Ini Aturan Baru di Triv, Indodax, dan Tokocrypto Menyusul Pengenaan Pajak Kripto

Minggu, 08 Mei 2022 | 18:54 WIB   Reporter: Hikma Dirgantara
Ini Aturan Baru di Triv, Indodax, dan Tokocrypto Menyusul Pengenaan Pajak Kripto


ASET KRIPTO - JAKARTA. Pada bulan Mei ini, pemerintah telah resmi memberlakukan pajak untuk aset kripto. Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68.PMK.03/2022, kini perdagangan aset kripto dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Penghasilan (PPh).

Alhasil, kini para pedagang fisik aset kripto legal yang sudah terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi (Bappebti) memiliki kewajiban memungut PPN dan PPh bagi setiap investor yang melakukan transaksi jual dan beli.

Dengan adanya implementasi pajak tersebut, kini biaya transaksi di pedagang fisik aset kripto pun mengalami kenaikan.

CEO Triv Gabriel Rey mengatakan, kini pihaknya memungut pajak untuk transaksi beli sebesar 0,11% setiap transaksi dan sebesar 0,2% untuk transaksi jual. Sementara untuk transaksi swap, dikenakan biaya pajak sebesar 0,31%.

“Lalu, angka tersebut ditambah lagi dengan fee transaksi di Triv yang sebesar 0,1%,” kata Gabriel ketika dihubungi Kontan.co.id, Minggu (8/5).

Baca Juga: Kena Pajak Final, Biaya Trading di Indodax Naik Jadi 0,51%

Sementara itu, pedagang fisik aset kripto lainnya, Indodax juga menaikkan biaya yang dikenakan dalam proses pembelian aset kripto atau taker fee dari semula 0,3% menjadi 0,51%.

Namun, untuk biaya yang dikenakan dalam proses penjualan atau maker fee, Indodax masih belum mengubahnya, masih 0%.

Selain Triv dan Indodax, Tokocrypto juga sudah memberlakukan tarif PPN 0,11% dan PPh sebesar 0,1% sesuai dengan aturan PMK tersebut. Kini, biaya trading fee di Tokocrypto menjadi 0,31%, yang berasal dari trading fee sebesar 0,1% kemudian ditambahkan PPN dan PPh sebesar 0,21%.

VP Corporate Communication Tokocrypto, Rieka Handayani menuturkan, Tokocrypto akan selalu menerapkan Good Corporate Governance (GCG). Selain itu, Tokocrypto juga patuh serta tunduk pada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

"Kami yakin peraturan ini dibuat merupakan sinyal dukungan pemerintah dalam melegitimasi aset kripto di Indonesia. Dengan pemberlakuan PMK 68, setiap pemegang aset kripto akan mendapatkan kepastian perpajakan yang sangat jelas dengan tarif yang bersahabat," ujar dia dikutip dari keterangan tertulis belum lama ini.

Masih Perlu Dioptimalkan

Mengenai pajak kripto, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) Teguh Kurniawan Harmanda mengungkapkan, pihaknya terus mendukung upaya pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan negara melalui pemungutan pajak.

Kebijakan pajak aset kripto dalam PMK tersebut secara aturan undang-undang perpajakan dinilai sudah tepat dan telah mengatur secara keseluruhan.

Baca Juga: Aspakrindo: Aturan Pajak Kripto Belum Sepenuhnya Mengkaver Transaksi Aset Kripto

Hanya saja, pria yang akrab disapa Manda ini meyakini masih butuh pertimbangan soal teknis pemungutan yang belum sepenuhnya sempurna. Terbaru, pihaknya juga sudah bertemu dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu untuk membicarakan hal teknis terkait pemungutan pajak transaksi aset kripto.

“Salah satu yang bisa kami sampaikan adalah saat ini PMK 68 belum sepenuhnya meng-cover transaksi dalam aset kripto, sehingga butuh waktu untuk implementasi, dari sisi pengembangan API (Application Programming Interface) dan sosialisasi,” ujar pria yang juga menjadi COO di Tokocrypto ini.

Selain itu, dalam aturan tersebut, pihaknya juga menyoroti belum dijelaskannya terkait pemberian hadiah, seperti campaign rewards, air drops dan lainnya yang berupa aset kripto apakah dilakukan pemungutan pajak atau tidak.

Lalu, jika tetap dipungut dasarnya apa dan dalam bentuk PPN ataupun PPh final. Begitu pula dengan pertukaran barang/jasa dengan aset kripto.

Lebih lanjut, Manda juga meyakini keberadaan lembaga bursa kripto bisa menjadi perantara antar pedagang kripto. Keberadaan bursa dinilai akan memudahkan pemungutan pajak karena semua transaksi akan terpusat seperti halnya yang terjadi di pasar saham melalui Bursa Efek Indonesia.

“Saat ini, bursa kripto belum ada sehingga transaksi jual-beli aset kripto bisa dilakukan langsung antar exchange. Adanya bursa kripto bisa bertindak sebagai lembaga yang akan mencatatkan pembukuan PPN dan PPh dalam transaksi multi exchange,” imbuhnya.

Baca Juga: Pajak Perdagangan Kripto Berlaku Mulai 1 Mei 2022, Fee Transaksi Naik, Ini Rinciannya

Sementara Gabriel menambahkan, salah satu yang masih jadi ganjalan dari adanya pemberlakuan pajak terhadap aset kripto ini justru membuat playing field antara exchange lokal dan global tidak seimbang. Menurutnya, DJP masih punya pekerjaan rumah besar untuk menyeimbangkan playing field tersebut.

Pasalnya, pemungutan pajak terhadap transaksi kripto hanya dilakukan pada exchange lokal, sementara untuk exchange global saat ini masih bebas pajak.

Gabriel mengkhawatirkan investor akan memilih bertransaksi di exchange global yang tidak dikenakan pajak karena jauh lebih kompetitif.

“Menurut saya, DJP harus turut menerapkan aturan pajak ini ke exchange global atau besaran pajak saat ini diturunkan agar playing field bisa seimbang. Bagaimanapun pemerintah harus melindungi exchange lokal agar biaya transaksi di dalam negeri tidak lebih mahal dari yang di luar,” jelas Gabriel.

Sementara itu, Cofounder Cryptowatch dan Pengelola Channel Duit Pintar Christopher Tahir meyakini pemberlakuan pajak ini secara umum sudah sangat baik.

Sebagai investor, ia merasa mendapatkan kejelasan hukum, pengakuan income, dan juga kemudahan administrasi pajak. Hanya saja, ia melihat masih ada beberapa hal yang belum diatur dalam PMK tersebut.

Baca Juga: Pemerintah Ingatkan Ada PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto

Christopher berharap ke depannya akan ada kejelasan lebih lanjut dari aturan tersebut, terutama untuk yang sudah terlanjur melakukan pembelian dan menyimpan aset kripto dari pedagang kripto luar atau seperti yang menerima kripto dari luar dan dijual di pedagang kripto lokal.

“Selain itu, mungkin harus di dalami lagi, karena ada banyak transaksi yang juga masih belum diperjelas perlakuannya. Misalnya investor yang mendapatkan aset kripto dari faucet, atau terima pembayaran dari luar,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto

Terbaru