IHSG - JAKARTA. Sejumlah saham penghuni Indeks LQ45 tercatat memiliki price to earnings ratio (PER) yang rendah. Saham-saham ini punya PER di bawah 11 kali.
Saham-saham tersebut yakni PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) dengan PER 5,77 kali, PT Japfa Confeed Indonesia Tbk (JPFA) dengan PER 7,03 kali, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dengan PER 8,66 kali, dan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) dengan PER 5,95 kali.
Ada juga saham PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) dengan PER 8,64 kali, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) dengan PER 9,64 kali, PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) dengan per 7,48 kali, dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dengan PER 9,04 kali.
Mayoritas emiten ini punya kinerja keuangan yang cukup solid. Namun,mayoritas sahamnya masih minus dari awal tahun, kecuali JPFA dan ERAA. Ambil contoh, saham INDF yang sejak awal tahun masih terkoreksi 1,09% dan PTBA yang masih terkoreksi 0,71% sejak awal tahun.
Baca Juga: Saham-saham big cap menguat signifikan, ini faktor pendorongnya
Analis Erdikha Elit Sekuritas Hendri Widiantoro menilai, pada dasarnya, ada beberapa saham yang bergerak tidak sesuai dengan kinerja fundamentalnya. Hal tersebut dikarenakan beberapa emiten belum mendapatkan momentum/sentimen di awal tahun ini.
Namun, ada beberapa emiten yang mendapatkan sentimen dan momentum di akhir tahun ini, sehingga harganya berangsur angsur membaik. Perusahaan batubara seperti PTBA mulai bergerak mendekati harga awal tahun setelah mendapat sentimen pergerakan harga batubara yang mulai membaik.
“Saham konsumer seperti INDF yang mulai bergerak karena sudah mulai memasuki siklus economic recovery sehingga akan diperkirakan mampu mendongkrak kinerja keuangan perusahaan,” terang Hendri kepada Kontan.co.id, Rabu (13/11).
Hendri menyebut, kinerja beberapa saham juga mulai membaik. Membaiknya kinerja saham-saham ini tidak terlepas dari adanya momentum pemulihan ekonomi pasca pelonggaran pembatasan sosial. Daya beli masyarakat juga mulai meningkat, sehingga produktivitas industri turut meningkat. Hal ini yang mempunyai efek pengganda (multiplier effect) ke beberapa emiten konsumsi maupun energi.
Baca Juga: Asing banyak melepas saham-saham ini di tengah kenaikan IHSG pada Rabu (13/10)
Hendri memperkirakan, secara jangka pendek saham-saham ini akan terapresiasi hingga akhir tahun, memanfaatkan momentum window dressing yang biasa terjadi. Dia menilai, secara jangka panjang, ada beberapa emiten yang mempunyai potensi upside dalam keberlangsungan bisnis pasca pemulihan ekonomi.
Salah satunya adalah INDF. Katalis dari saham ini adalah peningkatan konsumsi masyarkat di tengah berlanjutnya pemulihan ekonomi domestik yang mampu mendorong kenaikan dari pendapatan INDF sampai dengan akhir tahun.
“Seperti yang kita ketahui bahwa kuartal IV-2021 kondisi ekonomi Indonesia jauh lebih baik dibandingkan dengan dua kuartal sebelumnya,” sambung dia.
Berdasarkan PE band valuation selama 3 tahun, didapat fair price saham INDF sebesar Rp 9.700 dengan potensial upside 43.35% terhitung per Rabu (13/10).
Analis Henan Putihrai Sekuritas Steven Gunawan menilai, saham ERAA masih cukup atraktif. Salah satunya didukung dengan valuasi ERAA yang cukup murah. Meskipun saham ERAA sudah menguat 37,50% secara year-to-date (ytd), price/earnings (P/E) ERAA saat ini masih di bawah rata-ratanya dalam lima tahun terakhir.
“Masih ada potensi keuntungan yang bisa diambil dari potensi kelanjutan kenaikan harga saham ERAA,” kata Steven saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (13/10).
Steven mengekspektasikan top-line dan bottom-line ERAA di kuartal III-2021 akan in-line dengan proyeksi yang dipasang. Begitu juga proyeksi kinerja ERAA secara full-year yang dinilai akan sejalan (inline) dengan proyeksi.
Baca Juga: Dibayangi data ekonomi dan kebijakan pemerintah AS, simak proyeksi IHSG Kamis (14/10)
Di tahun ini, ERAA diproyeksi akan membukukan pendapatan senilai Rp 42,04 triliun dengan laba bersih senilai Rp 1,01 triliun.
Steven menyebut, hal inilah yang menyebabkan harga saham ERAA mulai merangkak naik.”Karena sentimen/ ekspektasi pelaku pasar mendahului harapan positif atas kinerja keuangannya,” sambung dia.
Penjualan ERAA di pengujung tahun ini juga ditopang peluncuran sejumlah produk gadget teranyar seperti Samsung Galaxy Z Flip3, iPhone 13, Xiaomi Redmi 10, dan Realme GT ME.
Selama masa pembatasan aktivitas mall, ERAA memang sudah berusaha berinovasi dengan mengombinasikan penjualan secara offline dan online. Program ini disebut ERAA's New Shopping Way.
Namun, Steven menyebut penjualan gadget akan lebih maksimal jika masyarakat melihat (menguji coba) gadget-nya secara langsung. Dus, pembukaan mall dan pusat perbelanjaan akan berdampak positif bagi penjualan gawai ERAA. Henan Putihrai Sekuritas merekomendasikan beli saham ERAA dengan target harga Rp 800.
Selanjutnya: Bank Mandiri salurkan pembiayaan ke sektor UMKM hingga Rp 114,58 triliun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News