REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Produksi nikel PT Vale Indonesia Tbk (INCO) diperkirakan turun tahun ini. Hal ini disebabkan adanya proyek pembangunan ulang tungku (rebuild furnace) 4 yang diagendakan tahun ini.
Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Maryoki Pajri Alhusnah memproyeksikan, dengan berasumsi adanya rebuild furnace, produksi INCO tahun ini akan berada di rentang 65.000 ton– 68.000 ton. Proyeksi ini juga dengan menimbang faktor fenomena La Nina.
Secara umum, Maryoki memproyeksikan, kinerja INCO tahun ini akan relatif pulih dan tumbuh dibanding tahun 2020 dengan asumsi adanya pemulihan ekonomi, kampanye green energy dari pemerintahan Joe Biden yang bisa memicu pertumbuhan kendaraan listrik, dan lancarnya proses vaksinasi.
Sebagai gambaran, INCO memproduksi 72.237 metrik ton nikel dalam matte sepanjang 2020. Realisasi ini naik 2% dibandingkan capaian pada 2019 yakni 71.025 ton. Hanya saja, capaian ini berada sedikit di bawah rencana produksi baru yang dipasang INCO tahun lalu, yakni di kisaran 73.000 ton.
Baca Juga: Simak realisasi produksi nikel Aneka Tambang (ANTM) dan Vale Indonesia (INCO) di 2020
Adapun produksi nikel INCO di 2020 ini berada sedikit di bawah ekspektasi NH Korindo Sekuritas. “Kami berekspektasi INCO akan mampu memproduksi nikel sebesar 75.792 ton tahun 2020, jadi 5% di bawah ekpektasi kami,” terang Maryoki kepada Kontan.co.id, Kamis (4/1).
Dari sisi saham, sentimen investasi raksasa kendaraan listrik, Tesla, di tanah air dinilai tidak terlalu berdampak terhadap saham INCO. Maryoki menilai, pelaku pasar sudah memasang sikap ‘priced in’ terhadap sentimen ini sehingga tidak terlalu memiliki efek yang signifikan
Di sisi lain, INCO juga memiliki kontrak jangka panjang yang mana semua produknya akan dikirim ke Vale Canada Limited dan Sumitomo Metal Mining atau holding dari INCO sendiri. “Jadi penjualan INCO akan aman dengan kontrak jangka panjang tersebut,” ujar dia.
NH Korindo Sekuritas memperkirakan harga nikel akan berada pada kisaran US$ 16.000-US$ 17.000 per ton di tahun ini. Namun, jika dilihat kondisi sekarang yang tentunya sudah di luar ekspektasi, Maryoki memproyeksikan kenaikan harga nikel tidak akan sesignifikan pada awal tahun 2021.
Sementara itu, Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama memproyeksikan volume produksi INCO tahun ini berada pada kisaran 60.000 ton - 64.000 ton, yang lebih rendah dari tahun 2020.
Okie menilai, kerjasama Tesla tersebut lebih bersifat sentimen jangka panjang terhadap saham berbasis nikel, termasuk INCO. “Permintaan nikel yang menguat seiring dengan tren dari kendaraan listrik tentu menjadi katalis positif bagi penjualan emiten,” terang Okie kepada Kontan.co.id, Kamis (4/2).
Okie merekomendasikan beli saham INCO dengan target harga Rp 6.850 per saham. Sedangkan, Maryoki merekomendasikan jual (sell) saham INCO dengan target harga Rp 4.530 per saham.
Pada perdagangan Kamis (4/2), harga saham INCO stagnan di level Rp 5.850 per saham. Sejak awal tahun, saham produsen nikel ini menguat 63,87%.
Selanjutnya: Indonesia-Tesla tandatangani NDA, saham emiten nikel ini direkomendasikan beli
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News