REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Nasib perusahaan baru usai melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) berbeda-beda. Ada yang harga sahamnya melonjak hingga 1.500%, tapi ada juga yang merana hingga tertahan di level gocap.
Asal tahu saja, sejauh ini, sudah ada 26 emiten baru yang merampungkan penawaran umum saham perdana alias initial public offering (IPO) di tahun 2022.
PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) menjadi fenomenal dengan lonjakan harga yang sejauh ini bertahan di level 1.580%. Saham ADMR mampu menguat 10,89% pada Selasa (19/7) ini ke harga Rp 1.680.
Lonjakan harga PT WIR Asia Tbk (WIRG) juga tak kalah mencengangkan di masa awal IPO. Harga saham emiten yang mengusung pengembangan platform metaverse ini masih tercatat naik 95,04%. WIRG melesat 6,80% ke harga Rp 550 pada hari ini.
Baca Juga: Gelar IPO, Rohartindo Nusantara Luas (TOOL) Tawarkan Saham di Harga Rp 122 - Rp 135
Pendapatang baru PT Dewi Shri Farmindo Tbk (DEWI) juga langsung tancap gas. Baru dua hari melantai di bursa, harga sahamnya sudah naik 69,81% ke harga Rp 182.
Berbeda nasib, PT Nusatama Berkah Tbk (NTBK) justru saat ini tersungkur ke level saham gocap. PT Mitra Angkasa Sejahtera Tbk (BAUT) menemani di deretan emiten dengan harga saham Rp 50.
PT Nanotech Indonesia Global Tbk (NANO) dan PT Winner Nusantara Jaya Tbk (WINR) nyaris menyusul. Harga saham NANO dan WINR sedang kompak di area Rp 52.
Meski masih jauh dari level gocap, tapi sejumlah saham cenderung stagnan bahkan sedang dalam tren memerah, seperti PT Adhi Commuter Properti Tbk (ADCP) dan PT Semacom Integrated Tbk (SEMA).
Analis Sucor Sekuritas Paulus Jimmy menyoroti, kondisi fundamental dan valuasi perusahaan memang menjadi faktor krusial saat melantai di bursa saham. Namun ada hal penting lain yang tak boleh dilupakan, yakni story.
Story dinilai penting lantaran berkaitan dengan minat publik untuk bisa memahami profil, strategi, dan prospek bisnis emiten ke depannya. Oleh sebab itu, Jimmy meyakini tidak semua emiten yang harganya anjlok setelah IPO memiliki fundamental dan valuasi yang buruk.
"Bisa jadi karena rendahnya minat investor terhadap story dari emiten tersebut. Perlu dipahami bahwa story setiap industry punya cycle. Yang hari ini belum menarik, besok bisa saja jadi menarik," kata Jimmy saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (19/7).
Technical Analyst Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova menambahkan, sentimen sektoral juga bisa mempengaruhi arah saham pasca IPO. Bisa jadi, pelaku pasar melepas kepemilikan usai IPO karena melirik saham lain yang dirasa lebih menarik untuk saat ini.
Baca Juga: Usai IPO, Chemstar (CHEM) Perluas Pasar ke Segmen Kosmetik Serta F&B
Begitu sebaliknya dengan saham yang harganya sudah membara. Menimbang fluktuasi pasar belakangan ini, dalam jangka pendek memang berpeluang terjadi koreksi.
Tapi selama kinerja emiten dan prospek bisnisnya masih positif, maka investor cenderung melakukan akumulasi daripada profit taking, sehingga harganya relatif terjaga.
Meski begitu, Ivan mengingatkan agar berhati-hati untuk masuk ke saham baru yang harganya sudah melonjak jauh.
"Ada baiknya menunggu rilis kinerja, terlebih jika dari sisi valuasi sudah cukup tinggi terutama pada saham-saham yang belum mengalami koreksi signifikan," sebut Ivan.
Di tengah tren pasar yang rawan mengalami tekanan jual, Ivan menyarankan agar porsi portofolio investasi juga lebih diarahkan ke saham-saham bigcaps. Untuk saat ini, sebaiknya tidak agresif sambil mencermati perkembangan pasar.
"Manfaatkan setiap terjadi rebound untuk beroleh keuntungan jangka pendek sembari perlahan mengisi portfolio dengan saham-saham pilihan," tandas Ivan.
Jimmy juga punya catatan serupa. Saran Jimmy, investor mesti mencermati kondisi pasar yang tahun ini cenderung volatile, sehingga jangan terlalu agresif terhadap saham IPO jika belum memahami kondisi fundamentalnya.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus ikut menyoroti animo pasar yang tinggi terhadap saham IPO. Daya tariknya, kesempatan untuk mendulang cuan dirasa bisa lebih besar.
Baca Juga: Menyimak Rencana Pengembangan Bisnis Dewi Shri Farmindo (DEWI) Usai IPO
"Padahal tidak ada yang tahu kapan saham akan naik atau turun. Tapi bisa mencari tahu arahnya ke mana. Yang penting, sejauh mana investor yakin akan saham tersebut," kata Nico.
Nico menegaskan, keyakinan itu mesti datang dari pertimbangan yang cermat terhadap kondisi fundamental dan valuasi perusahaan, serta sektor bisnis yang inline dengan arah kebijakan pemerintah atau situasi global.
Untuk tahun ini, Nico melihat consumer non-cyclical, healthcare, komoditas, dan energi, masih menjadi sektor yang menarik dilirik.
Sedangkan Analis Teknikal MNC Sekuritas Herditya Wicaksana lebih menjagokan sektor pertambangan, lantaran dipengaruhi harga komoditas yang masih tinggi. Saham ADMR pun masih bisa dikoleksi dengan mencermati support Rp 1.455 dan resistance pada Rp 1.800.
Kemudian, secara teknikal ada peluang penguatan di saham SEMA meski dalam jangka pendek. Bisa diperhatikan area support pada Rp 176 dan resistance di Rp 198.
Ivan juga menjagokan saham ADMR dengan target harga di Rp 1.850. Selanjutnya, saham WIRG, yang selama masih di atas level psikologis Rp 500 berpotensi mengalami rebound. Target WIRG ada di Rp 615 dan Rp 680.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News