Emiten-Emiten Ini Berpotensi Revenue Jumbo, Apa Rekomendasinya

Senin, 30 Januari 2023 | 19:20 WIB   Reporter: Ridwan Nanda Mulyana
Emiten-Emiten Ini Berpotensi Revenue Jumbo, Apa Rekomendasinya


REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Sejumlah emiten digadang-gadang bakal membukukan pendapatan lebih dari Rp 100 triliun pada tahun buku 2022. Selain yang sudah langganan masuk di dalam daftar, beberapa emiten siap merangsek ke jajaran perusahaan dengan penghasilan terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Menghimpun konsensus analis, emiten yang diproyeksikan mengantongi pendapatan paling jumbo sepanjang 2022 adalah PT Astra International Tbk (ASII) dengan estimasi top line Rp 287,43 triliun. ASII ada di posisi puncak mengingat per kuartal ketiga 2022 saja pendapatan bersihnya sudah menyentuh Rp 221,35 triliun.

Selanjutnya, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dengan estimasi Rp 172,41 triliun, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) dengan proyeksi Rp 148,55 triliun, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) yang pendapatannya diproyeksikan Rp 120,86 triliun.

Di daftar berikutnya ada anak usaha ASII, PT United Tractors Tbk (UNTR) dengan estimasi Rp 120,74 triliun. Lalu, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dengan proyeksi Rp 110,07 triliun, dan PT H.M Sampoerna Tbk (HMSP) yang pendapatannya diestimasikan menyentuh Rp 109,64 triliun sepanjang 2022.

Baca Juga: Bisnis Ritel Diprediksi Tumbuh Positif pada 2023, Cermati Saham Rekomendasi Analis

Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto menyoroti, hanya segelintir emiten di BEI yang mampu membukukan pendapatan di atas Rp 100 triliun. Selain emiten di atas, Pandhu memprediksi PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) bakal meraih revenue Rp 100 triliun lebih pada 2022.

Estimasi Pandhu, GGRM bisa mengantongi pendapatan Rp 125 triliun dan ADRO membukukan Rp 122 triliun dalam laporan tahun buku 2022. Secara historis, ASII, BBRI, BMRI, TLKM, GGRM, dan HMSP sudah punya rekam jejak mencetak top line di atas Rp 100 triliun dalam setahun.

"Sedangkan INDF, UNTR dan ADRO kemungkinan baru (pada tahun buku 2022). Kinerja mereka ditopang oleh moncernya harga komoditas dan semakin pulihnya ekonomi Indonesia," terang Pandhu kepada Kontan.co.id, Minggu (29/1).

Catatan serupa disampaikan oleh Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro. Dia membeberkan, emiten yang cukup stabil mencatatkan revenue di atas Rp 100 triliun adalah ASII, TLKM, BMRI, BBRI, dan GGRM.

HMSP sempat membukukan revenue di atas Rp 100 triliun pada tahun 2018-2019, namun menurun pada 2020 dan 2021. Nico turut melihat peluang pendapatan HMSP kembali menembus Rp 100 triliun pada tahun buku 2022.

CEO Edvisor.id Praska Putrantyo menganalisa emiten di sektor perbankan, infrastruktur telekomunikasi, dan barang konsumen memiliki kinerja bisnis yang lebih stabil dibandingkan sektor lainnya. Hal ini sejalan dengan kebutuhan masyarakat serta sektor yang menopang pertumbuhan ekonomi di sektor riil.

Sedangkan sektor lain seperti komoditas memang punya akselerasi pertumbuhan yang tinggi. Namun lebih bersifat momentum sektoral saja, termasuk industri penunjang seperti perdagangan alat berat.

Nico menambahkan, mayoritas dari emiten yang disebutkan di atas memiliki pertumbuhan yang cukup berkelanjutan, kecuali saat terjadi pandemi covid-19 tahun 2020. Nico menyoroti revenue UNTR sudah terlihat meningkat secara bertahap sejak kuartal pertama hingga kuartal ketiga 2022.

"Hasil itu berkat penjualan mesin konstruksi  dan dari lini bisnis kontraktor penambangan yang signifikan, seiring kenaikan harga rata-rata batubara tahun 2022," terang Nico.

Baca Juga: Masuk Jajaran Indeks LQ45, Saham Sido Muncul (SIDO) Bakal Mempesona

Selanjutnya, Nico melihat INDF dan HMSP bisnisnya terdongkrak tingkat pemulihan ekonomi dan konsumsi masyarakat. Kenaikan revenue INDF ditopang oleh bisnis produk bermerek yang dijalankan oleh anak usaha, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP).

Sedangkan revenue HMSP didorong oleh kenaikan penjualan sigaret di pasar lokal maupun ekspor. Secara umum, Nico menaksir emiten yang mampu membukukan pendapatan di atas Rp 100 triliun pada tahun buku 2022, berpeluang mempertahankan kinerja bisnisnya pada tahun 2023.

Katalis pendukungnya adalah kebijakan bank sentral global yang tidak seagresif tahun lalu, sentimen re-opening China, harga komoditas yang masih berada di level tinggi, serta ekonomi makro dalam negeri yang masih kondusif.

"Tantangannya lebih kepada masih adanya bayang-bayang perlambatan ekonomi global yang bisa menahan demand, serta risiko di setiap sektor seperti kenaikan tarif cukai pada sektor rokok," imbuh Nico.

 

 

Pertimbangan Investasi

Di sisi lain, Pandhu melihat capaian revenue jumbo akan menjadi pertimbangan penting, khususnya bagi investor jangka panjang. Penghasilan besar lebih dari Rp 100 triliun dalam setahun menunjukkan seberapa kuat posisi emiten dalam industri tersebut. 

Posisi sebagai market leader akan menjadi keunggulan kompetitif, sehingga keberlangsungan bisnis dinilai lebih tangguh dibanding para kompetitor. Besarnya pendapatan turut menunjukkan sejauh mana upaya emiten meningkatkan kapasitas dan memperluas pangsa pasarnya.

"Namun investor tentu tidak asal membeli perusahaan dengan pendapatan besar semata. Tetap perlu memperhatikan model bisnis, potensi pertumbuhan dan laba sebagai pedoman untuk memproyeksikan imbal hasil dari investasi mereka," terang Pandhu. 

Praska punya analisa serupa. Pendapatan lebih dari Rp 100 triliun setahun akan memang menjadi daya tarik. Tapi investor juga akan fokus menilai laju pertumbuhan serta besaran margin laba hingga seberapa besar yang bisa dikonversi menjadi laba bersih.

Baca Juga: Dua Saham Blue Chip Baru Ini Diprediksi Bakal Cuan

"Karena itu mempengaruhi tingkat return investor, bisa berbentuk dividen atau potensi capital gain dari kenaikan harga saham di pasar," sebut Praska.

Di antara emiten yang punya penghasilan di atas Rp 100 triliun setahun itu, ASII, BMRI, BBRI dan TLKM menjadi saham pilihan Praska. Keempat saham itu menarik dikoleksi untuk jangka menengah hingga panjang. 

"Terlebih saham-saham tersebut juga masuk ke dalam kategori dividend player," kata Praska.

Pandhu merekomendasikan BBRI, BMRI, dan ASII sebagai pilihan investasi jangka panjang. Sedangkan untuk UNTR dan ADRO, Pandhu melihat sejauh ini keduanya lebih cocok untuk trading jangka pendek.

"Untuk UNTR dan ADRO perlu diperhatikan pergerakan harga batubara, karena meskipun memiliki kinerja yang kuat namun ada potensi penurunan signifikan jika terjadi koreksi besar pada harga komoditas," terang Pandhu.

Nico menjagokan saham BBMRI, BBRI, dan INDF. Pelaku pasar bisa mempertimbangkan akumulasi beli BMRI mencermati resistance Rp 10.400 dan support Rp 9.850, BBRI pada resistance Rp 4.800 dan support Rp 4.560, serta area Rp 6.875 dan Rp 6.650 sebagai resistance - support INDF.

Baca Juga: ACES hingga SCMA Jadi Penghuni LQ45, Ini Rekomendasi Saham yang Paling Menarik

Sementara itu, Pengamat Pasar Modal William Hartanto menilai saham HMSP, INDF, UNTR, ASII, TLKM, BMRI dan BMRI layak menjadi pilihan investasi. Secara teknikal, target harga HMSP ada di area Rp 1.000 - Rp 1.140, dan Rp 7.400 sebagai target harga INDF.

Selanjutnya, target untuk saham UNTR, ASII, TLKM, BMRI dan BBRI, masing-masing berada di level harga Rp 28.000, Rp 6.300, Rp 4.400, Rp 11.000, dan Rp 5.000. 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi
Terbaru