Penyebab saham Kalbe Farma (KLBF) tak melesat seperti saham BUMN farmasi

Kamis, 10 Desember 2020 | 05:05 WIB   Reporter: Nur Qolbi
Penyebab saham Kalbe Farma (KLBF) tak melesat seperti saham BUMN farmasi


VAKSIN CORONA -   JAKARTA. Pada dua hari perdagangan pekan ini, saham-saham farmasi BUMN melesat signifikan. Secara akumulasi, kenaikan tertinggi dicatatkan oleh PT Indofarma Tbk (INAF) yang melesat 36,36% ke level Rp 4.720 per saham.

Disusul PT Kimia Farma Tbk (KAEF) yang meningkat 33,57% ke level Rp 4.810 per saham dan PT Phapros Tbk (PEHA) yang naik 25,26% menjadi Rp 2.100 per saham. Sementara itu, emiten farmasi swasta, yakni PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) hanya naik 0,68% pada Senin (7/12) lalu turun 0,67% pada Selasa (8/12) ke posisi Rp 1.478 per saham.

Analis Panin Sekuritas Rendy Wijaya menilai, pergerakan KLBF yang lesu dibandingkan emiten farmasi lainnya disebabkan adanya larangan bagi perusahaan swasta untuk mengimpor vaksin Covid-19 pada 2021.

Larangan ini disampaikan oleh Menteri BUMN Erick Thohir dalam acara Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) yang berlangsung pada Selasa, 1 Desember 2020.

Baca Juga: Bio Farma targetkan minimal 16,5 juta orang divaksin Covid-19 pada kuartal I 2021

Perusahaan swasta tidak boleh mengimpor vaksin Covid-19 untuk 2021 supaya harga dan distribusinya bisa terkontrol. Kemungkinan, pihak swasta baru boleh mengimpor vaksin Covid-19 dengan berbagai merek pada tahun 2022 atau 2023.

Meskipun begitu, di luar adanya larangan impor dari pemerintah, menurut Rendy, Kalbe Farma memang belum dapat mengimpor vaksin. Pasalnya, pengembangan vaksin Covid-19 yang merupakan hasil kerja sama dengan Genexine asal Korea Selatan masih dalam tahap uji klinis I dan II.

Direktur Utama Kalbe Farma Vidjongtius mengamini hal tersebut. Menurut dia, kandidat vaksin Kalbe Farma masih tahap uji klinis sehingga belum bisa impor saat ini.

"Kami memperkirakan, uji klinis akan selesai pada pertengahan tahun 2021 atau kuartal III-2021," ungkap Vidjongtius saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (9/12). Untuk itu, Kalbe Farma akan melanjutkan ke tahap uji klinis berikutnya sambil memantau perkembangan peraturan yang ada.

Baca Juga: Begini dampak pandemi Covid-19 ke kinerja dan market share holding farmasi

Meski Kalbe Farma belum bisa mengimpor vaksin pada 2021, Rendy masih melihat prospek positif pada bisnis emiten ini. Ia memprediksi, kinerja Kalbe Farma ke depannya bakal terdorong pemulihan peforma pada segmen obat resep.

Sebagaimana diketahui, pada tahun ini, penjualan segmen obat resep cenderung turun seiring dengan penurunan volume pasien di rumah sakit. "Dengan meningkatnya aktivitas masyarakat ke depan, saya memperkirakan segmen ini akan mampu mencatatkan pertumbuhan positif pada 2021," ucap Rendy.

Selain itu, ia memperkirakan, permintaan produk untuk segmen produk kesehatan dan nutrisi juga akan tetap tinggi seiring dengan pandemi Covid-19 yang masih berlanjut. Ia masih merekomendasikan buy KLBF dengan target harga Rp 1.850 per saham.

Baca Juga: Pasar modal syariah prospektif, simak saham pilihan BRI Danareksa Sekuritas

Mengutip laporan keuangannya, Kalbe Farma mengantongi pendapatan bersih sebesar Rp 17,10 triliun sepanjang sembilan bulan pertama 2020 atau naik 1,6% secara tahunan. Kenaikan pendapatan KLBF ditopang oleh peningkatan penjualan segmen produk kesehatan, nutrisi, dan distribusi logistik.

Sebaliknya, segmen obat resep justru mengalami penurunan. Per kuartal III-2020, penjualan segmen ini terkikis 3,33% year on year menjadi Rp 3,77 triliun.

Selanjutnya: Prospek pasar modal syariah cerah, simak saham-saham pilihan BRI Danareksa Sekuritas

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli

Terbaru