Harga sudah naik tinggi, cermati rekomendasi saham INCO, ANTM, UNTR, MDKA

Senin, 14 Desember 2020 | 07:50 WIB   Reporter: Akhmad Suryahadi
Harga sudah naik tinggi, cermati rekomendasi saham INCO, ANTM, UNTR, MDKA


REKOMENDASI SAHAM -  JAKARTA. Kenaikan harga komoditas logam seperti emas dan nikel turut mengerek harga saham sejumlah emiten logam. Bahkan, indeks pertambangan (mining) menjadi satu-satunya indeks sektoral yang berkinerja positif sejak awal tahun, yakni tumbuh 18,21% sejak awal tahun atau secara year-to-date (Ytd).

Sejumlah saham berbasis logam bahkan sudah memberikan imbal hasil positif sejak awal tahun. Misal, saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang sejak awal tahun sudah terkerek hingga 72,62%  ke level Rp 1.450 per saham sampai Jumat (11/12). Saham emiten produsen nikel lainnya, yakni PT Vale Indonesia Tbk (INCO) juga melesat 43,54% sejak awal tahun ke level Rp 5.225 per saham.

Pun begitu dengan saham PT United Tractors Tbk (UNTR) yang sahamnya naik 21,49% sejak awal tahun. Diketahui, entitas grup PT Astra International Tbk (ASII) ini memiliki konsesi tambang emas, yakni Tambang Martabe di Sumatra Utara. Harga saham emiten produsen emas lainnya, yakni PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) juga melejit 80,84% sejak awal tahun.

Kepala Riset NH Korindo Sekuritas Indonesia Anggaraksa Arismunandar mengatakan, meski masih memiliki prospek yang cerah, kenaikan harga saham emiten logam yang sangat agresif pada kuartal IV 2020 telah menyebabkan target harga yang dipasang telah tercapai untuk INCO, ANTM, dan UNTR.

”Untuk itu, kami masih merekomendasikan hold untuk saham-saham tersebut hingga update revisi target harga berikutnya,” terang dia.

Baca Juga: Harga tiga komoditas akan atraktif pekan ini, simak rekomendasi sahamnya

Sementara, analis Sucor Sekuritas Hasan Barakwan menyematkan rekomendasi overweight terhadap sektor tambang logam (metal mining). Sucor Sekuritas  menjadikan saham MDKA sebagai top picks mengingat faktor pertumbuhan pendapatannya seiring volume penjualan yang lebih tinggi untuk segmen tembaga dan harga tembaga yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Di sisi lain, ANTM dan INCO  akan menikmati margin yang lebih tinggi seiring kenaikan harga nikel. Untuk INCO, Hasan memproyeksikan, volume produksi nikel  yang lebih rendah pada tahun 2021. Penurunan produksi ini seiring rencana INCO untuk melakukan pemeliharaan pada tungku  miliknya, yang berpotensi mengganggu aktivitas produksi . Proyeksi dia, volume produksi INCO akan mencapai sekitar 70.000 ton tahun depan.

Selain itu, INCO juga berencana meningkatkan langkah-langkah efisiensi dengan target penghematan mencapai US$ 34 juta pada akhir 2020. Hingga Sembilan bulan pertama tahun ini, INCO telah merealisasikan penghematan US$ 21 juta.

Baca Juga: Mirae Asset Sekuritas punya tiga skenario IHSG tahun depan, simak prediksi lengkapnya

Sementara untuk ANTM, Hasan memperkirakan, tingkat volume penjualan bijih nikel yang tinggi di pasar domestik pada kuartal ketiga akan berlanjut seiring meningkatnya permintaan bijih nikel di pasar domestik. Hasilnya, Hasan memperkirakan volume penjualan bijih nikel akan mencapai 3,5 juta ton pada tahun depan.

Kinerja ANTM juga akan didukung oleh performa emas yang solid. Selain bijih nikel, volume penjualan emas ANTM pada pada kuartal keempat juga akan mencatat angka yang sama dengan kinerja  kuartal III 2020. Proyeksi Hasan, volume penjualan emas ANTM akan mencapai 650.000 ton pada 2021.

Sentimen lainnya untuk ANTM datang dari blok Wabu dimana Menteri BUMN mendesak Kementerian ESDM agar ANTM mengoperasikan blok ini. Pengambilalihan ini diharapkan akan meningkatkan level margin karena akan mengubah ANTM dari ‘pedagang emas’ menjadi ‘penambang emas’.

Sementara untuk PT Timah Tbk (TINS), Hasan memprediksi, akan membatasi volume penjualan  tahun depan sebagai upaya untuk mendorong kenaikan harga timah. Hal ini tercermin dari menurunnya volume penjualan sebesar 9,4% secara tahunan di 9 bulan pertama 2020.

Pada kuartal IV 2020, TINS diperkirakan  menambah volume penjualan hingga 14.000 ton lagi sehingga penjualan kumulatif 2020 menjadi 59.000 ton (turun 11,9% secara tahunan). Dia menilai, tingkat volume penjualan yang rendah ini akan dipertahankan hingga tahun depan jika harga timah masih berada di bawah US$ 20.000 per ton.

 

Selanjutnya: IDX SMC Liquid jadi indeks yang minim koreksi, ini sebabnya

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat

Terbaru