REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Emiten yang bergerak di industri kimia meracik formula untuk menumbuhkan kinerja pada tahun ini. Sejumlah indikator makro yang lebih kondusif dinilai bisa menjadi katalis positif dalam menggapai target tersebut.
Dari dalam negeri, industri manufaktur masih mencatatkan fase ekspansi. Tercermin dari Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada bulan April berada di posisi 52,7, melejit dibanding capaian Maret pada level 51,9.
Secara global, harga minyak mentah juga sudah melandai, kembali di bawah US$ 80 per barel. Harga minyak dunia akan berpengaruh terhadap rata-rata harga bahan baku, seperti naphtha pada industri petrokimia.
Dari segi pengembangan usaha, emiten industri kimia masih getol menggelar ekspansi. Seperti yang ditempuh oleh PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) yang rajin melakukan akuisisi dan menjajaki kerja sama sejak awal tahun 2023.
Baca Juga: Diantara Saham Emiten Properti, Ini yang Jadi Rekomendasi Analis
Terbaru, pada pekan lalu TPIA meneken nota kesepahaman (MoU) dengan Nippon Shokubai dan PT Nippon Shokubai Indonesia untuk menjajaki peluang bisnis kimia hijau. Sebelumnya, TPIA mengakuisisi dua anak usaha dari Grup PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) di bidang listrik dan air.
TPIA juga akan membangun pabrik chlor-alkali berskala global berkapasitas produksi lebih dari 400.000 metrik ton caustic soda atau sodium hydroxide per tahun dan 500.000 metrik ton ethylene dichloride (EDC) per tahun.
Anak usaha PT Barito Pacific Tbk (BRPT) ini pun masih mengembangkan kompleks Chandra Asri Perkasa (CAP2). Direktur Chandra Asri, Suryandi, mengungkapkan TPIA mencermati kondisi industri dan situasi geopolitik dalam menyesuaikan biaya investasi dan produk yang dihasilkan dari CAP2.
"Secara paralel, Perusahaan terus melakukan sinergi bisnis antara lain mempersiapkan utilitas sebagai penunjang proses operasional, teknis dan keuangan, agar nantinya dapat menunjang pengembangan CAP2," kata Suryandi kepada Kontan.co.di, Senin (29/5).
Dari sisi kinerja, Suryandi mengamini kondisi makro ekonomi global masih menjadi faktor yang menentukan. Sejumlah tantangan eksternal masih menghadang, seperti harga bahan baku yang fluktuatif serta permintaan luar negeri yang melambat.
Beruntung, sektor petrokimia masih terbantu dengan tingginya permintaan di pasar domestik. Suryandi bilang, produk TPIA menyokong sektor industri lainnya seperti otomotif, mesin, elektronika, konstruksi, aplikasi rumah tangga, dan lainnya.
"Kami berharap kinerja di tahun 2023 akan lebih baik dibandingkan tahun 2022. Didukung masih tingginya permintaan produk perseroan dalam negeri dan berlanjutnya margin yang positif," ungkap Suryandi.
PT Lautan Luas Tbk (LTLS) punya keyakinan yang sama, bisa mencetak pertumbuhan kinerja pada tahun 2023. Tidak muluk-muluk, LTLS menargetkan pertumbuhan pendapatan dan laba pada level single digit. Investor Relation LTLS, Eurike Hadijaya, memperkirakan momentum pertumbuhan akan bisa diraih pada semester kedua.
"Target perbaikan kinerja baru akan terlihat di kuartal ketiga dan keempat," imbuhnya.
PT Kusuma Kemindo Sentosa Tbk (KKES) memandang dengan lebih optimistis. Emiten yang bergerak di bidang usaha perdagangan besar bahan dan barang kimia ini mengejar pertumbuhan penjualan 19% dan kenaikan laba bersih 60%. Direktur KKES, Melly Elita, melihat berlanjutnya pertumbuhan ekonomi akan mendorong permintaan pasar yang lebih tinggi.
"Menyebabkan permintaan barang bertambah, sehingga akan lebih kondusif untuk menumbuhkan bisnis di tahun ini," kata Melly.
Baca Juga: Laba Melesat di Kuartal I-2023, Analis Beri Rekomendasi Buy Saham Indofood CBP (ICBP)
Rekomendasi Saham
Kepala Riset Surya Fajar Sekuritas Raphon Prima menyoroti dua model bisnis yang digeluti oleh emiten industri kimia. Meliputi segmen manufaktur dan model bisnis trading.
Pada tahun lalu, kinerja emiten kimia dengan model bisnis manufaktur seperti BRPT dan TPIA tertekan oleh lonjakan biaya serta sulit untuk menaikkan harga jual. Sedangkan emiten segmen bisnis trading masih cenderung bisa mempertahankan margin. Raphon menaksir, harga minyak dunia yang melandai akan membalikkan kondisi pada tahun ini.
"Perusahaan dengan bisnis model manufaktur kemungkinan akan melihat pemulihan kinerja, karena cost mereka akan mengalami penurunan," terangnya.
Namun dari sisi pergerakan harga saham, belum terbentuk kenaikan yang signifikan. Raphon menilai, pasar masih cenderung melihat terlebih dulu sejauh mana penurunan harga minyak bisa terefleksi kepada perbaikan margin.
Equity Analyst Kanaka Hita Solvera, William Wibowo menambahkan, pergerakan harga saham emiten kimia cenderung downtrend dan masih belum ada konfirmasi pembalikan arah. Dia melihat pelaku pasar akan terlebih dulu mencerna progres kinerja emiten pada semester pertama.
Menurut William, saham emiten kimia masih menarik sebagai pilihan diversifikasi jangka menengah hingga panjang. Untuk saat ini, pelaku pasar bisa mempertimbangkan buy on weakness saham PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA) dan PT AKR Corporindo Tbk (AKRA).
Sedangkan Research Analys Henan Putihrai Sekuritas, Ezaridho Ibnutama, menyarankan wait and see terlebih dulu. Sambil mencerna perkembangan harga minyak mentah dunia dan hasil kinerja emiten periode kuartal kedua 2023.
Saham yang bisa menjadi pertimbangan adalah BRPT, TPIA, dan ESSA. Secara teknikal, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana mengamati pergerakan harga emiten kimia masih cenderung sideways. Tapi, ada tanda-tanda penguatan pada saham BRPT, TPIA, dan AKRA.
Pelaku pasar bisa mempertimbangkan buy on weakness untuk ketiga saham tersebut. Sedangkan Raphon merekomendasikan saham BRPT dengan target harga di Rp 950 per lembar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News