REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Indeks-indeks yang mewadahi saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berpotensi ditutup di zona hijau di akhir tahun 2021. Ini tidak terlepas dari kenaikan harga yang dialami anggota indeks saham ini, khususnya konstituen yang memiliki kapitalisasi pasar jumbo atawa big caps.
Asal tahu saja, terdapat dua indeks untuk saham-saham plat merah di Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu IDX BUMN20 dan IDX-MES BUMN 17.
IDX BUMN20 merupakan indeks yang mengukur kinerja harga dari 20 saham perusahaan tercatat yang merupakan BUMN, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan afiliasinya. Sementara, IDX-MES BUMN 17 adalah indeks yang mengukur kinerja harga dari 17 saham syariah yang merupakan BUMN dan afiliasinya yang memiliki likuiditas baik dan kapitalisasi pasar besar, serta didukung oleh fundamental perusahaan yang baik.
Sejauh ini, kedua indeks itu masih berada di zona merah secara year to date (ytd). Menurut catatan BEI, IDX BUMN20 melorot 0,14% ytd, sementara IDX-MES BUMN 17 tertekan lebih dalam hingga 7,31% ytd.
Baca Juga: IHSG masih berpotensi menghadapi profit taking sepekan ke depan
Head of Investment Research Infovesta, Wawan Hendrayana mencermati, pergerakan bursa yang ditopang oleh saham-saham teknologi di awal tahun membuat dua indeks plat merah itu tidak memiliki banyak kesempatan untuk menguat. Asal tahu saja, dua indeks itu tidak dihuni oleh saham-saham teknologi.
Di sisi lain, beberapa saham big cap yang tercatat sebagai konstituen dua indeks itu cenderung menurun karena pandemi Covid-19. Keadaan itu semakin memperberat kinerja dua indeks tersebut di awal tahun.
Adapun untuk saat ini, kinerja IDX-MES BUMN 17 tertekan lebih dalam dibanding IDX BUMN20 karena anggota indeksnya tidak banyak dihuni saham-saham big caps, khususnya big caps perbankan yang menguat dalam beberapa waktu terakhir.
Mempertimbangkan hal itu, kinerja IDX-MES BUMN 17 memang akan lebih berat dibanding IDX BUMN20. Akan tetapi, Wawan melihat dua indeks itu memiliki prospek yang cerah seiring dengan momentum pemulihan ekonomi dan diliriknya kembali saham-saham berkapitalisasi besar. Apalagi untuk saat ini, saham-saham tekonologi mulai ditinggalkan karena harganya yang cukup mahal. Ia pun tidak menutup kemungkinan kinerja dua indeks itu akan berada di zona hijau di akhir tahun nanti.
" Tahun ini iya (ditutup di zona hijau). Big cap itu akan diminati investor. Akan tetapi, secara kapitalisasi yang besar memang saham-saham perbankan tadi ya," kata Wawan kepada Kontan.co.id, Jumat (22/10).
Sebenarnya, Wawan melihat saham-saham big cap sektor konstruksi dan properti memiliki prospek yang menarik. Hanya saja, pergerakan sahamnya diprediksi baru akan menggeliat tahun depan.
Sektor saham lain yang memungkinkan menjadi penopang hingga akhir tahun adalah sektor kesehatan dan sektor energi. Hanya saja, kapitalisasi pasar untuk saham-saham sektor kesehatan plat merah masih minim. Sehigga dampaknya ke pergerakan indeks tidak begitu besar.
Sementara untuk sektor energi seperti PTBA, sebenarnya masih memiliki peluang mengalami kenaikan harga walaupun cenderung terbatas. Penguatan harga saham PTBA dinilai sudah cukup tinggi dan harga batu bara mulai mengalami penurunan dibanding sebelumnya.
Oleh karenanya, Wawan juga menyarankan investor untuk bersiap cut loss. Adapun target harga PTBA berada di Rp 2.900 - Rp 3.000 per saham.
Selain PTBA, ia juga menyarankankan saham perbankan seperti BBRI dengan target harga Rp 4.700-Rp 4.800 per saham, BMRI dengan target harga Rp 7.500 per saham. Sementara BBNI target harganya Rp 7.800- Rp 8.000 per saham dan BBTN di kisaran harga Rp 2.000-an.
Sepengamatan Wawan, saham-saham big cap biasanya akan menguat seiring dirilisnya laporan keuangan emiten hingga bulan Maret atau April. Akan tetapi, Wawan melihat tahun depan akan berbeda, saham-saham big cap berpotensi menjadi penopang IHSG lebih lama sepanjang tidak terjadi gelombang Covid-19 lainnya.
"Saya rasa prospek tahun depan IHSG tembus rekor baru di atas 7.000 akan terbuka lebar sekali. Kalau seperti itu, big caps masih akan menjadi favorit terutama sektor-sektor yang terkait pemulihan ekonomi," ujarnya.
Sementara itu, Analis Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas mencermati, saham-saham sektor kontruksi dan basic industri menarik dicermati. Terutama, saham-saham konstruksi yang mayoritas mengalami peningkatan signifikan karena adanya window dressing di akhir tahun.
Beberapa saham yang dijagokannya seperti ADHI, PTPP, WSKT, WIKA beserta anak usahanya. "Dengan target potensi kenaikan 15% sampai 25% karena saat ini tren harganya sudah mulai tren kenaikan atau sudah transisi," jelas Sukarno kepada Kontan.co.id, Minggu (24/10).
Ia juga mengamati, saham-saham plat merah sesungguhnya berpotensi ditutup di zona hijau akhir tahun ini. Khususnya untuk saham-saham yang saat ini penurunannya antara 10% hingga 20%. Akan tetapi untuk saham-saham yang mengalami tekanan 25% hingga 30% kemungkinan akan mendekati harga wajarnya di penutupan akhir tahun nanti.
Sukarno pun beranggapan, penurunan yang dialami oleh dua indeks plat merah secara year to date itu dikarenakan beberapa saham sempat menguat cukup signifikan tahun sebelumnya. Misalnya, saham-saham konstruksi, basic industri, dan farmasi.
Selanjutnya: IHSG masih berpotensi menghadapi profit taking sepekan ke depan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News