REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Prospek sektor konstruksi tanah air masih tertekan. Ini tercermin dari kinerja sejumlah emiten BUMN karya sepanjang kuartal pertama 2023. PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) misalnya, berbalik menanggung kerugian sebesar Rp 521,25 miliar. Padahal, pada kuartal pertama 2022 lalu, WIKA mampu meraih laba bersih Rp 1,32 miliar.
PT Waskita Karya Tbk (WSKT) juga bernasib serupa, dimana sepanjang tiga bulan pertama 2023 WSKT membukukan rugi Rp 374,93 miliar.
Tersendatnya kinerja BUMN karya tercermin dari harga saham di sektor ini. Misalkan, saham WSKT yang sejak awal tahun alias year-to-date (YtD) ambles hingga 43,89%.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta Utama mengemukakan, merosotnya saham emiten BUMN bukan hanya disebabkan oleh tertekannya kinerja, tetapi juga ada sentimen negatif yang membayangi. Untuk
Baca Juga: Kereta Anjlok Pengaruhi Kinerja Bukit Asam (PTBA), Simak Rekomendasi Sahamnya
WSKT misalnya, dibayangi oleh penundaan pembayaran bunga Ke-11 Obligasi Berkelanjutan. Lebih lanjut, kasus korupsi yang menjerat mantan Direktur Utama WSKT juga turut menyeret saham ini lebih dalam ke zona merah.
“Sentimen negatif turut mempengaruhi pelemahan harga saham, biasanya (sentimen negatif) sejalan dengan pelemahan harga saham,” kata Nafan.
Menurut Nafan, tertekannya kinerja BUMN karya dipengaruhi oleh minimnya keberhasilan emiten dalam meraih kontrak baru. WIKA misalnya, mengantongi kontrak baru senilai Rp 6,1 triliun pada periode kuartal pertama 2023. Raihan kontrak baru tersebut hanya setara 17,94% dari target minimal yang dibidik WIKA tahun ini, yakni di angka Rp 34 triliun - Rp 36 triliun.
Di sisi lain, ada kenaikan beban keuangan berkaitan dengan rezim suku bunga yang tinggi. Ditambah, investor cenderung wait and see terkait realisasi investasi di proyek Ibukota Negara (IKN) yang relatif masih minim.
“IKN jika dikembangkan lebih terukur, fokus, dan serius tentu akan menjadi katalis positif bagi emiten konstruksi,” kata dia.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Muhammad Naufal Yunas menetapkan asumsi pertumbuhan moderat untuk kontrak baru kontraktor BUMN tahun 2023. Estimasi moderat ini mengingat adanya tahun politik pada 2023-2024 yang akan berdampak pada realisasi kontrak baru.
Oleh karena itu, Naufal menetapkan akumulasi kontrak baru untuk kontraktor BUMN dalam cakupannya yakni WIKA, WSKT, PT PP Tbk (PTPP), PT Adhi Karya Tbk (ADHI), dan juga PT Jasa Marga Tbk (JSMR) akan tumbuh sebesar 10% pada 2023 dan hanya akan tumbuh 5% pada tahun depan.
Namun, total burn-rate kontraktor BUMN diekspektasikan meningkat tahun depan, dari sebelumnya 22,8% di 2023 menjadi 25,4% pada 2024.
Margin kotor emiten BUMN kontraktor juga diekspektasikan lebih rendah, mengantisipasi biaya konstruksi yang lebih tinggi, dengan mempertimbangkan beberapa faktor. Pertama, perkiraan patokan harga material yang lebih tinggi terutama untuk material besi, baja, serta semen.
Kedua, kenaikan biaya bahan bakar yang dimulai sejak kuartal keempat 2022. Ketiga, biaya tenaga kerja yang lebih tinggi karena penyesuaian upah minimum.
BRI Danareksa Sekuritas menyematkan rating overweight terhadap sektor infrastruktur. Rekomendasi di sektor ini di antaranya buy saham JSMR dengan target harga Rp 5.100, buy saham PTPP dengan target harga Rp 750, buy saham ADHI dengan target harga Rp 500.
Namun, Naufal menurunkan rekomendasi saham WIKA dan WSKT menjadi hold dengan target harga masing-masing Rp 490 dan Rp 200.
Baca Juga: Saham Lapis Kedua & Ketiga Masih Tertinggal, Ini Rekomendasi Saham yang Menarik
Senada, Nafan juga merekomendasikan wait and see saham WSKT seiring dengan banyaknya isu negatif di sektor ini.
Sementara itu, akumulasi disematkan untuk saham ADHI dengan target harga jangka panjang di Rp 515, akumulasi WIKA dengan target harga jangka panjang di Rp 760, dan akumulasi saham PTPP dengan target jangka panjang di Rp 740, dengan syarat apabila ketiga saham tersebut tidak menciptakan lower low terbaru.
Naufal melihat program divestasi aset sebagai katalis positif utama sektor ini ke depan. Sementara Nafan melihat, investor berekspektasi adanya peningkatan kontrak baru yang diperoleh dari berbagai proyek infrastruktur, termasuk IKN.
Sehingga, emiten mampu memperbaiki cash flow. Katalis positif juga bisa datang dari melandainya tren suku bunga seiring dengan sikap dovish Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve.
Sementara itu, analis Henan Putihrai Sekuritas Jono Syafei melihat, sektor konstruksi belum memiliki katalis positif. Saat ini, emiten di sektor tersebut masih dibayangi sejumlah sentimen negatif seperti Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), realisasi kontrak baru yang minim, hingga tertekan oleh utang yang besar.
Sehingga, Jono belum merekomendasikan saham kontraktor BUMN saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News