Kinerja Instrumen Investasi di Awal 2022 Belum Melaju Kencang

Rabu, 02 Februari 2022 | 06:55 WIB   Reporter: Danielisa Putriadita
Kinerja Instrumen Investasi di Awal 2022 Belum Melaju Kencang


INVESTASI -   JAKARTA. Kinerja instrumen investasi di awal tahun 2022 belum melaju kencang. Meski begitu, pasar saham berhasil catatkan kinerja tertinggi diantara kinerja instrumen investasi lain yang mayoritas menurun. 

Berdasarkan data yang Kontan himpun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di sepanjang Januari 2022 tumbuh 0,76% year to date (ytd). Menyusul kinerja valuta pasangan USD/IDE tumbuh 0,74% ytd. Setelah itu, kinerja pasangan JPY/IDR tumbuh 0,49%. Di urutan keempat, kinerja obligasi korporasi tumbuh 0,43%. 

Sedangkan, kinerja instrumen investasi lain seperti emas spot dan berjangka kompak menurun di 1,75% dan 1,91% ytd. Sementara harga emas keluaran PT Logam Mulia Antam menurun 11,62% ytd. 

Penurunan kinerja juga terjadi di aset kripto. Tercatat bitcoin menurun 17,04% ytd dan ether menurun 27,21% ytd. 

Baca Juga: Ini Tanggapan Industri Asuransi Jiwa Terkait Regulasi Baru Unitlink

Fahmi Arya Wicaksana, CEO Raiz Invest Indonesia mengatakan sentimen utama yang membuat pasar saham unggul adalah arus dana masuk ke pasar saham meningkat di awal tahun.

Meski kinerja pasar saham tidak menguat signifikan, Fahmi mengatakan sentimen january effect turut mempengaruhi pasar saham di awal tahun tetap catatkan kinerja positif. 

Kinerja tersebut memutus penurunan kinerja IHSG di Januari 2020 yang turun 5,71% dan Januari 2021 yang turun 1,95%. Selain itu, para manajer investasi juga biasanya melakukan portofolio balancing di awal tahun. Hal ini membuat kinerja pasar saham unggul.

Dari sisi fundamental, pasar saham jadi yang bertahan catatkan kinerja karena juga didukung oleh prospek pertumbuhan ekonomi dan kenaikan harga komoditas. 

Baca Juga: Saham-Saham yang Layak Dicermati di Deretan IDX SMC Liquid dan Composite

Kompak, Head of Investment Research Infovesta Wawan Hendrayana menamatai asing net buy di pasar saham karena memandang kelas aset ini memiliki prospek yang lebih cerah dibandingkan kelas aset obligasi. Tentu saja, pasar obligasi di tahun ini akan mendapat sentimen negatif dari tapering off Amerika Serikat (AS) dan ekspektasi kenaikan suku bunga AS.

"Tren kenaikan suku bunga dalam jangka pendek memberi tekanan pada pasar obligasi dan asing masih net sell selama Januari," kata Wawan, Senin (31/1). 

Sementara, Wawan juga mengatakan kinerja pasar saham unggul karena terdongkrak harga komoditas dan kinerja saham perbankan. Namun, di satu sisi, Wawan menilai kinerja pasar saham di awal tahun ini termasuk terbatas karena juga dibayangi sentimen negatif dari penyebaran virus omicron yang semakin meluas. "IHSG di awal tahun ga bisa tumbuh lebih tinggi karena khawatir ada gelombang 3 pandemi atau pengetatan aktivitas kembali," kata Wawan. 

Namun, Wawan memproyeksikan kekhawatiran pandemi Covid-19 akan segera berlalu melainkan hanya dalam waktu pendek. Sementara itu, dalam jangka panjang pelaku pasar masih optimistis pertumbuhan ekonomi di tahun ini akan lebih baik dari tahun lalu begitupun kienerja di pasar saham. Alhasil, Wawan merekomendasikan buy on weakness pada saham. 

Fahmi juga melihat prospek kinerja pasar saham ke depan masih menarik. Sentimen positif datang dari pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, harga komoditas yang masih akan menguat dan mobilitas masyarakat meningkat. 

Sementara itu, Wawan memproyeksikan pasar obligasi  masih akan tertekan akibat kenaikan suku bunga. Wawan mengatakan investor pasar obligasi kini hanya dapat mengharapkan imbal hasil dari kupon saja. Walaupun begitu, Wawan menilai pasar obligasi di tahun ini tetap berpotensi memberikan keuntungan. 

Baca Juga: Intiland Development (DILD) Targetkan Marketing Sales Rp 2,4 Triliun pada Tahun Ini

Melihat kondisi di tengah penyebaran Covid-19 kembali meluas, Wawan menyarankan investor untuk tetap membagi rata portofolio investasinya di aset kelas saham dan obligasi. "Tahun ini masih penuh ketidakpastian jadi investor tetap perlu memiliki aset obligasi, meski prospek saham terlihat lebih menarik," kata Wawan. 

Aset obligasi yang bisa investor pilih adalah Obligasi Ritel Negara seri ORI021 yang saat ini tengah ditawarkan dengan kupon 4,90% per tahun. Selain itu, investor juga bisa memilih reksadana pendapatan tetap yang ia proyeksikan tumbuh 7% di tahun ini. Reksadana pendapatan tetap yang memiliki aset di obligasi korporasi, Wawan proyeksikan berpotensi catatkan kinerja tinggi. "Jika ekonomi membaik default risk obligasi korporasi di tahun ini juga akan menurun," kata Wawan. 

Porsi pengelolaan dana investasi dari Wawan di tahun ini adalah 40% di aset saham, 40% di aset obligasi dan 20% di pasar uang.

Baca Juga: Simak Prospek Kinerja Reksadana Sepanjang tahun 2022

Sedangkan, Fahmi menyarankan bagi investor yang agresif dengan tujuan investasi jangka panjang dapat menambah investasinya pada kelas aset saham. Sementara, bagi investor moderat dapat mengurangi investasi pada reksadana pendapatan tetap.

Pertimbangan, karena melihat potensi kenaikan inflasi dan tapering off AS yang menekan pasar obligasi. Terakhir, bagi investor konservatif, Fahmi menyarankan bisa menambah investasi pada reksadana pasar uang. Kinerja reksadana pasar uang masih bisa lebih tinggi diabnding bunga deposito bank yang berpotensi semakin menurun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli

Terbaru