REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Pergerakan saham emiten rokok sejak awal tahun bervariasi. Meski mulai menanjak, harga saham emiten yang masuk sektor barang konsumsi ini dinilai masih murah.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Gudang Garam Tbk (GGRM) sejauh ini mencatatkan lonjakan yang paling signifikan. Harga saham GGRM menguat 9,72% sejak awal tahun ke Rp 33.575 per saham hingga Jumat (18/3). Harga saham PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC) meningkat 5,84% secara ytd ke Rp 290 per saham.
Sementara itu, harga saham PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) turun 6,74% sejak awal tahun ke level Rp 900 per saham. Harga saham PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) secara ytd masih melemah 1,40% ke level Rp 422 per saham.
Baca Juga: Sejumlah Emiten LQ45 Melaporkan Kinerja Keuangan, Intip Rekomendasi Sahamnya
Analis Fundamental B-Trade Raditya Krisna Pradana mengatakan PER GGRM tercatat sebesar 10,53x, HMSP 14,49x, WIIM 5,14x, dan ITIC 32,74x. "Berdasarkan data tersebut, PER dari emiten GGRM, HMSP, dan WIIM, menurut kami masih murah," kata Raditya kepada Kontan.co.id, Minggu (20/3).
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana juga melihat saham emiten rokok terbilang murah jika dibandingkan sebelum pandemi covid-19. Sebagai contoh, meski saham GGRM sedang menguat, harga sahamnya masih lebih rendah 8% dalam setahun terakhir dan sudah turun 58,50% di periode tiga tahunan.
"Terutama di masa pandemi, perusahaan rokok murah-murah, karena memang dari sisi harga sempat terkoreksi dalam terutama di 2020 dan 2021," sebut Wawan.
Baca Juga: Indonesian Tobacco (ITIC) Tak Terganggu Kenaikan Tarif Cukai
Pengendalian pandemi yang diiringi pemulihan ekonomi bakal membuat daya beli masyarakat meningkat. Kondisi ini dapat menjadi katalis positif bagi emiten sektor consumer, termasuk rokok.
Di sisi lain, cara penjualan rokok di Indonesia cukup unik, dengan bisa dibeli secara ketengan (per batang). Hal ini dinilai bisa menjaga tingkat penjualan rokok, karena mudah dibeli oleh masyarakat hingga lapisan bawah. Apalagi jumlah perokok di Indonesia terbilang tinggi.
Meski begitu, Wawan memberikan catatan bahwa bisnis rokok tetap dihadang oleh sejumlah tantangan. Terutama dari sisi kampanye kesehatan, kian menyempitnya ruang iklan, serta kenaikan cukai yang bisa menggerus margin keuntungan.
"Memang di tahun ini kemungkinan sudah ada peningkatan dari sisi pendapatan. Tapi secara umum, gerakannya dipandang lebih terbatas," ujar Wawan.
Technical Analyst Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova menambahkan bahwa emiten rokok masih menghadapi masalah penurunan laba bersih yang disebabkan biaya pendapatan dari sisi produksi ataupun distribusi. Di samping itu, kenaikan cukai rokok juga menjadi sentimen yang membuat pelaku pasar cenderung mengurangi kepemilikan pada emiten sigaret.
"Dari sisi valuasi dengan tren harga saham yang masih mengalami penurunan memang sudah tidak mahal, tetapi kita masih perlu menanti momentum yang tepat," kata Ivan.
Baca Juga: Menakar Dampak Kenaikan PPN Terhadap Emiten
Terlebih dengan perkiraan menurunnya dividen dari emiten rokok, investor juga akan melirik sektor lain yang emitennya memberikan dividen yield lebih tinggi. Dengan memperhatikan kondisi tersebut, Ivan pun menyarankan pelaku pasar untuk wait and see terlebih dulu, mengingat risiko penurunan harga masih ada.
Sedangkan Raditya menyoroti profil risiko dari masing-masing investor. Dalam memilih saham rokok, harus dipahami dulu tujuannya, apakah ingin menjadi investor yang berfokus pada dividen, atau trader yang mengejar capital gain.
Sebab, dengan kenaikan biaya cukai dan kinerja emiten rokok yang masih tertekan, Raditya juga memproyeksikan penurunan dividen dari emiten rokok. Secara teknikal, saham-saham emiten rokok juga masih berada pada bearish trend.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham HMSP di Tengah Sentimen Cukai Rokok Berikut Ini
Melihat kondisi tersebut, Raditya turut menyarankan pelaku pasar untuk wait and see. "Namun ketika ada konfirmasi untuk reversal, ini akan sangat menarik, karena banyak gap down yang belum tertutup," ungkapnya.
Sementara itu, Wawan melihat emiten rokok dan consumer masih menarik untuk menjadi diversifikasi. Terlebih, jika dilihat dari emiten barang konsumsi lainnya, rokok termasuk yang paling tahan dalam kondisi sekarang.
Dalam hal ini, dia membandingkan dengan emiten consumer yang menemui kendala pasokan dan tingginya harga komoditas, lantaran bahan bakunya tergantung impor. Adapun secara likuiditas, untuk emiten rokok Wawan menjagokan saham GGRM.
Baca Juga: Pergumulan Cukai Rokok 2022
Analis teknikal MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menguraikan rekomendasi untuk masing-masing emiten rokok. Dari sisi indikatornya, saham GGRM masih menunjukkan tanda-tanda penguatan. Menurut dia, investor dapat melakukan buy dengan target harga di Rp 34.350 per saham-Rp 36.000 per saham.
Sedangkan untuk saham HMSP, melihat indikator stochastic yang sudah deadcross, pelaku pasar dapat melakukan sell on strength terlebih dulu.
Untuk saham ITIC, Herditya menyarankan investor untuk hold. Dengan pergerakan ITIC yang sideways, tapi stochastic berpeluang goldencross dengan target hraga di Rp 318 per saham-Rp 340 per saham.
Untuk saham WIIM, Herditya juga memberikan rekomendasi hold dengan stochastic yang berpeluang menguat. "Selama tidak terkoreksi ke bawah Rp 408, maka WIIM berpeluang menguat ke Rp 446-Rp 484," pungkas dia.
Baca Juga: Dihimpit Sentimen Cukai Rokok, Begini Rekomendasi Saham HMSP dari Analis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News