Rekomendasi

Inilah Saham di BEI yang Diprediksi Beri Cuan Karena Window Dressing Akhir Tahun 2025

Selasa, 02 Desember 2025 | 09:02 WIB
Inilah Saham di BEI yang Diprediksi Beri Cuan Karena Window Dressing Akhir Tahun 2025

ILUSTRASI. Inilah Saham di BEI yang Diprediksi Beri Cuan Karena Window Dressing Akhir Tahun 2025


Reporter: Lydia Tesaloni  | Editor: Adi Wikanto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Window dressing biasanya terjadi di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada akhir tahun. Berikut saham pilihan sektor perbankan yang berpotensi mengalami window dressing pada Desember 2025.

Window dressing adalah praktik oleh manajer investasi atau perusahaan untuk membuat laporan keuangan atau portofolio terlihat lebih baik menjelang akhir periode pelaporan (seperti akhir kuartal atau tahun). Tujuannya adalah untuk memberikan kesan positif kepada investor atau pemegang saham agar terlihat lebih menguntungkan. 

Saham yang mengalami window dressing akan mengalami kenaikan harga. Investor yang ingin mendapat cuan harus memiliki saham tersebut sebelum windows dressing terjadi.

Baca Juga: Harga Saham Turun 19% Ytd, Emiten Ini Siap Bayar Dividen Interim 23 Des 2025

Saham-saham big banks berpotensi menikmati euforia window dressing di penghujung tahun nanti. Padahal saham perbankan sempat lesu darah lantaran ditinggal asing dan membuat harga saham merosot. Meski begitu para analis percaya dalam jangka panjang, sejumlah saham perbankan menarik untuk dicermati. 

Bank berkapitalisasi pasar jumbo alias big banks memulai hari pertama Desember dengan tren positif. Pada akhir perdagangan Senin (1/12/2025), mayoritas saham big banks terpantau berhasil menguat. Namun kalau ditarik mundur, level saat ini masih mencerminkan koreksi dalam sepekan terakhir. 

Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) misalnya ditutup di level Rp 8.400. Harga BBCA saat ini naik 1,51% dibanding perdagangan sebelumnya. Namun, dalam sepekan level ini mencerminkan penurunan 0,88%. 

Koreksi ini sejalan dengan tren kaburnya dana asing dari BBCA. Selama pekan terakhir November, BBCA mencatatkan net sell sebesar Rp 295,37 miliar di pasar asing. Pun hari ini, absensi transaksi hingga akhir perdagangan menunjukkan belum ada tanda-tanda kembalinya asing ke BBCA. 

Pergerakan saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) menutup perdagangan dengan kenaikan harga 1,17% menjadi Rp 4.310 per saham tetapi dalam sepekan harga saham BBNI turun 1,82%. 

Serupa dengan BBCA, BBNI mencatatkan net sell sebesar Rp 81,02 miliar selama pekan terakhir November. Namun, hari ini BBNI berhasil mendulang dana asing lagi dengan catatan net buy sebesar Rp 25,73 miliar. Dus, dalam sepekan terakhir net sell BBNI tercatat Rp 35,88 miliar.

Selanjutnya, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang ditutup seharga Rp 4.860 berhasil menguat 0,62% dari perdagangan sebelumnya. Namun, dalam sepekan pelemahannya cukup signifikan, yakni sebesar 4,71%. 

Kendati begitu, dari sisi transaksi asing, BMRI terpantau masih mencatatkan net buy hingga Rp 671 miliar selama pekan terakhir November. Sementara untuk hari ini, belum ada lagi transaksi dari asing yang tercatat. 

Di lain sisi, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi satu-satunya big bank yang menutup perdagangan hari ini dengan koreksi sebesar 0,27% dibanding perdagangan sebelumnya, sehingga posisinya kini ada di Rp 3.670. Dalam sepekan, koreksinya bahkan lebih dalam, mencapai 7,79%. 

Tonton: Prabowo Datangi Lokasi Banjir Sumatera, Kerahkan Seluruh Kekuatan Bantu Korban

Rekomendasi saham

Menurut Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahur Khaer, pada dasarnya koreksi harga saham big banks memang dipengaruhi oleh aksi jual asing. Namun, menurut dia sebenarnya kinerja fundamental yang tak sepenuhnya buruk masih bisa menjadi sentimen positif bagi saham big banks.  “Sebenarnya sudah ada perbaikan secara kuartalan,” ujar Miftahul kepada KONTAN, Senin (1/12/2025). 

Hanya saja, Miftahul memprediksikan, sentimen lain seperti kondisi makro dan ketidakpastian arus modal asing global, serta kekhawatiran terhadap suku bunga, masih membuat para investor besar cenderung lebih defensif terhadap pasar Indonesia secara keseluruhan. Apalagi, dalam proyeksinya tren penurunan suku bunga masih bakal berlanjut hingga tahun 2026. 

Dalam sisa sebulan terakhir 2025, Miftahul masih melihat, potensi perbaikan dengan dorongan window dressing dan penyerapan kredit yang umumnya lebih baik di akhir tahun. 

Agak berbeda, Kepala Riset RHB Sekuritas Andrey Wijaya menilai laporan keuangan perbankan sejauh ini memang menunjukkan pertumbuhan kinerja yang masih terbatas. “Sesuai ekspektasi kami,” sebut Andrey saat dihubungi KONTAN. Itulah, menurutnya, yang menyebabkan tren koreksi masih terjadi di saham perbankan. 

Namun untuk jangka panjang, Andrey bilang seharusnya bank mampu memulihkan kinerjanya, khususnya dari sisi laba, sebab ada dorongan dari ekspektasi pertumbuhan kredit yang lebih baik ke depannya. 

Potensi itu membuat outlook perbankan masih bagus, menurut Andrey. Maka dari itu, ia memberikan rating overweight untuk sektor ini. 

Sementara itu, Miftahul merekomendasikan BBCA di target harga 12 bulan Rp 9.100. Selain lantaran kinerjanya baik, ia bilang valuasi BBCA saat ini sudah tergolong murah. 

Selain itu, ia merekomendasikan BBRI di target harga 12 bulan Rp 4.720 karena menurutnya mempunyai turnover story yang menarik. “Terlebih lagi harga sahamnya sudah cukup price in dengan kondisi fundamentalnya,” imbuh Miftahul. 

 

Banjir Sumatera Diusulkan Jadi Bencana Nasional

Selanjutnya: OJK Perbarui Pedoman Kode Etik AI untuk Industri Jasa Keuangan

Menarik Dibaca: IHSG Berpotensi Sideways, Simak Rekomendasi Saham BNI Sekuritas Selasa (2/12)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Video Terkait


Terbaru