Pada Tahun Ini, Timah (TINS) Menargetkan Produksi 35.000 Ton Bijih Timah

Selasa, 15 Maret 2022 | 05:15 WIB   Reporter: Akhmad Suryahadi
Pada Tahun Ini, Timah (TINS) Menargetkan Produksi 35.000 Ton Bijih Timah


EMITEN - JAKARTA. PT Timah Tbk (TINS) optimistis volume produksi akan lebih baik dari tahun lalu. Untuk itu, emiten tambang milik negara ini siap meningkatkan angka produksi bjih timah.

Sekretaris Perusahaan Timah Abdullah Umar mengatakan, tahun ini TINS menargetkan memproduksi 35.000 ton bijih timah. “Kami mengoptimalisasi bijih-bijih yang masih terserak di lokasi-lokasi tertentu,” terang Abdullah kepada awak media, Senin (14/3).

Untuk tahun ini, produksi timah akan lebih banyak yang berasal dari penambangan laut. Salah satu pertimbangannya adalah timah yang dihasilkan di penambangan laut memiliki margin yang lebih tebal karena lebih efisien.

Meski demikian, TINS tidak melupakan bisnis pertambangan daratnya karena banyak masyarakat yang menggantungkan kesejahteraannya di pertambangan darat.  

Baca Juga: Di 2021, Duta Intidaya (DAYA) Mencetak Pendapatan Hingga Rp 971,29 Miliar

Sebagai gambaran, produksi TINS tahun lalu mengalami penurunan. Produksi bijih timah sepanjang tahun 2021 sebesar 24.670 ton atau menurun 38% dari realisasi produksi di 2020 yang mencapai 39.757 ton.

Abdullah mengatakan, penurunan angka produksi ini karena menurunnya kontribusi dari penambangan darat. Sebagai gambaran, produksi timah tahun lalu didominasi dari hasil penambangan laut yakni sebesar 54%, sementara sisanya berasal dari penambangan darat, sebanyak 46%.

Lebih tingginya produksi timah dari penambangan laut disebabkan oleh lebih banyaknya armada yang beroperasi di laut.

Senada, produksi logam timah TINS juga turut menyusut, yakni sebesar 26.465 MTon atau menurun 42% dari produksi tahun 2020 sebesar 45.698 MTon. Volume penjualan logam timah TINS juga menurun 52% menjadi 26.602 MTon dari sebelumnya 55.782 MTon.

Namun, kinerja TINS terdorong rerata harga jual atau average selling price (ASP) yang melonjak 89% menjadi US$ 32.619 pada tahun lalu. Sehingga, TINS membukukan pendapatan senilai Rp 14,60 triliun, hanya menurun 4% dari pendapatan di tahun 2020 sebesar Rp 15,21 triliun.

Baca Juga: Wijaya Karya (WIKA) Catatkan Kontrak Baru Rp 6,1 Triliun Hingga Februari 2022

Selain faktor naiknya harga timah, membaiknya kinerja TINS juga berkat strategi memperbaiki kinerja keuangan, salah satunya dengan melakukan pembayaran utang sehingga membuat beban keuangan menurun. TINS juga melakukan efisiensi di seluruh unit kerja.

Hal ini tercermin dari menyusutnya sejumlah beban yang ditanggung TINS. Beban pokok pendapatan misalnya, menurun 21% menjadi senilai Rp 11,17 triliun dari tahun 2020 yang mencapai Rp 14,09 triliun. Beban keuangan juga menurun 43,9% menjadi Rp 340,66 miliar dari sebelumnya Rp 607,37 miliar.

Alhasil, TINS membukukan laba bersih senilai Rp 1,30 triliun sepanjang tahun lalu. Angka ini berbanding terbalik dengan realisasi bottom line di tahun 2020 dimana TINS menderita kerugian senilai Rp 340,59 miliar.

EBITDA Timah juga naik 150% menjadi Rp 2,90 triliun dari sebelumnya Rp 1,16 triliun. Berkurangnya beban finansial akibat dari strategi deleveraging dan kemampuan TINS memilih sumber pendanaan berbiaya rendah menjadi faktor pendorong melejitnya EBITDA.

Membaiknya kinerja TINS juga tampak dari rasio profitabilitas. Anggota holding tambang MIND ID ini mencatatkan net profit margin (NPM) menjadi 9% dari sebelumnya masih minus 2% pada 2020. Gross profit margin (GPM) juga naik menjadi 24% dari sebelumnya hanya 7% di 2020.

Rasio solvabilitas yang tercermin dari debt to equity ratio (DER) juga menurun menjadi 82% dari sebelumnya 142% pada 2020.

Untuk tahun ini, manajemen TINS telah menyiapkan sejumlah strategi. Yang menjadi prioritas adalah, TINS akan memperbaiki tata kelola niaga timah. Sebab, timah Indonesia dan timah yang dihasilkan TINS masih menjadi barometer pergerakan harga di London Metal Exchange (LME).

Abdullah mengatakan, segala sesuatu yang datang dari TINS dapat mempengaruhi harga logam timah. TINS juga akan memperbaiki ekosistem pertimahan sehingga kenaikan harga timah saat ini tidak hanya dirasakan oleh TINS tetapi juga para pemangku kepentingan (stakeholder) dan masyarakat.

“Dengan kinerja yang semakin baik, kami tidak ingin bergantung ke windfall harga. Oleh karena itu kami menyiapkan Langkah strategi” terang Abdullah.

Selain itu, pemanfaatan teknologi Ausmelt yang akan beroperasi di semester kedua tahun ini diharapkan bakal mampu menekan biaya produksi pembuatan logam. Dus, profitabilitas TINS akan semakin moncer di tengah iklim usaha yang semakin kompetitif. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi

Terbaru