Harga batubara bakal melambung berkat sejumlah katalis ini

Senin, 16 November 2020 | 07:10 WIB   Reporter: Akhmad Suryahadi
Harga batubara bakal melambung berkat sejumlah katalis ini


BATUBARA -   JAKARTA. Merosotnya harga batubara dunia turut menggerus kinerja emiten pertambangan dalam negeri. Namun, harga emas hitam ini diproyeksikan akan pulih seiring membaiknya perekonomian global.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas memperkirakan harga batubara akan pulih mulai akhir tahun 2020 dan terus meningkat hingga tahun depan.

Beberapa asumsi atas estimasi ini didasarkan pada permintaan batubara dari China yang mulai menunjukkan peningkatan seiring penurunan tingkat infeksi Covid-19 dan perekonomian yang mulai pulih.

Selain itu, pada kuartal kedua 2021, permintaan dari Jepang, Korea Selatan dan Malaysia kemungkinan mulai meningkat secara signifikan.

Baca Juga: Darma Henwa (DEWA) berikhtiar pertanhankan kinerja bisnis hingga akhir 2020

Ketiga Negara ini memiliki peran penting bagi emiten batubara lokal karena ketiga negara tersebut merupakan pengimpor batubara dari Indonesia. Sukarno meyakini negara-negara ini memiliki sistem pengendalian yang cukup baik untuk menjaga tingkat infeksi Covid-19 tetap rendah sembari menunggu adanya vaksin.

Hanya saja, hingga paruh pertama 2021, permintaan batubara dari India diyakini mungkin masih rendah. Tingkat infeksi Covid-19 di India merupakan yang terbesar kedua di dunia. Pada bulan September, infeksi harian di sana mencapai 85.000 infeksi per hari.

Perekonomian India termasuk salah satu yang terburuk di dunia, dengan kontraksi mencapai 23,9% pada kuartal kedua tahun 2020. Diperkirakan, perekonomian India membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih.

Sukarno meyakini, pada akhir tahun ini diperkirakan harga batubara akan rebound dan kemungkinan akan terus meningkat di tahun depan. “Diperkirakan harga batubara pada triwulan keempat akan bergerak pada level US$ 59,57 per ton, dan pada tahun 2021 akhir diperkirakan menembus level US$ 65.00 per ton,” terang Sukarno.

Tahun ini, harga batubara sempat menyentuh level US$ 50 per ton dan harga mampu kembali ke level US$ 59 per ton atau tumbuh 17%. Penguatan tersebut antara lain disebabkan penurunan produksi untuk menstabilkan harga batubara karena permintaan yang melemah.

Harga batubara thermal China dinilai dapat bertahan di rentang harga antara 500 yuan hingga 630 yuan per metrik ton, dan harga bisa turun setelah mencapai 630 yuan. Ke depan, harga batubara thermal China bisa dengan mudah mencapai 630 yuan per ton di kuartal keempat, didukung oleh pembatasan produksi.

Baca Juga: Menebak pergerakan IHSG pekan depan menyambut hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI

Adapun harga batubara China berjangka mencerminkan optimisme pasar batubara. Sentimen positif akan terjadi jika harga berada di level 630 yuan, yang mana memungkinkan Pemerintah China akan melonggarkan pembatasan impor.

“Kondisi ini akan menjadi keuntungan bagi eksportir batubara Indonesia untuk meningkatkan penjualannya,” sambung dia. Untuk saat ini, Indonesia berkontribusi terhadap 47,5% impor batubara ke China.

Diperkirakan, pasokan batubara thermal domestik China berpotensi berkurang dalam beberapa bulan mendatang. Salah satunya, ada investigasi korupsi pejabat di Inner Mongolia  yang merupakan distrik (wilayah) produksi batubara terbesar di China yang bisa menghambat produksi batubara.

Sentimen lainnya datang dari dalam negeri. Analis MNC Sekuritas Catherina Vincentia menyebut, sentimen ini dipicu oleh Pemerintah melalui Omnibus Law yang baru disahkan.

Perubahan sektor pertambangan batubara adalah diantaranya  rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% untuk komoditas batubara serta royalti 0% untuk perusahaan batubara yang telah melakukan hilirisasi.

Tujuan sebenarnya dari hal ini sebenarnya adalah untuk meningkatkan nilai komoditas, bukan hanya mengekspor batubara mentah, yang akan menguntungkan di masa mendatang dengan meningkatkan penerimaan negara baik dari penerimaan negara bukan pajak maupun pajak .

Baca Juga: Mayoritas kinerja pemainnya tertekan, simak rekomendasi saham emiten batubara berikut

Dalam hal ini, Pemerintah juga membidik investasi asing yang lebih tinggi dalam bentuk kerjasama membangun pabrik atau fasilitas hilirisasi tertentu seperti yang dilakukan oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA) bersama dengan Air Products.

Namun hilirasi batubara ini membutuhkan jalan yang cukup panjang. Proyek hilirisasi dipastikan membutuhkan studi kelayakan terlebih dahulu, sementara fasilitasnya tidak terjangkau dan butuh waktu bertahun-tahun untuk membangun.

“Dengan asumsi tersebut, beberapa perusahaan masih sangat mengandalkan ekspor batubara seperti PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dan  PT Harum Energy Tbk (HRUM),” terang Catherina.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hanya beberapa perusahaan yang akan mendapatkan keuntungan dari royalti 0%, sementara banyak perusahaan yang saat ini masih berlomba untuk memenuhi persyaratan tersebut.

Selanjutnya: IHSG berpotensi melemah esok hari, saham-saham ini bisa dicermati

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli
Terbaru