REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Kebijakan pemerintah untuk menaikkan cukai hasil tembakau menjadi faktor penggerak bagi emiten rokok seperti PT Gudang Garam Tbk (GGRM). Adapun rata-rata kenaikan cukai adalah 12%. Kenaikan tarif rata-rata cukai tahun 2022 lebih rendah dibandingkan tahun 2021 yang naik 12,5%.
Mirae Asset Sekuritas Indonesia pun menyesuaikan rekomendasi terhadap saham GGRM. Analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya dalam risetnya mengungkapkan bahwa pada tahun ini pemerintah menaikkan cukai untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM) tingkat I sebesar 13,9% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 985 per batang, atau lebih rendah dari asumsi sebelumnya yang mencapai 16,9% YoY.
Di sisi lain, Sigaret Kretek Tangan (SKT) tingkat I mengalami kenaikan 3,5%, di atas perkiraan sebelumnya yang diasumsikan tidak ada kenaikan cukai.
"Meski demikian, kontribusi penjualan SKT GGRM hanya kurang dari 10%, yang kami anggap berdampak kecil," ungkap Christine dalam riset yang diterima Kontan.co.id, Senin (10/1).
Pemerintah juga menaikkan Harga Jual Eceran (HJE) pada 2022F dengan rata-rata 12% yoy. Christine memperkirakan, dengan HJE yang lebih tinggi, penurunan margin untuk industri akan lebih kecil lantaran perusahaan didorong untuk menaikkan harga jual rerata (ASP).
Baca Juga: Harga Jual Eceran Rokok Naik, Begini Rekomendasi Saham Emiten Rokok
Seiring kenaikan cukai SKM yang lebih rendah dari ekspektasi, pada 2022F ini Christine menaksir gross profit margin (GPM) GGRM bisa meningkat menjadi 11,7% dibandingkan sebelumnya yang sebesar 11%. Sedangkan perkiraan bottom-line meningkat 13,5% dari asumsi sebelumnya.
Di sisi lain, GGRM masih menghadapi persaingan antar segmen karena harus meningkatkan ASP lebih tinggi untuk dapat menyesuaikan biaya. HJE untuk SKM akan naik 12,1% pada 2022F. Sedangkan untuk SKT akan meningkat 12% YoY.
Setelah menyesuaikan perkiraannya, Mirae Asset Sekuritas pun meningkatkan ke rekomendasi trading buy. "Kami pikir ada downside terbatas pada harga saham sekarang. TP baru kami sebesar Rp 35.400 berdasarkan EPS 2022F dan target P/E sebesar 11,5 kali," sebut Christine.
Sementara itu, menurut Analis RHB Sekuritas Indonesia Michael Wilson Setjoadi, kenaikan cukai bakal memberikan tekanan bagi industri rokok seperti GGRM. Pasalnya, peningkatan tarif cukai yang berujung pada kenaikan harga akan mengikis volume penjualan emiten rokok.
Hal ini juga disinyalir bakal berdampak terhadap penurunan margin profit. Michael memperkirakan, dengan kenaikan cukai 12%, paling tidak ada kenaikan harga jual 8%. Belum lagi sejumlah perhitungan lain untuk bisa menutup kenaikan inflasi, gaji pegawai, hingga bahan baku.
"Margin berpotensi lebih rendah. Dengan kenaikan harga yang lebih tinggi, bisa berdampak negatif ke volume penjualan," ujar Michael saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (10/1).
Dia memberikan gambaran, jika perokok mengurangi konsumsi 1-2 batang dari yang sebelumnya bisa menghisap 10 batang per hari, maka akan terjadi penurunan 10%-20%. Belum lagi jika konsumen mengalihkan konsumsinya ke jenis produk atau merek yang lain.
Apalagi, GGRM memiliki segmen pasar yang cukup dominan di middle to low. Karakteristik pasar pun akan menentukan tingkat konsumsi. "Karena untuk middle to low lebih sensitif juga terhadap kenaikan harga," imbuh Michael.
Mempertimbangkan perkiraan tersebut, Michael menyematkan rekomendasi netral bagi GGRM, tanpa mengungkapkan target harga. "Valuasi memang murah, tapi belum ada katalis positif. Kami masih netral," tandasnya.
Sementara itu, dalam risetnya tertanggal 10 November 2021 lalu, Analis BRI Danareksa Sekuritas Natalia Sutanto memberi rekomendasi hold untuk GGRM. Dengan target harga Rp 31.500 per saham.
"Risiko kenaikan utama untuk rekomendasi kami mencakup kenaikan cukai 2022 yang lebih rendah dari perkiraan," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News