Kinerja Sumber Tani Agung Resources (STAA) Melesat Tahun Lalu, Ini Pendorongnya

Rabu, 06 April 2022 | 08:40 WIB   Reporter: Nur Qolbi
Kinerja Sumber Tani Agung Resources (STAA) Melesat Tahun Lalu, Ini Pendorongnya


EMITEN - JAKARTA. Emiten perkebunan dan pengolahan kelapa sawit PT Sumber Tani Agung Resources Tbk (STAA) membukukan pendapatan Rp 5,88 triliun sepanjang tahun 2021. Perolehan tersebut meningkat 39,9% dibanding realisasi pendapatan tahun 2020 yang sebesar Rp 4,2 triliun.

Sejalan dengan itu, laba kotor STAA melesat 98,2% year on year (yoy), dari Rp 1,15 triliun menjadi Rp 2,27 triliun. STAA juga mampu mencatatkan kenaikan laba usaha hingga 102,3% yoy, dari Rp 849 miliar menjadi Rp 1,72  triliun.

Pencapaian positif di atas turut membawa kenaikan pada bottom line STAA. Sepanjang 2021, STAA membukukan laba bersih Rp 1,24 triliun atau meningkat 147,8% yoy dari laba bersih 2020 yang sebesar Rp 500 miliar. 

Direktur Utama STAA Mosfly Ang menyampaikan, kinerja cemerlang selama tahun 2021 ini salah satunya didukung oleh meningkatnya kapasitas produksi STAA. Mengingat, ada satu pabrik tambahan yang mulai beroperasi pada bulan Agustus 2021.

Baca Juga: Blue Bird (BIRD) Yakin Bisa Raih Kinerja yang Lebih Baik pada Tahun 2022

Alhasil, kapasitas pabrik pengolahan kelapa sawit STAA meningkat menjadi 450MT per jam. Produksi tandan buah segar (TBS) dari kebun inti perusahaan pada 2021 juga naik 9% menjadi 878 ribu ton.

Lebih lanjut, Mosfly mengatakan, peningkatan kinerja juga didorong oleh tren harga crude palm oil (CPO) yang positif pada tahun 2021. Pada tahun lalu, STAA juga terus melakukan inisiatif-inisiatif untuk meningkatkan efisiensi, baik dari segi operasional maupun dari sisi struktur permodalan.

“Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan margin profitabilitas kami, terutama margin laba operasi dan margin laba bersih, dibandingkan dengan pencapaian tahun 2020,” ucap Mosfly.

Mosfly memprediksi, permintaan produk minyak sawit secara global diperkirakan tumbuh pada CAGR sebesar 11,6% dalam lima tahun ke depan. Hal tersebut akan turut membuat harga CPO cenderung meningkat.

Di dalam negeri, tren positif harga CPO juga didukung oleh adanya kebijakan pemerintah yang berupaya untuk mengurangi ketergantungan energi fosil dengan memproduksi green diesel D100 yang merupakan produk bahan bakar diesel yang seluruh komponennya berbasis CPO. 

Baca Juga: Sempat Merugi, SLJ Global (SULI) Kembali Meraup Laba di Tahun 2021

Mosfly memprediksi, total permintaan CPO akan melebihi jumlah produksi nasional sejalan dengan jumlah permintaan ekspor dan potensi permintaan domestik yang meningkat akibat D100.

Adapun total aset STAA per 31 Desember 2021 berhasil meningkat menjadi Rp 5,86 triliun dibandingkan dengan posisi akhir 2020 yang sebesar Rp 5,08 triliun. Total ekuitas STAA juga meningkat dari Rp 2,16 triliun menjadi Rp 3,09 triliun per 31 Desember 2021.

Di sisi lain, total liabilitas STAA berhasil turun menjadi Rp 2,76 triliun pada akhir 2021 dibandingkan dengan posisi akhir 2020 yang sebesar Rp 2,92 triliun. Hal ini disebabkan oleh pelunasan utang bank jangka pendek Rp 156 miliar di tahun sebelumnya dan penurunan utang bank jangka panjang STAA dari Rp 2,34 triliun menjadi Rp 2,12 triliun.

Menurut Mosfly, momentum perbaikan performa keuangan ini akan digunakan untuk meningkatkan kinerja perusahaan STAA terutama dalam operasional yang terintegrasi mulai dari sektor upstream hingga downstream. Hal ini perlu dilakukan karena permintaan CPO diyakini akan terus bertumbuh.

Sebagai informasi, STAA adalah grup usaha kelapa sawit swasta yang berkantor pusat di Sumatera Utara, Indonesia dan telah melakukan kegiatan usaha sejak 1970. STAA menghasilkan CPO, inti sawit atau palm kernel (PK), minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO), palm kernel expeller (PKE), dan palm kernel meal (PKM).

Pada tahun 1996, STAA melalui PT Sumber Tani Agung pertama kali mendirikan pabrik pengolahan kelapa sawit. Per 31 Desember 2021, STAA telah memiliki 13 perkebunan, 9 pabrik pengolahan kelapa sawit, 1 pabrik kernel crushing, dan 1 pabrik solvent extraction.

Seluruhnya pabrik tersebut tersebar di empat provinsi, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Total kapasitas produksi CPO adalah sebanyak 450MT per jam dan produksi CPO mencapai 383.800 MT. Pada pabrik-pabrik tersebut, perusahaan anak mengolah TBS yang dihasilkan dari perkebunan milik sendiri, perkebunan plasma, dan pembelian dari pihak ketiga.

Anak usaha STAA, PT Karya Serasi Jaya Abadi (KSJA) juga fokus pada pengembangan energi terbarukan (renewable energy) dengan membangun pembangkit listrik biogas. KSJA mengolah limbah cair kelapa sawit untuk menghasilkan biogas yang dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik operasional KSJA.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi

Terbaru