BURSA EFEK / BURSA SAHAM - JAKARTA. Ada banyak cara analisis yang bisa digunakan investor pemula untuk memilih saham yang bisa menghasilkan cuan maksimal. Salah satunya adalah analisis kuantitatif.
Adi Prasetya, penulis Buku “Yuk Nabung Semua Saham” ini menjabarkan, gaya analisis kuantitatif dilakukan dengan melihat data dan historis ke belakang. Setelah itu, investor melakukan konfirmasi dan melihat gambaran yang terjadi di masa depan.
Memang, analisis ini membutuhkan waktu dan data yang cukup banyak. Dia menganalogikan analisis ini seperti halnya penelitian untuk menemukan vaksin Covid-19. Proses penemuan vaksin Covid-19 memerlukan prosedur dan validasi yang cukup lama.
Baca Juga: Eyang Ratman Ada di Kelas Investasi IFEF 2021, Bahas Tema Menjadi Trader & Investor
Namun pada akhirnya, vaksin yang ada saat ini sudah cukup baik dan akhirnya bisa disuntikkan kepada masyarakat.
“Kalau misal penemuan vaksin butuh proses yang panjang, kenapa tidak melakukan hal yang sama di pasar modal? Jangan sampai kita double standard, untuk vaksin pakai standar panjang, giliran soal investasi kita langsung percaya tidak pakai cek lagi,” terang Adi dalam Indonesia Financial Expo & Forum (IFEF) 2021 yang diselenggarakan Harian Kontan, Jumat (1/10).
Dari analisis ini, Adi mencontohkan bahwa berinvestasi di pasar modal seluruh dunia bisa menghasilkan return yang cukup baik. Dia mencontohkan, berdasarkan data historis, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam setahun setidaknya naik 11% sejak 1987.
Indeks S&P 100 juga konsisten naik setiap tahun. Meski memang pada tahun 2008 terdapat penurunan akibat krisis subprime mortgage dan di tahun 2020 terdapat pandemi. Pun demikian dengan sejumlah indeks global lainnya, seperti FTSE dan Hang Seng.
Baca Juga: Kelas Edukasi Investasi KONTAN Hari ini (28/9) Angkat Tema Cara Cerdas Beli Emas
Nah, dari sisi pemilihan saham, mungkin investor pemula agak pusing dengan banyaknya jumlah emiten saham di pasar modal, yang mencapai sekitar 750 saham.Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah melakukan filter likuidasi saham. Di bursa, terdapat Indeks LQ35, yang berisikan 45 saham dengan likuiditas yang baik dan dengan jumlah transaksi tertinggi.
“Kalau kita memilih Indeks LQ45, setidaknya kita sudah melakukan seleksi cukup banyak. Dalam hal ini otoritas bursa sudah setengah jalan dalam membantu kita,” sambung Adi.
Pun jika investor masih kebingungan untuk memilih 45 saham tersebut, proses filter bisa dilakukan kembali, yakni dengan menghitung performa per sektoral. Misal, secara analisis kuantitatif, jika seorang membeli seluruh saham sektor pertanian penghuni LQ45 dan dirata-rata selama 11 tahun, hasilnya akan memberikan return -11,68% per tahun. Hasil negatif juga dihasilkan sektor properti, infrastruktur, dan perdagangan.
Baca Juga: Jumlah investor saham dan reksadana meningkat pesat di kuartal pertama 2021
Sementara sektor barang konsumsi menghasilkan return 12,16%, mengalahkan IHSG dalam 11 tahun. Pun demikian dengan saham sektor keuangan di Indeks LQ45 yang menghasilkan return 11% per tahun.
Namun, jika investor tidak mau repot, mereka bisa membeli ‘seluruh saham’ yakni dengan membeli reksadana berbasis indeks atau ETF.
Hanya saja, Adi mengakui, analisis kuantitatif ini memiliki sejumlah kelemahan. Pertama, analisis ini membutuhkan banyak data. Pengumpulan datanya lumayan rumit dan pengambilan sumber harus konsisten.
Selain itu, analisis ini berdasarkan data lampau dan tidak memperhatikan sentimen yang bersifat kualitatif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News