Pandemi corona masih menekan kinerja emiten batubara di kuartal III

Senin, 16 November 2020 | 07:15 WIB   Reporter: Akhmad Suryahadi
Pandemi corona masih menekan kinerja emiten batubara di kuartal III


EMITEN - JAKARTA. Pandemi Covid-19 turut menggerus kinerja emiten di sektor pertambangan batubara. Sejumlah emiten batubara melaporkan penurunan kinerja secara tahunan di kuartal ketiga 2020.

PT Bukit Asam Tbk (PTBA) misalnya, membukukan laba bersih senilai Rp 1,7 triliun hingga kuartal ketiga 2020. Laba bersih ini menurun 44% jika dibandingkan dengan laba bersih pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 3,10 triliun.

Sejalan, emiten pelat merah ini membukukan penurunan pendapatan bersih sebesar 20,94% secara tahunan, dari Rp 16,25 triliun menjadi Rp 12,8 triliun di triwulan ketiga 2020. Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin membeberkan, turunnya kinerja PTBA sepanjang tiga kuartal 2020 tidak terlepas dari  melemahnya harga batubara dan melemahnya permintaan batubara. 

Baca Juga: IHSG berpotensi melemah esok hari, saham-saham ini bisa dicermati

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), harga batubara acuan (HBA) merosot sekitar 24% dari US$ 65,93 per ton pada bulan Januari 2020 menjadi US$ 49,92 per ton pada bulan September 2020. “Selama triwulan pertama dan kedua, banyak Negara-negara yang menerapkan lockdown. Selain itu, ada penurunan permintaan listrik dari PLN. Ini berpengaruh ke penjualan,” ujar Arviyan, belum lama ini.

Adapun sepanjang 9 bulan pertama 2020, volume penjualan batubara Bukit Asam menurun 9% secara tahunan menjadi 18,6 juta ton.

Hal yang sama juga dialami PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Adaro membukukan penurunan pendapatan sebesar 26% secara tahunan menjadi US$ 1,95 miliar per kuartal III-2020. Penurunan pendapatan didorong oleh penurunan harga jual rerata atau average selling price (ASP) sebesar 18%. Hal ini lantas membuat laba bersih periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk turun 73,06% menjadi US$ 109,37 juta.

“Meskipun dibayangi oleh tantangan ekonomi makro, kami masih dapat mempertahankan operasi yang solid. Kondisi pasar batubara yang sulit akibat ekonomi global yang masih belum kondusif karena pandemi yang berkepanjangan terus menekan profitabilitas perusahaan,” ungkap Presiden Direktur dan Chief Executive Officer Adaro Energy Garibaldi Thohir.

Baca Juga: IHSG diramal melemah pada pekan depan seiring memudarnya Biden effect

Dari sisi volume,  penjualan batubara ADRO hingga September 2020 menurun 9%, dari 44,66 juta ton menjadi 40,76  juta ton.

PT Bayan Resources Tbk (BYAN) pun mengalami nasib yang sama. Emiten batubara besutan Dato' Dr. Low Tuck Kwong ini membukukan penurunan laba bersih sebesar 12.28% secara tahunan menjadi US$ 1 miliar. BYAN membukukan laba bersih periode berjalan sebesar US$ 108,22 juta  atau turun 48,36% secara tahunan.

Manajemen BYAN menyebut, sejak pandemi Covid-19 mewabah, Indeks batubara Newcastle yang menjadi acuan (benchmark) mengalami penurunan secara signifikan, namun mulai bangkit kembali pada akhir kuartal ketiga 2020. Harga jual rerata (ASP) di kuartal ketiga sebesar US$ 34,6 per metrik ton, lebih rendah dari harga yang menjadi patokan pada anggaran hasil revisi yakni US$ 36,7 per metrik ton. Ini sehubungan dengan penurunan yang lebih besar dari yang diperkirakan pada Indeks Newcastle dan ICI4.

Baca Juga: Selamat Sempurna (SMSM) buka peluang pasok komponen mobil listrik

Diantara emiten batubara bahkan ada yang mengalami kerugian di kuartal ketiga 2020. PT Bumi Resources Tbk (BUMI) misalnya, membukukan kerugian bersih senilai US$ 137,3 juta. Realisasi ini berbanding terbalik dengan torehan laba bersih per September 2019 yang mencapai US$ 76,1 juta. Selain itu, pendapatan BUMI juga menurun sebesar 19% secara tahunan  menjadi US$ 2,77 miliar dari sebelumnya US$ 3,41 miliar.

Direktur dan Sekretaris Perusahaan Bumi Resources Dileep Srivastava mengatakan, realisasi harga batubara pada hingga September2020 mengalami penurunan 14% yang dipicu oleh kondisi ekonomi global dan pasar yang negatif. Hal ini berimbas pada permintaan batubara pada pasar utama BUMI. Selain itu, terjadi penurunan pada volume penjualan sebesar 5% secara tahunan karena terkoreksinya permintaan batubara China dan India.

Selanjutnya: Harga saham GIAA (Garuda Indonesia) naik 35% seminggu, cek PER dan PBV-nya

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi
Terbaru