Net Buy Asing Berpotensi Mengalir Lagi, Ini Rekomendasi Saham yang Layak Dilirik

Senin, 25 September 2023 | 07:45 WIB   Reporter: Ridwan Nanda Mulyana
Net Buy Asing Berpotensi Mengalir Lagi, Ini Rekomendasi Saham yang Layak Dilirik


REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menembus level psikologis 7.000 di akhir pekan, usai naik 0,36% ke posisi 7.016,84 pada Jumat (22/9). IHSG menguat 0,49% sepanjang pekan lalu, yang turut didorong oleh aksi beli bersih (net buy) oleh investor asing.

Dalam rentang perdagangan 18 - 22 September 2023, net buy investor asing nyaris menembus Rp 1,7 triliun di seluruh pasar. Berbalik dari aksi jual bersih (net sell) senilai Rp 1,81 triliun yang tercatat pada pekan sebelumnya.

Penguatan IHSG dan dana investor asing yang kembali mengalir disinyalir terdorong oleh kebijakan suku bunga acuan yang sesuai ekspektasi pasar. Seperti diketahui, The Fed menahan suku bunga acuan di level 5,25% - 5,5%. Sementara Bank Indonesia (BI) kompak menjaga tingkat suku bunga, yakni di posisi 5,75%.

"Aliran net buy di pasar saham mencapai sekitar Rp 1,70 triliun. Dua sentimen yang dominan yakni hasil kebijakan suku bunga The Fed dan BI yang sesuai consensus," kata Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro kepada Kontan.co.id, Minggu (24/9).

Baca Juga: Asing Banyak Melego Saham-Saham Ini Selama Sepekan di Tengah Penguatan IHSG

Founder dan CEO Finvesol Consulting Fendi Susiyanto menyoroti dua katalis penting yang dapat mengalirkan kembali net buy investor asing ke bursa Indonesia. Yakni arah suku bunga acuan dan inflasi di negara-negara maju, terutama Amerika Serikat (AS).

The Fed memang masih menjaga tingkat suku bunga acuan pada bulan September ini. Namun, ekspektasi terhadap pemangkasan suku bunga pada tahun 2024 berubah jadi lebih konservatif. Dari proyeksi semula ada pemangkasan 75 basis points (bps) ke level 4,75%, menjadi 50 bps ke tingkat 5%.

Proyeksi itu tak lepas dari inflasi yang kembali menghangat, terutama akibat lonjakan harga minyak mentah dunia yang sudah menembus US$ 90 per barel. Kondisi ini bisa memicu kekhawatiran terjadinya ketidakpastian (uncertainty) terhadap laju inflasi dan pemangkasan suku bunga.

Pasalnya, negara-negara maju seperti AS sangat sensitif terhadap inflasi. Berbeda dengan Indonesia yang laju inflasinya relatif terjaga sesuai target. 

"Ini bisa menguntungkan negara berkembang yang stabil seperti Indonesia. Ketika ada uncertainty, mereka (investor) akan beralih ke pasar yang lebih pasti," ujar Fendi.

Di samping faktor makro ekonomi yang terbilang apik, Fendi menilai pasar saham Indonesia masih lebih menarik ketimbang bursa lain di kawasan Asia Tenggara. Dus, Fendi meyakini kondisi ini bisa menjaga IHSG bergerak di level 7.000 menjelang akhir tahun 2023.

CEO Edvisor Profina Visindo Praska Putrantyo sepakat, arus dana investor asing berpotensi menyasar pasar modal di negara dengan pertumbuhan stabil atau yang berpeluang terakselerasi. Di tengah kurs rupiah yang masih terjaga di bawah Rp 15.500 per dolar AS, Praska melihat ada potensi dana asing juga akan mengalir ke pasar Surat Berharga Negara (SBN).

"Prospek hingga sisa akhir tahun ini, pasar modal Indonesia, khususnya di pasar saham berpeluang menarik investor. Meskipun akumulasinya tidak signifikan karena masih wait and see terhadap sentimen global lainnya," kata Praska.

Baca Juga: Tersulut Harga Komoditas, Ini Tips Berinvestasi di Saham Berbasis Energi

Sementara itu, Nico mengingatkan potensi kenaikan suku bunga acuan The Fed pada November mendatang menjadi 5,5% - 5,75%. Dengan selisih atau spread yang semakin menyempit dengan suku bunga BI, hal ini akan menjadi tantangan untuk emerging market seperti Indonesia.

Pada asumsi itu, aliran dana asing bisa kembali ke AS dalam posisi rate yang cenderung sama dengan Indonesia. Hanya saja, Nico memperkirakan potensi terjadinya net sell pasca kenaikan suku bunga acuan The Fed nanti hanya akan berlangsung sementara.

"Kondisi domestik di Indonesia masih kondusif dengan katalis positif dari kampanye secara masif hingga akhir tahun dan potensi pertumbuhan earning saham-saham big cap, yang akan mendongkrak minat investor asing kembali menyasar pasar saham domestik," terang Nico.

Strategi Investasi & Rekomendasi Saham

Senada, Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Martha Christina turut memperkirakan secara akumulasi investor asing akan membukukan net buy hingga akhir tahun. Namun, aliran dana yang masuk ditaksir relatif terbatas, lantaran ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed di kuartal IV-2023.

Sehingga agar IHSG bisa bertahan di atas level psikologis 7.000 seperti saat ini, pasar perlu ditopang oleh data ekonomi yang kuat. Termasuk dengan dorongan sentimen lainnya seperti kenaikan harga komoditas.

Di tengah ketidakpastian yang masih membayangi, pelaku pasar bisa mempertimbangkan untuk merealisasikan keuntungan (taking profit) sebagian terhadap saham yang harganya sudah naik signifikan. Investor bisa mulai fokus pada emiten yang membukukan kinerja apik di tahun ini. 

"Mengingat pada bulan depan, akan masuk ke musim laporan keuangan kuartal ketiga," imbuh Martha.

Financial Expert Ajaib Sekuritas Ratih Mustikoningsih ikut memprediksi aksi net buy investor asing pada pekan lalu berpotensi berlanjut. Kemungkinan itu didorong oleh sejumlah faktor. Meliputi kenaikan harga komoditas energi, pertumbuhan ekonomi dan konsumsi domestik yang solid.

Apalagi menjelang rilis laporan keuangan emiten pada kuartal III-2023 dan mengantisipasi window dressing pada akhir tahun. 

"Capital inflow di pasar ekuitas turut menjadi booster pergerakan IHSG," ungkap Ratih.

Di penghujung September sepekan ke depan, Ratih menaksir IHSG bergerak mixed cenderung menguat dalam rentang 6.970 - 7.080.

Secara teknikal, pelaku pasar bisa mencermati trading plan dengan mengoleksi saham PT Mayora Indah Tbk (MYOR), PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO).

 

 

Sedangkan Nico menyoroti lima saham yang menjadi favorit investor asing pada pekan lalu. Yakni PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), PT Bank Central Asia Tbk  (BBCA), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dan EXCL.

Nico melihat kelimanya masih cukup prospektif. Namun Nico melirik saham AMMN, TLKM, dan EXCL yang masih menarik dikoleksi. Target harga masing-masing ada di Rp 5.800, Rp 4.000 dan Rp 2.600 per saham.

Sementara itu, Praska menjagokan saham dari sektor energi, industri otomotif, perbankan, barang dan jasa konsumsi (consumer), serta transportasi & logistik. Saham pilihannya adalah PT Harum Energy Tbk (HRUM), PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Astra International Tbk (ASII).

Di samping itu, saham PT Samudera Indonesia Tbk (SMDR), PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPMX), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) juga menarik untuk dicermati.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi

Terbaru