Saham-Saham Komoditas Naik Daun, Manajer Investasi Imbau Investor Tetap Diversifikasi

Senin, 07 Maret 2022 | 21:06 WIB   Reporter: Nur Qolbi
Saham-Saham Komoditas Naik Daun, Manajer Investasi Imbau Investor Tetap Diversifikasi

ILUSTRASI. Saham-saham berbasis komoditas naik signifikan di awal tahun ini.


REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Pada awal tahun 2022, para pengamat pasar memprediksi bahwa saham-saham yang berkaitan dengan pemulihan ekonomi akan menjadi andalan pada tahun ini. Namun, sejauh ini, yang terlihat mencatatkan kenaikan signifikan justru saham-saham berbasis komoditas.

Hal itu terbukti dari indeks sektor energi (IDX Sector Energy) yang mencatatkan peningkatan tertinggi dibanding indeks sektor lainnya, yakni 31,43% secara year to date (ytd) per Senin (7/3). Sementara sektor transportasi dan logistik (IDX Sector Transportation & Logistic) yang berada di peringkat kedua hanya naik 7,26% ytd.

Sebagaimana diketahui, pelaku pasar banyak menggandrungi saham berbasis komoditas seiring dengan kenaikan harga minyak mentah, batubara, nikel, maupun crude palm oil (CPO) yang terjadi belakangan ini. Hal ini seiring dengan konflik Rusia-Ukraina yang menghambat suplai minyak mentah, nikel, serta minyak bunga matahari dari kedua negara tersebut.

Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Roger M. M. menilai, berkat kenaikan harga jual, pelaku pasar memprediksi, laporan keungan kuartal I-2022 para emiten berbasis komoditas akan mencatat kinerja gemilang. "Alhasil, cukup rasional untuk mempertahankan sektor komoditas dalam portofolio sehingga bisa saja porsi mereka di saham-saham komoditas saat ini lebih besar," kata Roger saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (7/3).

Baca Juga: IHSG Terkoreksi, Saham-Saham Ini Banyak Dijual Asing di Awal Pekan

Terlebih lagi, emiten berbasis komoditas juga telah membukukan kinerja yang cukup melonjak sepanjang 2021 lalu. Dengan begitu, pelaku pasar juga memprediksi adanya peluang untuk memperoleh dividen jumbo dari keuntungan tahun buku 2021.

Meskipun begitu, menurut Roger, investor sebaiknya tidak mengalihkan seluruh portofolio ke saham berbasis komoditas karena memiliki volatilitas tinggi. Porsinya perlu disesuaikan, yakni antara 20%-50% dari total nilai portofolio, tergantung profil risiko dan jangka waktu investasinya.

Untuk diversifikasi, investor dapat menyeimbangkannya dengan saham-saham dari growth sector seperti perbankan dan defensive sector seperti infrastruktur dan barang konsumsi. "Ketika sektor energi sedang berada di atas, maka ada sektor lain yang mengalami penurunan karena imbas kondisi saat ini sehingga menjadi menarik untuk diperhatikan masuk dalam portofolio, yakni sektor perbankan dan barang konsumsi," tutur Roger.

Meski return yang dihasilkan tidak setinggi saham komoditas, saham-saham yang terkait dengan pemulihan ekonomi tersebut tergolong menarik. Pelaku pasar dapat meliriknya terutama untuk investasi jangka menengah hingga jangka panjang.

Baca Juga: Harga Komoditas Terkerek, Saham-Saham Ini Jadi Top Picks Mirae Asset Sekuritas

Hal ini sejalan dengan optimisme beberapa ekonom dan analis yang memprediksi bahwa ekonomi 2022 akan lebih baik dibanding 2021. Saham-saham yang berkaitan dengan pemulihan ekonomi juga diyakini akan kembali digandrungi saat saham komoditas mulai melandai.

Bernada serupa, Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management Reza Fahmi mengatakan, diversifikasi portofolio perlu dilakukan agar saat saham komoditas turun, saham lainnya dapat menopang portofolio investor. "Saham sektor perbankan dan barang konsumsi dapat menjadi pilihan karena investor asing banyak juga membeli di sektor ini," ucap Reza.

Untuk saham teknologi yang melesat tajam pada 2021, Reza kurang menyarankan karena saham-saham teknologi di bursa saham Amerika Serikat juga tengah anjlok. Jika ingin mempunyai saham yang berkaitan dengan teknologi, ia lebih menyarankan untuk melirik bank digital yang diyakini akan terkena efek positif pemulihan ekonomi.

Baca Juga: IHSG Merosot 0,86% ke 6.869, Saham Big Cap Ini Banyak Dilepas Asing

Roger juga mengimbau, saham-saham teknologi yang valuasinya sudah mahal sebaiknya dihindari dahulu. Sementara itu, yang valuasinya murah dan mempunyai pertumbuah double digit masih layak dilirik.

Portofolio investasi

Roger menyampaikan, ada perbedaan dalam menyusun portofolio investasi jangka pendek dan jangka panjang. Portofolio investasi jangka panjang lebih diarahkan kepada saham-saham berkapitalisasi besar ( big caps) dengan kinerja yang positif serta stabil dalam lima tahun terakhir. Pembelian bertahap termasuk dalam strategi berinvestasi jangka panjang.

Adapun porsi diversifikasi terhadap nilai total investasi bisa terdiri dari saham komoditas sebesar 20%, saham terkait pemulihan ekonomi ( cyclical) 50%, dan saham defensif 30%. Untuk sahamnya Mirae Asset Sekuritas masih merekomendasikan perbankan besar, seperti BBRI, BMRI, dan BBNI.

Sementara itu, untuk jangka pendek yang umumnya di bawah satu tahun, portofolio bisa diarahkan untuk saham-saham second liner. Dengan catatan, emiten tersebut memiliki kinerja baik atau didukung sentimen sektoral.

Saham-saham big caps yang harganya sudah mengalami koreksi cukup dalam juga bisa dimanfaatkan untuk jangka pendek. Untuk sahamnya, Mirae Asset Sekuritas merekomendasikan ITMG, ADRO, AALI, dan SMDR .

Bernada serupa, Reza juga menilai, saham-saham komoditas di situasi saat ini dapat dimanfaatkan untuk investasi jangka pendek, sedangkan untuk jangka panjang, investor bisa mencermati saham-saham perbankan, seperti BMRI dan BBRI. Untuk porsinya, investasi jangka panjang dapat mencakup 60% dari total nilai portofolio, sementara jangka pendek 40%.

Baca Juga: Turun 0,86%, IHSG Diprediksi Lanjut Melemah pada Selasa (8/3)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat

Terbaru