EMITEN - JAKARTA. Sejumlah emiten di bawah naungan holding pertambangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah menetapkan target kinerja tahun ini.
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) misalnya, masih memasang target optimistis tahun ini di tengah volatilitas harga batubara. Emiten pertambangan milik negara ini menargetkan kenaikan produksi, volume pengangkutan, dan volume penjualan batubara.
PTBA menargetkan, produksi batubara menjadi 41 juta ton untuk tahun 2023. Target ini naik 11% dari realisasi produksi tahun 2022 yang sebesar 37,1 juta ton. Adapun target angkutan batubara pada 2023 meningkat menjadi 32 juta ton atau naik 11% dari realisasi angkutan tahun 2022 yang sebesar 28,8 juta ton.
Terkait volume penjualan batubara 2023, emiten pelat merah ini menargetkan penjualan menjadi 41,2 juta ton atau naik 30% dari realisasi penjualan batubara tahun 2022 yang sebesar 31,7 juta ton.
Baca Juga: Kinerja Bukalapak (BUKA) Melonjak Ditopang Segmen Mitra hingga Investasi di BBHI
Direktur Utama PTBA Arsal Ismail tak menampik, harga batubara di tahun ini akan cenderung mengalami koreksi. Sejumlah katalis menjadi penghambat harga komoditas energi ini, mulai dari membaiknya hubungan China dan Australia, efek perang Rusia dan Ukraina yang mulai mereda dampaknya, musim dingin yang bisa diatasi, hingga berbagai faktor geopolitik dan sentimen pasar yang berada di luar kendali perusahaan.
Namun, dengan situasi harga batubara yang terkoreksi, PTBA sudah menyiapkan langkah antisipasi dari jauh-jauh hari. Misalnya, melakukan efisiensi hingga penetrasi ke pasar baru. Sehingga, Arsal meyakini kinerja PTBA akan terjaga.
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) menargetkan volume produksi dan penjualan feronikel di tahun 2023 masing-masing sebesar 27.201 ton nikel dalam feronikel (TNi). Jumlah ini tumbuh 12% dari capaian produksi unaudited feronikel tahun 2022 sebesar 24.334 TNi dan capaian penjualan unaudited tahun 2022 sebesar 24.210 TNi.
Sekretaris Perusahaan Aneka Tambang Syarif Faisal Alkadrie mengatakan, ANTM optimistis pasar komoditas nikel akan tetap positif dan menjanjikan tahun ini. Optimisme ini didasari dengan perkembangan outlook supply dan demand logam nikel global, terutama tone peningkatan kebutuhan nikel untuk industri baterai kendaraan listrik.
“Serta adanya dukungan inisiasi pemerintah dalam pengembangan rantai nilai ekosistem EV battery nasional yang sejalan dengan rencana pengembangan jangka panjang Aneka Tambang,” kata Faisal.
Sebagai perusahaan yang mengelola komoditas nikel dan memiliki keterlibatan dalam pengembangan rantai EV, Faisal meyakini ANTM akan mendapatkan impact yang positif. Ini mengingat rantai ekosistem EV memberikan nilai tambah pada komoditas nikel ANTM yang menjadi bahan utama pembuatan baterai listrik.
“Oleh karenanya, kami pun akan mengoptimalkan pengembangan rantai EV Battery melalui dua anak usaha dan mitra strategis,” sambung Faisal.
ANTM menargetkan produksi emas tahun 2023 yang berasal dari tambang emas Pongkor sebesar 1.167 kg, meningkat 28% dari target produksi emas tahun 2022 sebesar 911 kg. Sedangkan, untuk penjualan emas pada tahun 2023 ditargetkan mencapai 31.176 kg, meningkat 11% dari target penjualan emas tahun 2022 sebesar 28.011 kg.
Kata Faisal, target penjualan emas tersebut seiring dengan outlook pertumbuhan tingkat permintaan emas di dalam negeri.
Pada tahun 2023, target produksi logam perak ANTM direncanakan sebesar 7.536 kg, meningkat 13% dari target produksi perak tahun 2022 sebesar 6.643 kg. Sedangkan target penjualan perak mencapai 9.810 kg, meningkat 14% dari target penjualan perak tahun 2022 sebesar 8.643 kg.
Baca Juga: Adu Kuat Kinerja Emiten Tambang BUMN: Antam (ANTM), Bukit Asam (PTBA), & Timah (TINS)
Head of Research DBS Group Maynard Arif menilai, harga komoditas batubara dan logam seperti nikel akan cenderung terkoreksi tahun ini. Akan tetapi, Maynard menilai, harga komoditas tambang tidak akan serendah pada periode 2020.
“Harganya akan turun tapi tidak akan seperti sebelum pandemi,” kata Maynard di Jakarta, Selasa (28/3).
Di sisi lain, hilirisasi produk tambang bisa membantu menjaga stabilitas harga komoditas. Ini karena harga produk turunan tidak sevolatil harga komoditas hulu.
Untuk itu, dia menilai windfall profit masih tetap terjadi tahun ini, meski memang tidak secemerlang tahun lalu. Sehingga, kinerja emiten tambang batubara seperti PTBA memang akan lebih rendah dibandingkan tahun 2022 yang sudah mencapai puncaknya.
Namun, sentimen positif datang dari pembagian dividen tahun buku 2022 yang berpotensi akan lebih tinggi seiring melonjaknya kinerja emiten tambang tahun lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News