RENCANA IPO - JAKARTA. PT Mutuagung Lestari Tbk (MUTU) merupakan perusahaan di bidang jasa pengujian, inspeksi dan sertifikasi (testing, inspection, and certification) atau TIC berencana melakukan penawaran umum saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia.
MUTU berencana melepas sebanyak-banyaknya 942,85 juta lembar saham atau setara dengan 30% dari modal ditempatkan dan disetor setelah IPO.
Adapun, MUTU memasang harga penawaran awal atawa bookbuilding dalam rentang harga Rp 105 hingga Rp 110. Dengan demikian, MUTU bakal memperoleh dana segar antara Rp 99 miliar hingga Rp 103,71 miliar.
Bersamaan dengan penawaran umum, Mutuagung juga menerbitkan Waran Seri I sebanyak-banyaknya 235,71 juta atau mewakili sebesar 10,71% dari modal ditempatkan dan disetor setelah IPO.
Adapun, Waran seri I diberikan secara cuma-cuma sebagai insentif bagi para pemegang saham baru yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham (DPS) saat penjatahan. Waran seri I ini memiliki rasio 4:1 terhadap saham baru, artinya setiap pemegang 4 lembar saham baru berhak memperoleh 1 lembar waran.
Baca Juga: Mutuagung Lestari (MUTU) Gelar IPO, Incar Dana Segar Rp 99 Miliar
Dana dari penerbitan waran ini, di harapkan dapat memperoleh dana segar sebesar Rp76,37 miliar dengan harga pelaksanaan waran sebesar Rp 324 per waran.
Untuk melancarkan hajatannya, Mutuagung Lestari menunjuk PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk (TRIM) sebagai penjamin pelaksana emisi efek.
Adapun, proses penawaran saham MUTU akan berlangsung pada 12 Juli 2023 hingga 24 Juli 2023, sehingga saham MUTU diperkirakan akan tercatat dan mulai diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia pada 9 Agustus 2023.
Presiden Direktur MUTU International Arifin Lambaga menyampaikan bahwa IPO ini merupakan salah satu langkah strategis yang diambil MUTU untuk menangkap peluang yang lebih besar di industri TIC Indonesia dan meyakini saat pemerintah mewajibkan pelaku usaha melakukan sertifikasi, maka industri TIC akan semakin berkembang.
Selain itu, Arifin mengatakan saat ini masih belum banyak perusahaan yang terlibat dalam industri TIC. Bahkan konsumen dan pelaku usaha juga belum banyak menyadari akan pentingnya sertifikasi terhadap sebuah produk maupun jasa.
Menurut Arifin, sebanyak 66% dana hasil penawaran umum akan digunakan sebagai belanja modal (capital expenditure) guna mengembangkan laboratorium eksisting maupun laboratorium baru yang nantinya menjadi kantor cabang setelah mendapatkan akreditasi.
Adapun sisanya sekitar 34% dana hasil penawaran umum ditambah seluruh dana hasil pelaksanaan waran akan dialokasikan untuk keperluan belanja operasional (operational expenditure) guna menunjang bisnis, baik di pasar eksisting maupun pasar yang baru termasuk peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia sesuai tiga fokus strategi MUTU, yaitu Green Economy, Shariah Economy dan Digital Economy.
Arifin melihat terdapat potensi yang baik untuk industri TIC baik di Indonesia maupun global yang diperkirakan nilai pasar TIC global tahun 2027 mencapai US$ 270 miliar atau sekitar Rp 4.000 triliun. Adapun nilai pasar Indonesia saat ini baru mencapai Rp 20 triliun.
"Kami optimistis industri TIC masih akan terus tumbuh secara eksponensial di masa mendatang seiring adanya kebijakan hilirisasi industri, pembangunan ekonomi hijau, digitalisasi, pengembangan ekonomi syariah, peningkatan volume perdagangan dan juga peningkatan kesadaran konsumen akan pentingnya sertifikasi,” ujar Arifin dalam konferensi pers paparan publik IPO MUTU di Jakarta, Kamis (13/7).
Menurut Arifin salah satu sektor unggulan yang menjadi kekuatan MUTU adalah sumber daya alam dan green economy. Di sektor sumber daya alam, MUTU berperan memperkuat nilai-nilai yang dimiliki oleh korporasi pengolahan seperti kelapa sawit, kayu, pangan dan lain-lain dengan memberikan sentuhan pengujian, inspeksi dan sertifikasi.
Saat ini, PT Jasa Mutu Mineral Indonesia (Jammin), salah satu anak usaha yang 99% sahamnya dimiliki MUTU, merupakan satu dari sembilan lembaga TIC di bidang batubara dan nikel yang memiliki izin dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Perdagangan.
Arifin mengatakan masih terdapat potensi besar pada anak usaha dari besarnya industri pertambangan batubara dan nikel Indonesia. Dimana hingga 2022, Indonesia merupakan negara penghasil batubara nomor tiga sekaligus penghasil nikel nomor satu di dunia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News