REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Sejumlah emiten konglomerasi telah merilis kinerja keuangan tahun 2022. Hasilnya, sejumlah grup konglomerasi berhasil mencetak kinerja apik sepanjang tahun lalu, terutama yang berkaitan dengan sektor komoditas pertambangan.
Salah satu konglomerasi yang sudah merilis laporan keuangan adalah grup PT Astra International Tbk (ASII). ASII membukukan laba bersih senilai Rp 28,94 triliun sepanjang 2022, naik 43% secara year-on-year. Perlu dicatat, laba bersih ini dengan memperhitungkan penyesuaian nilai wajar dari investasi ASII di PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL).
Nah, laba bersih ASII yang tidak termasuk penyesuaian nilai wajar atas investasi Grup di GOTO dan HEAL mencapai Rp30,5 triliun. Raihan ini 51% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2021.
Presiden Direktur ASII Djony Bunarto Tjondro menyebut, kenaikan laba ini merefleksikan peningkatan kinerja dari hampir seluruh divisi bisnis Grup Astra, terutama bisnis alat berat dan pertambangan, otomotif serta jasa keuangan.
Baca Juga: Laba Semen Indonesia (SMGR) Meningkat 15,68% pada 2022, Cermati Rekomendasi Analis
“Astra mencatatkan pencapaian kinerja tertinggi pada tahun 2022, yang mencerminkan pemulihan ekonomi Indonesia yang kuat dan harga komoditas yang tinggi. Meskipun terdapat ketidakpastian terkait proyeksi ekonomi global, termasuk kemungkinan harga komoditas yang lebih rendah, kami tetap yakin dengan prospek jangka pendek Grup,” terang Djony.
Hampir seluruh lini bisnis ASII mencatatkan kenaikan kinerja. Misalkan, laba bersih divisi otomotif ASII naik 33% menjadi Rp9,7 triliun, merefleksikan volume penjualan yang lebih tinggi. Penjualan mobil di bawah naungan Astra pada tahun 2022 meningkat 17% menjadi 574.000 unit.
Namun, laba bersih dari divisi agribisnis ASII yang dijalankan lewat PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) menurun 12% menjadi Rp1,4 triliun. Penurunan ini disebabkan oleh volume penjualan kelapa sawit yang lebih rendah, yang terdampak dari ketentuan larangan ekspor Indonesia yang diberlakukan selama beberapa bulan pada tahun 2022
Head of Investor Relations ASII Tira Ardianti memperkirakan, penjualan mobil tahun ini akan relatif sama dengan tahun 2022 lalu, mengingat proyeksi ekonomi Indonesia di 2023 akan mirip dengan tahun lalu. Sisi suplai global dan ekonomi global yang masih belum pasti menjadi pertimbangan juga dalam menentukan target penjualan.
Kata Tira, target penjualan ini akan dicermati dari waktu ke waktu, menyesuaikan dengan situasi yang berkembang. Semakin membaiknya situasi Indonesia pasca lockdown Covid-19 diharapkan akan terus berlanjut, sehingga kegiatan ekonomi terus bergulir dan hal ini dapat menjadi katalis positif bagi dunia bisnis termasuk otomotif.
Menurut Tira, kinerja ASII pada bisnis berbasis komoditas memang akan tergantung juga pada harga komoditas.
“Tapi masih terlalu dini untuk memprediksi hingga akhir tahun akan seperti apa,” kata Tira.
Meskipun harga komoditas diperkirakan melandai, manajemen berharap harganya tidak akan serendah 2019 atau sebelum pandemi. Di sisi lain, peningkatan permintaan dari Cihna akan bisa menutupi harga komoditas yang lebih rendah.
Baca Juga: Laba Tahun Lalu Naik Tinggi, Begini Rekomendasi Saham BSDE dari Analis
Untuk Grup Sinarmas, Kontan.co.id mencatat sejauh ini hanya tiga emiten yang sudah melaporkan kinerja keuangan, yakni PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP), PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS), dan PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE).
INKP mencatatkan penjualan sebesar US$ 4 miliar hingga akhir 2022 atau naik 13,82% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya US$ 3,5 miliar. Dari sisi bottomline, INKP membekukan laba bersih sebesar US$ 857,51 juta pada 2022, naik 62,91% dibandingkan tahun sebelumnya pada 2021 sebesar US$ 526,36 juta.
Sementara emiten tambang batubara Sinarmas yakni GEMS kinerjanya juga tidak kalah solid. Pendapatan GEMS naik 84,14% menjadi US$ 2,91 miliar, dan laba bersih naik 95,5% menjadi US$ 680 juta.
Sekretaris Perusahaan Golden Energy Mines Sudin Sudirman mengatakan, kenaikan kinerja GEMS disebabkan oleh volume penjualan yang naik 32% dan harga jual rata-rata alias average selling price (ASP) naik 40% dibanding tahun lalu.
GEMS membukukan volume penjualan sekitar 39,2 juta ton batubara tahun lalu. Demikian juga dengan produksi di 2021 yang naik menjadi 34% dari semula 29 juta ton menjadi sekitar 39 juta di 2022.
“Kami tetap optimis dengan kondisi pasar batubara tahun ini, tetap berfokus pada produksi dan penjualan sesuai target. Tentunya kami juga akan mencermati tren Harga batubara, sesuai mekanisme pasar yang bisa naik dan juga bisa turun,” kata Sudin kepada Kontan.co.id, Selasa (14/3).
Adapun target produksi batubara tahun ini sekitar 40 juta ton dengan penjualan sekitar 41 juta ton, sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB)
Di Grup Saratoga, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) dan PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) sama-sama membukukan kinerja solid sepanjang tahun lalu, yang didorong oleh kenaikan harga batubara dan juga kenaikan volume penjualan.
ADRO misalnya, meraih laba bersih US$ 2,49 miliar pada tahun lalu, meroket 167,07% dibanding tahun 2021 senilai US$ 933,49 juta. Hasil itu didapat dari pendapatan usaha yang melesat 103% secara tahunan, dari US$ 3,99 miliar menjadi US$ 8,10 miliar.
Rekomendasi saham
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Robertus Yanuar Hardy menilai, ruang pertumbuhan ASII ke depan akan cukup terbatas.
“Ini menimbang kemungkinan melambatnya pertumbuhan penjualan mobil karena kenaikan suku bunga, tidak adanya insentif PPN, dan persaingan pasar yang lebih ketat,” kata Robertus kepada Kontan.co.id, Selasa (14/3).
Lebih lanjut, kinerja segmen bisnis CPO, alat berat, dan batubara ASII juga diproyeksi akan menurun dibanding tahun lalu. Hanya saja, kenaikan pembayaran dividen dibandingkan periode sebelumnya dapat menjadi katalis jangka pendek untuk saham ASII.
Oleh karena itu, Robertus menaikkan target harga untuk saham ASII menjadi Rp 6.500 dari sebelumnya Rp 5.900 dengan mempertahankan rekomendasi hold.
Analis UOB Kay Hian Sekurtas Limartha Adhiputra mempertahankan rekomendasi sell saham ADRO dengan target harga yang lebih rendah, yakni di Rp 2.600 dari target harga sebelumnya di Rp 2.750. Rekomendasi ini disematkan dengan menimbang estimasi laba bersih ADRO akan menurun karena ekspektasi harga batubara yang lebih rendah di tahun ini.
Limartha memperkirakan rasio pembayaran dividen final untuk tahun buku 2022 setidaknya bisa mencapai 60%, dengan perkiraan pembagian dividen final sebesar US$ 996 juta.
Sementara Analis BRI Danareksa Sekuritas Victor Stefano mempertahankan rekomendasi buy saham BSDE dengan target harga yang lebih rendah di Rp 1.300 dari sebelumnya Rp 1.400. Proyeksi dia, marketing sales BSDE akan menurun 5%, akibat kenaikan suku bunga KPR dan sentimen Pemilu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News