EMITEN - JAKARTA. Berdasarkan data laporan keuangan 2020 yang dirilis oleh PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC), emiten ini mengalami penurunan posisi total piutang dari Rp 84,69 miliar sepanjang tahun 2019 menjadi Rp 67,41 miliar pada tahun lalu.
Adapun dari jumlah tersebut terdiri dari piutang usaha dan piutang lain-lain dengan porsi masing-masing 97,38% dan 2,62% dari total keseluruhan piutang yang dimiliki oleh IPCC. Dari jumlah piutang usaha, jika dikategorikan maka terdiri atas piutang usaha berdasarkan umur piutang dimana porsi terbesar ialah pada sub kategori piutang telah jatuh tempo dengan waktu lebih dari 180 hari dan waktu 1 – 30 hari dimana pada akhir 2020 masing-masing sejumlah Rp 41,50 miliar dan Rp 26,85 miliar.
Lalu, terdapat sub kategori berdasarkan pelanggan dan berdasarkan mata uang dimana semua piutang usaha IPCC ialah dalam bentuk mata uang rupiah dan tidak adanya eksposur dalam mata uang dalam valuta asing.
Baca Juga: Garuda Indonesia Group layani penerbangan dengan pilot dan awak yang telah divaksin
Untuk mengantisipasi adanya risiko piutang tak tertagih maka manajemen IPCC melakukan penyisihan atau provisi terhadap nilai piutang yang jumlahnya di tahun 2020 mengalami kenaikan menjadi Rp 37,45 miliar dari tahun sebelumnya hanya sebesar Rp10,23 miliar.
Investor Relations IPCC Reza Priyambada menjelaskan tujuan dilakukannya pencadangan penyisihan ini ialah untuk menutupi kemungkinan kerugian dari tidak tertagihnya piutang, khususnya pada nilai piutang yang sudah lama umurnya.
Selain itu, IPCC juga melakukan perbaikan pada metode penagihan atau kolektabilitas terhadap munculnya piutang di perseroan. Pada dasarnya, sambungnya, nilai piutang di neraca diupayakan dapat terjaga agar nilainya sama dengan nilai bersih yang dapat direalisasikan.
Oleh karena itu, Reza bilang agar nilai piutang dapat merepresentasikan nilai bersih yang dapat direalisasikan maka piutang (sebagian atau seluruhnya) yang diperkirakan tidak dapat tertagih perlu disisihkan atau dicadangkan dari pos piutang melalui metode pencadangan/penyisihan piutang tidak tertagih (allowance method).
Adapun cara tersebut ialah dengan melakukan estimasi besarnya piutang-piutang yang tidak dapat tertagih dan menyajikan nilai estimasi tersebut sebagai penyisihan piutang tidak tertagih, yang nantinya akan mengurangi nilai piutang bruto.
Baca Juga: Rogoh kocek Rp 726 juta, Low Tuck Kwong kembali beli 51.000 saham Bayan (BYAN)
Dalam Laporan Keuangan IPCC, telah disampaikan bahwa nilai piutang usaha di tahun 2020 berdasarkan kategori umur Piutang ialah sebesar Rp 103,09 miliar. Lalu, dikurangi dengan penyisihan penurunan nilai sebesar Rp37,45 miliar sehingga didapatkan nilai piutang bersih ialah sebesar Rp 65,64 miliar yang nilainya lebih rendah 22,17% dibandingkan nilai piutang usaha pada 2019 sebesar Rp84,34 miliar.
Sementara itu, untuk mengurangi terjadinya kembali peningkatan nilai Piutang tak tertagih maka IPCC juga menerapkan Metode Penggunaan Supply Chain Financing (SCF) kepada para pengguna jasa.
"Saat ini IPCC telah menjalin kerja sama dengan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dalam implementasi SCF," ujar Reza dalam siaran pers, Selasa (18/5).
Ia menambahkan skema SCF memungkinkan IPCC menerima pembayaran dari perbankan atas layanan yang diberikan IPCC kepada para pelanggannya dalam jangka waktu yang lebih singkat setelah nota penagihan diterbitkan.
Selanjutnya, pihak pengguna jasa yang akan melakukan pembayaran kepada perbankan. Dengan terjalinnya kerja sama tersebut maka penyelesaian piutang ke depannya akan lebih terkendali dan terselesaikan dengan baik.
Dengan demikian, lanjut Reza, arus kas operasi perseroan pun akan lebih lancar ke depannya sehingga menjaga performance keuangan IPCC yang lebih baik.
Baca Juga: Buka peluang kerek produksi, ABM Investama (ABMM) cermati pergerakan harga batubara
Di sisi lain, untuk menjaga keberlangsungan pemberian jasa layanan Kepelabuhan kepada para pelanggan, IPCC juga memberlakukan metode Cash Management System (CMS) dimana para pengguna jasa memberikan deposit sejumlah tertentu sebelum dilakukannya bongkar muat dari dan ke kapal Ro-Ro.
Dengan adanya CMS maka diharapkan dapat mencegah timbulnya piutang baru seiring dengan sudah adanya pembayaran di awal yang dilakukan.
Sebagai tambahan informasi bahwa penyelesaian masalah piutang usaha ini menjadi concern dari manajemen IPCC karena menjadi bagian dari penilaian dan target Key Performance Indicator (KPI) Management. Di tahun 2020, average collection period (ACP) atas piutang ialah sebesar 78,81 hari dan di tahun 2021 diharapkan dapat menjadi 54,28 hari sesuai dengan target KPI.
Selanjutnya: Industri otomotif mulai pulih, Indospring (INDS) yakin kinerja di 2021 tumbuh positif
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News