REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Awal tahun 2021 menjadi momentum yang positif bagi komoditas energi, salah satunya minyak mentah. Melansir Bloomberg, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Maret 2021 berada di level US$ 57,55 per barel pada perdagangan Senin (8/2).
Ini merupakan level yang tertinggi sejak Juni 2019. Alhasil, kenaikan harga minyak ini dinilai menjadi berkah bagi emiten yang bergerak di sektor minyak dan gas (migas).
Analis Phillip Sekuritas Indonesia Michael Filbery menilai, rata-rata harga minyak mentah dunia yang lebih tinggi di tahun ini tentu akan berpengaruh ke performa penjualan emiten-emiten perminyakan. Harga jual rerata atau average selling price (ASP) emiten juga akan terkerek.
Michael melanjutkan, level harga minyak tahun ini menjadi momentum para pemain untuk meningkatkan volume penjualan minyak. Contohnya untuk PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) yang harga jual rata-ratanya relatif banyak terpengaruh oleh level harga minyak.
Baca Juga: Sentuh rekor tertinggi sejak Juni 2019, bagaimana prospek harga minyak ke depan?
Pada kuartal ketiga 2020, level ASP MEDC naik tajam sebesar 52% secara kuartalan. Oleh karena itu, Michael memperkirakan akan ada kenaikan ASP minyak ke level US$ 60 per barrel di tahun ini.
Michael merekomendasikan beli saham MEDC dengan target harga Rp 800. Sementara untuk emiten di sektor migas lainnya, yakni PT Elnusa Tbk (ELSA), dia lebih condong untuk merekomendasikan hold dengan target Rp 430.
Rekomendasi ini dengan asumsi rerata price to book value (PBV) 5 tahun ELSA sebesar 0,8 kali, sementara untuk level saat ini sudah berada di level -0,3 standar deviasi PBV 5 tahun.
Pada perdagangan hari ini, saham MEDC ditutup menguat 2,92% ke level Rp 705 dan saham ELSA ditutup menguat 1,58% ke level Rp 386 per saham.
Prospek harga minyak
Michael mengatakan, harga minyak dunia yang akhir-akhir ini memanas didukung oleh prospek pemulihan dan pertumbuhan ekonomi global yang lebih baik di tahun ini.
Data-data perekonomian Amerika Serikat (AS) terakhir antara lain data pengangguran serta data pemesanan stock pabrik yang dinilai membaik di awal tahun menjadi konfirmasi positif atas prospek perbaikan perekonomian di negeri Paman Sam tersebut. Indikator perbaikan ini juga didukung oleh stimulus fiskal yang digulirkan Presiden Joe Biden.
Hal tersebut juga didukung oleh mengetatnya pasokan minyak. Dari sisi supply, kebijakan produksi para kartel yang tergabung dalam OPEC+ turut mempengaruhi harga minyak.
Baca Juga: SKK Migas diminta buka-bukaan soal perencanaan produksi 1 juta barel per hari
Arab Saudi sebagai pemimpin de facto OPEC, memangkas produksi sebesar 1 juta barel per hari untuk Februari dan Maret 2021 guna mengompensasi peningkatan produksi dari Rusia.
“Untuk jangka menengah, saya melihat ada kecenderungan minyak WTI dapat melanjutkan penguatan ke level US$ 60 per barrel, level tertinggi yang pernah dicapai WTI pada 2019, sebelum runtuh ke level US$ 30 per barrel pada 2020,” terang Michael kepada Kontan.co.id, Senin (8/2).
Sementara untuk jangka pendek, Michael tidak menampik ada kemungkinan sejumlah negara produsen yang akan memanfaatkan kenaikan harga minyak untuk memaksimalkan penjualan mereka.
“Namun untuk jangka menengah di tahun ini, saya melihat harga cenderung menguat dan di atas rata-rata tahun ini, mengingat OPEC+ menargetkan defisit pasokan minyak di tahun ini,” pungkas Michael.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News