REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Sejumlah emiten tambang batubara serius masuk bisnis energi baru terbarukan (EBT). Mulai dari pembangkit listrik, kendaraan listrik, dan smelter yang memproduksi komponen pendukung EBT.
Terbaru, PT Indika Energy Tbk (INDY) bersama-sama dengan anak perusahaannya, yaitu PT Solusi Mobilitas Indonesia dan PT Indika Energy Infrastructure, menandatangani perjanjian investasi bersama dengan Alpha JWC III, L.P. dan/atau afiliasinya (Alpha) untuk mengembangkan kendaraan listrik roda dua melalui investasi pada PT Ilectra Motor Group (IMG).
Rencana transaksi ini dilakukan melalui mekanisme pinjaman yang dapat dikonversikan sejumlah US$ 7,5 juta atau jumlah lain yang setara dalam rupiah.
“Rencana transaksi dalam perseroan selaras dengan strategi diversifikasi khususnya dalam rangka ekspansi sektor usaha kendaraan listrik di Indonesia,” tulis Adi Pramono, Sekretaris Perusahaan Indika Energy dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Minggu (22/5).
Baca Juga: Anak Usaha INDY Teken Perjanjian Investasi Pengembangan Motor Listrik
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga berencana masuk ke segmen EBT. Emiten pelat merah ini akan mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di area lahan pasca tambangnya, yakni di Tanjung Enim dengan kapasitas sampai dengan 200 MW dan total area 224 Ha, PLTS di Ombilin dengan kapasitas sampai dengan 200 MW dan total area 201 Ha, dan PLTS di Bantuas, Kalimantan Timur, dengan kapasitas sampai dengan 200 MW.
PT TBS Energy Utama Tbk (TOBA) juga semakin niat masuk ke segmen energi hijau. Bahkan, TOBA berencana melakukan penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD), guna melakukan pengembangan usaha di sektor energi, khususnya di sektor energi baru dan terbarukan (renewable energy) serta kendaraan listrik (electric vehicle).
Untuk mendukung pengembangan usaha tersebut, TOBA memerlukan penguatan struktur permodalan.
Jumlah saham yang akan diterbitkan dalam aksi korporasi ini sebanyak-banyaknya 850,49 juta saham dengan nilai nominal Rp 50. TOBA akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 8 Juni 2022 mendatang untuk mendapat izin melaksanakan rights issue.
PT Adaro Energy Tbk (ADRO) juga mulai telah melakukan diversifikasi bisnis ke segmen non batubara, dengan membangun smelter aluminium di Kawasan Industri Hijau Indonesia, Kalimantan Utara. Smelter ini direncanakan rampung sekitar 2 tahun sampai 2,5 tahun ke depan.
Analis RHB Sekuritas Fauzan Luthfi Djamal menilai, meski gencar melakukan diversifikasi ke segmen EBT, kontribusi segmen batubara terhadap pendapatan emiten tambang masih belum bisa tergantikan dalam waktu dekat.
Namun untuk INDY, Fauzan menilai, cukup agresif dalam mendiversifikasi bisnis ke sektor non batubara. INDY sendiri menargetkan 50% pendapatan berasal dari segmen non batubara pada 2025 mendatang.
Maka tak heran, INDY cukup getol dalam merealisasikan bisnis EBT. Ini dibuktikan dengan komoitmen INDY melakukan divestasi aset batubaranya.
Terbaru, pemegang saham INDY merestui transaksi penjualan saham di anak perusahaan miliknya, PT Petrosea Tbk (PTRO) pada RUPSLB yang digelar Jumat (20/5). PTRO merupakan anak usaha INDY dibidang kontraktor tambang.
Sebelumnya, INDY juga melakukan divestasi atas kepemilikan saham di PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS), perusahaan di bidang pengakutan pelayaran, salah satunya hasil tambang (batubara).
Sementara untuk TOBA, Fauzan menyebut, aset tambangnya memang sudah menurun mulai tahun 2024. Kemungkinan, tahun depan merupakan puncak dari hasil produksi aset tambang TOBA. Ditambah, TOBA juga telah berkerjasama dengan Gogoro.
“Tetapi untuk PTBA dan ADRO, sepertinya bisnis utamanya masih di sektor tambang batubara,” terang Fauzan kepada Kontan.co.id, Senin (23/5).
Fauzan menilai, saham PTBA masih cukup menarik. Secara valuasi, price to earnings (P/E) saham emiten pelat merah ini relative murah. RHB Sekuritas mempertahankan rekomendasi trading buy saham PTBA dengan target harga yang naik menjadi Rp 5.050, dari sebelumnya Rp 4.600. Senin (23/5), saham PTBA ditutup menguat 1,23% ke level Rp 4.100.
Menurut RHB Sekuritas, harga batubara yang solid masih akan menjadi penopang utama kinerja Bukit Asam. Hal ini dilatarbelakangi adanya kendala pasokan akibat konflik di Eropa Timur yang berkepanjangan. Ditambah dengan cuaca ekstrem membuat harga komoditas energi ini tetap tinggi.
Baca Juga: Harga Batubara Masih Panas, Intip Rekomendasi Saham Bukit Asam (PTBA)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News