REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Harga timah yang mendaki bakal menjadi penggerak kinerja PT Timah Tbk (TINS). Selain itu, suplai timah yang masih lemah juga akan mendorong TINS.
Analis Panin Sekuritas Timothy Wijaya dalam risetnya menilai, performa TINS sempat mengalami kendala pada kuartal I/2021 yang disebabkan relaksasi rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) tahun 2020 yang mengakibatkan banyak private smelter mendapatkan kuota ekspor dengan syarat lebih mudah.
Hal tersebut memicu maraknya penambangan ilegal, yang membuat produksi darat bijih timah menurun pada kuartal I/2021 menjadi 1.900 ton atau turun 84,7% secara yoy. Sementara, produksi total pada kuartal I/2021 menjadi 5.000 ton atau turun 66,9% secara yoy.
Namun, penertiban yang dilakukan TINS membuahkan hasil. Produksi timah onshore di kuartal II/2021 meningkat menjadi 2.800 ton atau naik 45,8% secara qoq, dan produksi total menjadi 6.400 ton, naik 28% secara qoq.
“Ke depannya, TINS melihat akan ada banyak izin ekspor yang kedaluwarsa pada kuartal III/2021, yang akan mengurangi intensitas illegal mining dan produksi onshore akan kembali pulih pada semester II/2021,” kata Timothy dalam risetnya yang dirilis 8 September 2021.
Baca Juga: Pabrik pemisahan sudah dibangun, Timah (TINS) cari mitra untuk mengolah rare earth
Ia juga melihat, RKAB pada tahun 2022 akan lebih adil dan ketat, karena eksportir timah harus menunjukkan kesanggupan penambangan, serta lokasi IUP yang sesuai dengan jumlah kuota ekspor yang diajukan.
Proyek smelter timah yang akan beroperasi tahun 2022, TSL Ausmelt Furnace, milik TINS akan dapat mengolah hingga 40.000 ton timah dan dapat melebur bijih timah dengan kadar timah yang lebih rendah. Menurut Timothy, itu nantinya akan berpengaruh terhadap penurunan biaya produksi, efisiensi dan peningkatan produksi logam timah yang lebih ramah lingkungan.
Ia juga melihat, harga timah diperkirakan masih akan menguat atau dapat bertahan hingga akhir tahun. Harga timah akan terdorong meningkatnya kebutuhan timah di pasar global serta ketersedian yang terbatas akibat Covid-19.
Menurut Timothy, peningkatan harga timah saat ini didukung juga kebutuhan alat elektronik yang meningkat sepanjang pandemi. Selain itu, kebutuhan untuk baterai mobil listrik, perkembangan 5G, serta proyek energi terbarukan akan terus meningkat dan akan mengerek permintaan timah.
Dari sisi persediaan, saat ini masih ada penurunan produksi dari negara penghasil timah terbesar seperti Indonesia dan Malaysia yang terdampak akibat pandemi. Myanmar juga masih mengalami situasi politik. Sehingga, ia melihat, ini berdampak pada inventory global yang menurun, terlihat dari total stok timah LME dan China yang hanya 3 juta ton, turun 66,2% secara yoy.
Timothy menyebutkan, beberapa hal yang masih dapat mendorong kinerja TINS. Diantaranya, suplai timah yang belum dapat memenuhi permintaan global, terlihat dari inventory dari LME dan China yang masih rendah.
Lalu, proyeksi peningkatan produksi TINS pada di semester II/2021 seiring dengan menurunnya illegal mining. Serta, proyek smelter yang akan COD pada awal tahun 2022 dapat mengurangi biaya produksi serta meningkatkan output yang lebih ramah lingkungan.
Selain itu, peningkatan rata-rata harga jual (ASP) TINS seiring kenaikan harga timah global juga dapat mendorong kinerja TINS.
Dus, Timothy merekomendasikan beli saham TINS dengan target harga Rp 1.700 per saham.
Selanjutnya: Ditopang permintaan, TINS prediksi harga timah global ada di atas US$ 30.000 per ton
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News