekonomi, bahkan jika kenaikan itu mencerminkan prospek pertumbuhan yang membaik, bisa menyebabkan penarikan dukungan terhadap kebijakan yang longar. Hal ini bila terjadi terlalu dini dan secara tiba-tiba dapat menganggu pemulihan ekonomi yang masih sangat rapuh. 

Hans Kwee juga mengamati, Chairman Federal Reserve Jerome Powell mengesampingkan ancaman inflasi dan menungkapkan perlu waktu hingga tiga tahun untuk mencapai target inflasi bank sentral secara konsisten. Dalam kesaksian di depan Komite Jasa Keuangan DPR, Powell mengatakan inflasi diperkirakan akan berubah-ubah setelah ekonomi dibuka kembali akibat peningkatan permintaan.

 The Fed memperkirakan, inflasi tidak akan meningkat tajam dan The Fed memiliki alat untuk memerangi kenaikan inflasi jika diperlukan. The Fed juga berjanji mengembalikan ekonomi ke kondisi full employment seperti sebelum pandemi Covid-19. Jerome Powell pun menegaskan bahwa bank sentral tidak akan menyesuaikan kebijakan sampai ekonomi jelas-jelas menunjukkan perbaikan. 

Masih dari Amerika Serikat, sentimen lain yang berpotensi berdampak adalah program vaksin AS yang sukes, diperkirakan kekebalan kawasan akan didapat pada musim semi atau musim panas tahun ini. Artinya sekitar bulan Maret atau Juni 2021. 

Baca Juga: Ekonom Bank Mandiri perkirakan inflasi Februari 2021 sebesar 0,09%

Sementara sentimen dari dalam negeri, ekonomi Indonesia diharapkan mulai pulih di kuartal I 2021 setelah penurunan suku bunga dan beberapa stimulus dilakukan. Konsumsi rumah tangga yang menyumbang 57,7% terhadap total produk domestik bruto (PDB) pada 2020 juga diperkirakan akan pulih di tahun 2021. Konsumsi rumah tangga diperkirakan menunjukkan perbaikan seiring pemerintah menggelontorkan program perlindungan sosial dalam PEN.

Asal tahu saja, kata Hans Kwee, Program PEN 2021 mencapai Rp 699,43 triliun atau naik 21% dari realisasi sementara 2020 yang mencapai Rp 579,78 triliun. Alokasi anggaran ini untuk perlindungan sosial sebesar Rp 157,41 triliun, kesehatan Rp 176,30 triliun, dukungan UMKM dan korporasi Rp 186,81 triliun, insentif usaha Rp 53,86 triliun, serta program prioritas Rp 125,06 triliun.

Walau pun demikian, Hans Kwee memproyeksikan IHSG masih akan bergerak konsolidasi melemah  sepanjang bulan Maret 2021. Ini diperberat oleh rilis laporan keuangan emiten-emiten tahun 2020. 

Di tengah pergerakan IHSG yang lesu, ia melihat saham-saham di sektor properti seperti BSDE, ASRI, SMRA, CTRA, dan PWON masih menarik. Saham-saham kontruksi seperti WIKA, WSKT, PTPP, dan WTON juga bisa dilirik. 

" Properti karena ada program LTV dan tren bunga rendah. Konstruksi  karena belanja pemerintah masih jadi andalan pertumbuhan ekonomi," jelas Hans Kwee kepada Kontan.co.id, Minggu (28/2).

Selanjutnya: Centratama Telekomunikasi (CENT) peroleh fasilitas pinjaman sindikasi Rp 5,7 triliun

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli

Terbaru