Ketahanan IHSG Di Tengah Lonjakan Omicron dan Potensi Pengetatan PPKM

Senin, 07 Februari 2022 | 06:50 WIB   Reporter: Ridwan Nanda Mulyana
Ketahanan IHSG Di Tengah Lonjakan Omicron dan Potensi Pengetatan PPKM


PPKM -  JAKARTA. Waspada! gelombang ketiga penyebaran Covid-19 tampak sedang menghantam Indonesia. Ada 33.729 kasus baru per Sabtu (5/2), yang mendongkrak kasus aktif menjadi 163.468. Di tengah penyebaran varian omicron yang mengancam, bagaimana dampaknya terhadap bursa saham?

Ledakan kasus covid-19 varian omicron ini berpeluang membuat pemerintah kembali memperketat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Sejumlah analis pun memiliki pandangan berbeda mengenai arah bursa saham jika gelombang ketiga terus bergulir dan PPKM kembali diperketat.

Equity Analyst Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora menilai bahwa kondisi tersebut bakal menjadi sentimen negatif bagi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Jika PPKM kembali naik ke level 3 apalagi 4, mobilitas masyarakat kembali terbatas. Hal ini akan mengganggu pemulihan ekonomi yang sedang melaju.

Baca Juga: IHSG Diproyeksi Menguat di Awal Pekan, Cermati Pergerakan Saham BSDE, MNCN dan BBCA,

"Apabila terjadi gelombang ketiga dan pemerintah menaikkan level PPKM ini akan menjadi penekan IHSG untuk jangka pendek dan IHSG berpotensi terkoreksi," kata Andhika saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (6/2).

Dilihat dari Analisis Elliott Wave, sebut Andhika, IHSG berpotensi untuk membentuk wave [e] dari wave 4 dengan target koreksi ke level 6.570-6.600. 

Sementara itu, Analis Teknikal MNC Sekuritas Herditya Wicaksana melihat pergerakan IHSG sepekan terakhir belum menunjukkan kekhawatiran lonjakan kasus omicron. IHSG mengalami penguatan dan tampak akan menguji area resistance di 6.738-6.754.

"Namun demikian dengan meningkatnya kasus omicron menjadi kekhawatiran tersendiri akan pengetatan PPKM dan dikhawatirkan membawa dampak negatif untuk IHSG sendiri," ujar Herditya.

Secara teknikal, apabila IHSG belum menembus level resistance-nya, maka IHSG akan menguji level area 6.600-6.650 terlebih dahulu untuk area koreksi terdekatnya. Herditya bilang, pelaku pasar tetap dapat mencermati area resistance sebagai acuan.

Baca Juga: IHSG Menguat 1,29% Dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Sentuh Rp 8.488,37 Triliun

Technical Analyst Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova memandang bahwa pelaku pasar masih cukup percaya diri. Terlebih jika melihat aksi beli asing yang meningkat pada perdagangan Jum'at (4/2) dengan net buy Rp 870 miliar. "IHSG pun saat ini bergerak mendekati resistance 6.754 yang jika ditembus akan mengonfirmasi bullish continuation," ungkapnya.

Melihat IHSG yang masih tangguh, Ivan memperkirakan sekalipun terjadi pengetatan PPKM, maka koreksi yang bisa terjadi pada IHSG relatif terbatas. Yakni ke area 6.575-6.600.

Ada faktor yang mungkin menjadi pembeda, antara kekhawatiran dampak gelombang ketiga omicron dibandingkan saat gelombang kedua varian delta pertengahan tahun lalu. Sebabnya, gejala omicron dianggap lebih ringan pada penderita yang terpapar, sehingga pemulihannya relatif lebih cepat dengan risiko kematian yang lebih rendah.

"Oleh karena itu kebijakan pembatasan pemerintah tidak seagresif ketika gelombang kedua dan investor menjadi lebih confident untuk melakukan akumulasi saham," ujar Ivan.

Pengamat Pasar Modal sekaligus Founder dan CEO Finvesol Consulting Fendi Susiyanto juga menyuarakan nada yang optimistis. Dia memperkirakan, dampak terhadap bursa saham tidak akan signifikan, berbeda dengan gelombang covid-19 sebelumnya.

Ada sejumlah faktor yang menjadi sumber optimisme tersebut. Pertama, progres vaksinasi yang terus berjalan, bahkan sudah ke dosis ketiga (booster) menjadikan pasar lebih percaya diri dalam penanganan pandemi di Indonesia. Berbeda saat gelombang pertama dan kedua, ketika vaksinasi masih wacana atau baru di tahap awal.

Kedua, selain pemerintah yang sudah lebih siap dari sisi kebijakan, pelaku pasar pun tampak bisa lebih cermat dalam menganalisis situasi. "Jadi pasar sudah cukup kebal dengan perkembangan (kasus covid) terbaru. Dengan keyakinan pasar yang besar, indeks juga tetap mengalami apresiasi," sebut Fendi.

Baca Juga: Ini Saham-Saham dengan Net Buy dan Net Sell Terbesar Asing Sepekan

Faktor ketiga, para emiten juga sudah lebih menyesuaikan diri dengan lingkungan bisnis saat ini. Fendi memandang sudah ada perubahan model bisnis di kalangan perusahaan, sehingga kondisi pandemi yang masih berlangsung serta pengetatan PPKM sekalipun tidak lagi secara telak memukul kelangsungan usahanya.

Memang, dampak terhadap setiap sektor akan berbeda. Tapi, Fendi menggambarkan bahwa sektor yang pada gelombang pandemi sebelumnya sangat terdampak seperti ritel pun sudah beradaptasi. Terutama lewat pengembangan saluran penjualan dan proses bisnis secara online atau lebih terdigitalisasi.

"Emiten sudah banyak menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan bisnis yang baru. Sehingga dampak dari pembatasan sosial bisa lebih terantisipasi," sebut Fendi.

Dia bahkan menilai pasar lebih mencermati magnitude yang datang dari arah kenaikan suku bunga The Fed. Jika omicron menjadi sumber kekhawatiran pasar, kata Fendi, maka IHSG akan berada di level 6.500 ke bawah. Tetapi, IHSG masih bisa menembus level 6.600 bahkan bertengger di 6.731 pada penutupan perdagangan pekan lalu.

Cermati sektor dan saham ini

Dalam konsisi tersebut, Fendi menjagokan sejumlah saham di sektor kesehatan dan pertambangan, yang berpotensi mengalami penguatan. Di sektor tambang ada PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dengan target harga Rp 3.200 dan PT Harum Energy Tbk (HRUM) di level Rp 11.900.

Selanjutnya di sektor kesehatan ada PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) dengan target harga Rp 9.100, PT Kimia Farma Tbk (KAEF) di level Rp 2.500, lalu PT Indofarma Tbk (INAF) dan PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA) dengan target harga masing-masing di Rp 2.300 dan Rp 2.100.

"Sedangkan saham yang berpotensi koreksi ialah saham ritel dan mal," sebut Fendi.

Baca Juga: Saham Big Caps Jadi Incaran, IHSG Menguat 1,82% dalam Sepekan

Sementara itu, Ivan berpandangan bahwa sektor yang berpeluang mengalami kenaikan atau bullish reversal diantaranya adalah  transportasi & logistic, consumer non-cyclical, infrastruktur, industrials dan finance. Sedangkan untuk sektor lain diperkirakan bisa kembali konsolidasi atau mengalami tekanan jual dalam jangka pendek.

Ivan bilang, untuk sektor-sektor yang berpotensi mengalami penguatan lanjutan maupun reversal, dapat dilakukan trading buy untuk saham-saham yang sebelumnya sudah menguat atau akumulasi beli pada saham yang sedang di awal uptrend

"Pertimbangkan juga dari sisi valuasi mengingat banyak saham yang PER-nya sudah mencapai angka ratusan sehingga terbilang mahal," ujar Ivan.

Secara teknikal, Herditya melihat saham PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR) berpotensi mengalami koreksi jika PPKM kembali diperketat. Lantaran bisa terjadi penurunan traffic kendaraan sebagai akibat dari mobilitas masyarakat yang terbatas.

Sedangkan menurut Andhika, saham bigcaps sektor perbankan yang memiliki market caps besar seperti BBCA, BMRI, dan BBNI yang telah mengalami kenaikan, berpotensi terkoreksi. 

Jika ledakan kasus covid-19 berlanjut dan PPKM kembali diperketat, dengan karakteristik sektor yang defensive Andhika melihat bahwa emiten di sektor consumer goods seperti UNVR dan ICBP akan mampu bertahan. 

Selanjutnya, sektor yang berpeluang terpapar sentimen positif paling tinggi adalah sektor telekomunikasi seperti EXCL dan ISAT. Lalu emiten rumah sakit seperti MIKA, SILO dan BMHS, serta emiten yang bergerak di sektor farmasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli
Terbaru