OBLIGASI - JAKARTA. Spread alias selisih yield Surat Utang Negara (SUN) dengan yield US Treasury menipis. Biasanya investor asing tertarik masuk ke pasar obligasi Indonesia jika spread yield lebar. Namun, meski spread yield semakin tipis, beberapa faktor lain masih bisa membuat pasar SUN menarik di mata investor asing.
Mengutip Bloomberg, Jumat (28/5) yield SUN 10 tahun Indonesia berada di level 6,42%. Sementara, yield US Treasury di tenor yang sama berada di level 1,61%. Dengan demikian, spread yield SUN dengan US Treasury mencapai 4,71% atau 471 basis poin (bps). Sementara di awal tahun ini spread yield Indonesia dan AS sempat sebesar 500 bps.
Head of Economics Research Pefindo Fikri C. Permana mengatakan meski spread yield menipis, pasar SUN akan tetap menarik investor. Faktor yang membuat yield SUN saat ini tetap menarik karena real yield atawa imbal hasil bersih yang akan didapatkan dari yield dikurang inflasi masih tetap tinggi dan menarik.
"Real yield SUN masih sangat baik, di AS selisih inflasi dengan yield US Treasury masih minus, sementara real yield pasar obligasi Indonesia sekitar 5%," kata Fikri, Jumat (28/5).
Baca Juga: Yield SUN di bawah 1 tahun mini, ini instrumen investasi yang lebih menarik
Apalagi, faktor stabilnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS juga membuat pasar SUN masih menarik meski spread yield dengan US Treasury menurun.
Lebih menariknya lagi spread yield SUN Indonesia dengan AS jauh lebih lebar dibandingkan dengan spread yield negara tetangga. Jumat (28/5) yield obligasi 10 tahun India berada di level 5,98% dan memiliki spread sebesar 4,29% atau 429 bps dengan US Treasury.
Adapun yield obligasi Filipina tenor 10 tahun berada di level 3,99% dan memiliki spread sebesar 2,38% atau 238 bps dengan US Treasury. Asal tahu saja, Filipina dan India memiliki peringkat utang yang mirip dengan Indonesia.
Fikri melihat fundamental Indonesia dibanding India dan Filipina masih lebih kuat. "Akibat pandemi kedua negara tersebut berpotensi mengalami pelebaran defisit fiskal yang jauh lebih besar dari GDP mereka dibanding dengan Indonesia," kata Fikri.
Meski defisit fiskal Indonesia juga berpotensi melebar, tetapi secara umum Fikri melihat tingkat defisit terahadap ekonomi hanya di 30%-50% lebih rendah dari negara lain.
Namun, tidak dipungkiri rasio kepemilikan asing di pasar obligasi Indonesia masih lebih besar dibanding dengan negara lain. Alhasil, pasar obligasi dalam negeri yang menarik memiliki risiko volatilitas yang lebih tinggi dari negara lain. Fikri mencatat kepemilikan asing di surat utang pemerintah India sekitar 7% dan Filipina di 15%, sedangkan Indonesia 27%.
Selanjutnya: Perburuan Dana di Pasar Modal Kian Semarak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News