Ekonomi 2021 diprediksi membaik, investor disarankan tetap punya porsi saham defensif

Rabu, 30 Desember 2020 | 10:50 WIB   Reporter: Kenia Intan
Ekonomi 2021 diprediksi membaik, investor disarankan tetap punya porsi saham defensif


IHSG - JAKARTA. Kondisi ekonomi diekspektasikan membaik di tahun 2021 daripada tahun ini. Perbaikan ekonomi menyebabkan investor mulai berani menempatkan dana di saham-saham non-defensif. 

Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Hariyanto Wijaya dan Emma Fauni mengungkapkan, ketidakpastian karena pandemi Covid-19 akan menghilang secara bertahap seiring dengan perkembangan vaksin Covid-19. "Karena itu, kami mengekspektasikan investor beralih dari saham defensif ke saham cyclical dan value stocks," seperti yang tertulis dalam riset yang dirilis Rabu (9/12).

Ekspektasi ini juga didorong oleh terpilihnya Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden yang akan cenderung menjaga stabilitas geopolitik. Adapun sektor-sektor yang menjadi pilihan tahun depan seperti sektor perbankan, pertambangan nikel, pertambangan batubara, dan plantation seperti crude palm oil (CPO). 

Senada dengan riset tersebut, Kepala Riset NH Korindo Sekuritas Indonesia Anggaraksa Arismunandar juga mengamati, berbagai sektor seperti pertambangan, konstruksi, dan properti mulai unjuk gigi di pengujung tahun 2020. 

Baca Juga: Dari empat saham bank, hanya BBCA yang masih mencatat net buy asing sebulan terakhir

Saham-saham sektor properti dan konstruksi masih dianggap prospektif hingga tahun depan. Anggaraksa menjelaskan, katalis yang mendorong di antaranya UU Omnibus Law Cipta Kerja yang memudahkan perizinan lahan, peningkatan anggaran infrastruktur dalam APBN di tahun 2021, serta pembentukan pembentukan sovereign wealth fund. Mempertimbangkan hal tersebut, investor bisa mencermati saham-saham seperti WIKA, WSKT, PWON, dan CTRA tahun 2021. 

Di sisi lain, Anggaraksa mengamati saham-saham yang memproduksi nikel seperti ANTM dan INCO juga masih memiliki peluang. Ini seiring dengan ekspektasi peningkatan permintaan pada komoditas tersebut. 

Sekadar informasi, dalam riset Mirae Asset Sekuritas dijelaskan bahwa kenaikan harga nikel diramalkan masih berlanjut tahun depan. Peningkatan harga ini terdorong kenaikan permintaan untuk produksi baja, terutama dari China. Di sisi lain, kenaikan harga itu sebagai bentuk antisipasi naiknya permintaan nikel untuk produksi baterai kendaraan listrik.

 Baca Juga: IHSG melesat 54% dalam 9 bulan terakhir, begini proyeksi untuk tahun depan

Tidak jauh berbeda, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengungkapkan, saham-saham sektor pertambangan khususnya emas dan nikel juga masih akan menarik tahun depan. 

Di sisi lain, saham-saham perbankan, khususnya golongan buku empat, juga atraktif karena kinerjanya yang cukup kuat. Walau pandemi Covid-19 masih akan membayangi, Wawan menganggap perbaikan ekonomi akan mendorong kinerja emiten perbankan tahun depan karena mulai dibutuhkan oleh masyarakat. 

Adapun untuk sektor infrastruktur, khususnya penyedia menara telekomunikasi dinilai akan menarik karena masih dibutuhkan oleh masyarakat selama pandemi. Ini tercermin dari kinerja di tahun 2020 yang cenderung membaik. 

Wawan juga melihat, tahun depan akan menjadi kebangkitan bagi saham-saham yang sepanjang tahun 2020 ini sudah tertekan seperti ASII. Kendati penjualannya belum pulih sepenuhnya, Wawan mengamati kinerja ASII mulai menunjukkan pemulihan mendekat akhir tahun 2020.  

Baca Juga: Ini proyeksi IHSG di tahun 2021 dari Mandiri Sekuritas

Mempertimbangkan peluang tersebut, tahun depan Wawan cenderung menjagokan saham-saham seperti BBCA untuk sektor perbankan, INCO untuk sektor pertambangan, dan TOWR untuk sektor infrastruktur. Target harganya, Rp 36.000 hingga Rp 37.000 untuk BBCA, Rp 6.000 untuk INCO, dan Rp 1.200 untuk TOWR. 

Selain ketiga saham itu, Wawan turut menjagokan ASII dan KLBF, dengan target harga masing-masing Rp 7.000 untuk ASII dan Rp 1.600 dan Rp 1.700 untuk KLBF.

Menurut dia, walau sektor farmasi seperti KLBF diprediksi tidak akan mencatatkan kenaikan harga yang signifikan ke depan, sahamnya masih menarik dan bisa menjadi alternatif mengingat pendemi Covid-19 masih belum usai. 

Bagi investor yang memiliki strategi jangka menengah dan panjang, tiga hingga lima tahun, mereka dapat masuk ke saham-saham itu saat ini. Akan tetapi bagi mereka yang memiliki strategi jangka pendek Wawan cenderung menyarankan menunggu momen koreksi. 

Baca Juga: Investasi obligasi 2021, diversifikasi ke obligasi korporasi untuk mengejar yield

Kendati kondisi ekonomi berpotensi membaik tahun depan, Wawan mengingatkan bahwa pandemi Covid-19 masih membayangi. Oleh karenanya, investor masih perlu melakukan diversifikasi dengan mempertimbangkan saham-saham defensif ke dalam portofolionya. 

Senada dengan Wawan, Anggaraksa menambahkan bahwa saham-saham defensif selalu baik untuk kondisi ekonomi apapun. "Meski dalam pemulihan ekonomi sektor cyclical terlihat lebih menarik, kami tetap menyarankan investor untuk memiliki saham-saham defensif sebagai jangkar pada portofolio," kata dia. 

Di tengah kondisi seperti saat ini yang cenderung lagging, lanjut Anggaraksa,  investor bisa mencermati saham-saham seperti BMRI, KLBF, MYOR, dan TLKM. Investor pun perlu bersikap optimistis namun tetap berhati-hati atau cautiously optimistic tahun depan. 

Wawan menambahkan, tahun depan investor perlu mewaspadai saham-saham yang bergerak di sektor jasa seperti perhotelan dan transportasi. Kedua sektor itu dipandang masih akan berat karena aktivitas masyarakat dimungkinkan terbatas karena pandemi belum sepenuhnya berakhir tahun depan. 

Baca Juga: Berniat rights issue, Sejahteraraya (SRAJ) akan minta restu pemegang saham

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati

Terbaru