Menakar Dampak Right Issue Emiten BUMN

Selasa, 18 Oktober 2022 | 21:38 WIB   Reporter: Akmalal Hamdhi
Menakar Dampak Right Issue Emiten BUMN

ILUSTRASI. Sejumlah emiten pelat merah bakal melangsungkan right issue dalam waktu dekat. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.


BUMN - JAKARTA. Sejumlah emiten pelat merah bakal melangsungkan right issue dalam waktu dekat. Dana jumbo diincar guna memperlancar arus permodalan perseroan.

Terdapat lima emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang melakukan penambahan modal yakni PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, (BBTN), PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA), PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR), dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT).

ADHI menargetkan perolehan dana right issue sebesar Rp 3,87 triliun, yang berasal dari Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 1,97 triliun dan Publik sebesar Rp 1,89 triliun. BBTN bakal melakukan right issue dengan target dana Rp 4,13 triliun, rinciannya Rp 2,48 triliun dari PMN pemerintah, dan Rp 1,65 triliun dari porsi publik.

GIAA diperkirakan bisa meraih dana segar Rp12,4 triliun dengan rincian Rp 7,5 triliun dari PMN pemerintah dan Rp 4,9 triliun dari publik. SMGR mempunyai potensi dapatkan dana right issue mencapai Rp 5,6 triliun. Dana itu berkat aksi inbreng saham dengan PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) dari pemerintah ditambah right issue jatah publik.

Baca Juga: IHSG Bisa Kembali Tembus ke Level 7.000, Cermati Faktor dan Saham Penggeraknya

Sementara, WSKT menargetkan right issue bisa mengumpulkan dana sebesar Rp 3,98 triliun dengan rincian Rp 3 triliun dari PMN dan Rp 980 miliar dari publik.

Analis Investindo Nusantara Pandhu Dewanto mencermati, struktur permodalan yang kurang sehat pada beberapa emiten BUMN menjadi latar belakang dilaksanakannya aksi korporasi right issue tersebut.

"Beban hutang yang besar telah menggerus sebagian besar laba, bahkan mengakibatkan kondisi bottom line mencetak kinerja negatif karena sudah terlalu besar dan secara operasional masih tertekan," jelas Pandhu kepada Kontan.co.id, Selasa (18/10).

Dari deretan emiten tersebut, Pandhu menilai ADHI, SMGR, BBTN cukup menarik dari aksi korporasi ini. Sebab, tujuan penggunaan dana lebih untuk ekspansi bisnis, sehingga ada potensi pertumbuhan pendapatan dari tambahan modal yang diperoleh, bukan sekedar mengurangi beban hutang.

Kinerja ADHI cukup positif dilihat dari pencapaian nilai kontrak baru yang telah memperoleh Rp 17,3 triliun pada awal September 2022. Dimana, target kontrak baru ADHI tahun ini berkisar Rp 25 - Rp 30 triliun. Kemudian jika dilihat dari pendapatan semester pertama tahun ini mencapai Rp 6,3 triliun, naik 42% secara tahunan atau year on year (YoY). 

Hal ini menunjukkan secara operasional perkembangan ADHI cukup positif. Hanya saja karena memiliki beban utang yang besar membuat laba operasional juga tergerus cukup signifikan, sehingga profitabilitasnya masih rendah. Maka dari itu, aksi korporasi ini diharapkan mengatasi masalah tersebut.

Baca Juga: IDX BUMN20 Diramal Masih Bisa Menguat, Analis Rekomendasikan BBRI, BBNI dan PTBA

Pandhu melanjutkan, aksi right issue SMGR menarik karena dalam rangka konsolidasi perusahaan semen nasional. Kondisi industri semen yang oversupply beberapa tahun terakhir membuat banyak perusahaan sulit untuk mendongkrak pendapatan, sehingga peluang untuk bertumbuh secara organik sangat terbatas.

Namun dengan adanya penggabungan usaha antara SMGR dengan SMBR bakal mendongkrak pendapatan SMGR di masa mendatang. Katalis positif juga akan dirasakan BBTN dari aksi right issue. Hal itu karena tambahan modal bagi BBTN akan meningkatkan kemampuan perseroan dalam menyalurkan kredit. 

Sedangkan, dampak right issue tidak akan signifikan bagi prospek jangka panjang GIAA dan WSKT. Sebab, masih menyisakan utang yang cukup besar pasca right issue.

Pandhu menuturkan, GIAA memiliki rasio hutang yang cukup besar. Secara operasional pun masih sangat berat apalagi menghadapi kondisi harga minyak avtur yang masih tinggi seperti saat ini.

Sementara, WSKT terbebani utang jumbo yang mencapai Rp 80 triliun. Aksi right issue ini tidak akan signifikan karena target dana yang dihimpun sangat jauh dibandingkan besaran nilai utang.

"Waskita masih perlu bekerja keras untuk memperbaiki kinerja perseroan," kata Pandhu.

Analis Reliance Sekuritas Lukman Hakim menambahkan, guna menilai kesuksesan right issue maka harus mencermati kondisi emiten. Tidak hanya melihat indikator kinerja yang positif namun juga memperhatikan kebutuhan dana untuk ekspansi agar memilki prospek yang lebih baik.

Dia menilai investor dapat memperhatikan rencana right issue BBTN. Pasalnya, emiten perbankan itu akan menggunakan dana untuk penyaluran kredit perumahan di tengah kenaikan suku bunga.

Baca Juga: Saham Emiten Pelat Merah Masih Akan Cerah

"Hal ini dapat berdampak positif untuk kinerja perseroan," ucap Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (18/10).

Dari sisi kinerja saham, Analis Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova melihat pergerakan saham emiten BUMN karya nampaknya masih berpotensi melanjutkan tekanan jual dan kemungkinan akan menguji kembali level terendahnya di tahun 2020 saat awal pandemi.

BBTN di sisa tahun ini pun rawan tertekan, sementara SMGR lebih menarik karena sahamnya ada potensi menguat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .

Terbaru