REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Dari awal tahun 2021, harga crude palm oil (CPO) masih terus meningkat dan berhasil mencatatkan kenaikan di atas level RM 4.000 per ton. Adapun, untuk harga CPO pengiriman bulan Juli 2021 berhasil ditutup di level RM 4.069 atau secara year-to-date (ytd) alias sejak awal tahun 2021 telah naik 24,5%.
Analis Henan Putihrai Sekuritas Meilki Darmawan dan Liza Camelia dalam risetnya tanggal 30 April 2021 menjelaskan penguatan CPO masih akan terus berlanjut. Salah satu katalis yang mendukung harga CPO bergerak bullish adalah masih rendahnya stok CPO di Malaysia. Tercatat Palm Oil Inventory dari Malaysia untuk Maret 2021 hanya 1,45 juta ton, atau lebih rendah dari Maret 2020 yang sebesar 1,73 juta ton.
Produksi di Malaysia masih belum tumbuh signifikan karena permasalahan terkait pekerja yang belum selesai. Sementara itu konsumsi CPO di Indonesia dan Malaysia mengalami kenaikan terutama untuk produk turunan seperti minyak goreng dan margarin beserta penggunaan detergen.
Baca Juga: Laba bersih Gudang Garam (GGRM) turun 28% di kuartal I-2021
"Kenaikan konsumsi tersebut masih didorong oleh berubahnya perilaku konsumsi masyarakat selama bulan Ramadan," jelas Meilki dikutip Kontan, Senin (3/5).
Namun kenaikan harga CPO masih belum diikuti oleh pergerakan saham emiten CPO. Tercatat, secara year-to-date per Senin (3/5) pergerakan saham AALI turun 24,54%, LSIP -4,36%, TBLA -5,88%, SSMS -27,2%, BWPT -20,83%, DSNG naik 0,82%, SIMP naik 38,1% masih bergerak variatif.
Beberapa faktor yang membuat pergerakan emiten CPO hingga saat ini belum merefleksikan harga komoditasnya secara ytd antara lain investor masih menunggu data operasional dan pendapatan kuartal I-2021 dari emiten CPO apakah sejalan dengan kenaikan permintaan dari sisi industri dan kenaikan kinerja.
Sejauh ini baru AALI yang sudah menyampaikan keterbukaan informasi terkait kinerja di kuartal satu. Produksi CPO dari AALI tercatat sebesar 354 ribu ton di kuartal satu atau turun 0,8% secara tahunan dan turun 10% secara kuartalan. Adapun pendapatan AALI tercatat Rp 5 triliun atau naik 5% secara tahunan dan turun 8% secara kuartalan.
Selain itu juga disebabkan masih minimnya katalis dari domestik terkait keberlanjutan program Biodiesel. Walaupun data Januari 2021 mencatatkan produksi B30 di Indonesia sudah mencapai 700.000 kiloliter.
Baca Juga: IHSG turun 0,72% ke 5.952 pada akhir perdagangan Senin (3/5)
Biasanya, tren bullish dari harga komoditas CPO berpotensi mengalami penurunan di periode Mei-Juni seiring dengan mulai turunnya level rainy days di provinsi Kalimantan, provinsi Sumatera, dan negara Malaysia. Apalagi saat ini ditambah risiko dari lambannya pemulihan ekonomi di India sebagai konsumen CPO terbesar ke-2 di dunia terkait jumlah kasus Covid-19 yang terus bertambah.
"Namun, kami melihat potensi penurunan harga CPO yang saat ini sudah sangat tinggi, tidak akan terlalu signifikan, ditambah masih menariknya harga dari saham-saham emiten CPO saat ini," jelas Liza.
Adapun pilihan utama Meilki dan Liza jatuh pada saham Astra Agro Lestari (AALI). Mempertimbangkan emiten CPO dengan struktur balance sheet yang paling besar diantara kompetitor, memiliki lahan inti terbesar ke-2 dengan level CPO extraction sebesar 19,7% dan harga saham AALI saat ini diperdagangkan dengan P/E di bawah rata-rata standar deviasi dalam 10 tahun terakhir.
Keduanya merekomendasikan speculative buy average up Rp 9.425, dengan level support Rp 9.000 - Rp 9.100 dan resistance Rp 9.750 - Rp 9.800 / Rp 10.500 - Rp 10.600.
Selanjutnya: Simak realisasi kinerja operasional Perusahaan Gas Negara (PGAS) per Maret 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News