EMITEN - JAKARTA. PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mencetak kinerja moncer pada periode Januari-September 2020. Emiten tambang ini membukukan laba bersih US$ 76,64 juta pada sembilan bulan pertama tahun ini.
Laba bersih INCO melesat hingga 47.800% secara tahunan atau 479 kali lipat menjadi US$ 76,64 juta dari sebelumnya hanya US$ 160.000 pada periode yang sama tahun lalu. Di saat yang bersamaan, pendapatan emiten produsen nikel ini berhasil naik 12,7% secara tahunan dari sebelumnya US$ 506,46 juta menjadi US$ 571,02 juta pada sembilan bulan 2020.
Direktur Keuangan Vale Indonesia Bernardus Irmanto menuturkan, setidaknya ada tiga faktor yang membuat konstituen Indeks Komaps100 ini berhasil membukukan kinerja yang mentereng. Pertama, INCO berhasil membukukan kinerja produksi yang cukup baik di tengah terjangan pandemi.
INCO telah memproduksi 19.477 metrik ton nikel dalam matte sepanjang triwulan ketiga tahun 2020. Realisasi ini 4% lebih tinggi dibandingkan dengan volume produksi yang dihasilkan pada kuartal kedua 2020 yang hanya 18.701 metrik ton. INCO mencatat volume pengiriman sebesar 19.954 metrik ton dengan pendapatan sebesar US$ 210,6 juta pada triwulan ketiga.
Baca Juga: Harga emas & nikel stabil, prospek Antam (ANTM) dan Vale (INCO) masih cerah
Sementara jika diakumulasikan, produksi nikel Vale Indonesia pada sembilan bulan pertama 2020 mencapai 55.792 metrik ton , atau 10% lebih tinggi dibandingkan dengan produksi pada periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya 50.531 metrik ton .
Kedua, kinerja Vale Indonesia juga terkerek harga nikel yang membaik di kuartal ketiga. Manajemen INCO mencatat, harga realisasi nikel pada triwulan ketiga lebih tinggi 13% dibandingkan harga realisasi pada triwulan kedua.
Baca Juga: Analis tetap rekomendasikan saham LQ45 meski ada yang tergolong mahal
Ketiga, kinerja INCO juga terbantu oleh rendahnya harga komoditas minyak dan batubara dibanding dengan perkiraan yang dipasang manajemen sampai dengan September 2020. INCO mencatat, harga rata-rata diesel per liter hingga September 2020 hanya sebesar US$ 0,41 per liter, turun dari periode yang sama pada tahun sebelumnya yakni sebesar US$ 0,59.
Pun begitu dengan batubara yang hingga kuartal ketiga 2020 harga rata-rata menjadi US$ 101,47 per ton dari sebelumnya US$ 124,68 per ton. "Ketiga hal tersebut berkontribusi secara positif terhadap pencapaian perusahaan sampai September 2020," terang Bernardus kepada Kontan.co.id, Jumat (30/10).
Di sisi lain, konsumsi high sulphur fuel oil (HSFO), diesel, dan batubara masing-masing naik sebesar 15%, 3%, dan 7%, secara kuartalan. Kenaikan konsumsi bahan energi ini sejalan dengan produksi nikel dalam matte yang lebih tinggi pada kuartal ketiga.
Melihat harga komoditas nikel yang saat ini cenderung stabil, Bernardus memproyeksikan harga nikel mungkin akan bertahan di level yang ada saat ini. Meskipun kenaikan harga nikel saat ini ia nilai tidak didorong oleh faktor fundamental pasar. Bernardus berharap, sentimen positif terhadap komoditas nikel masih akan mendominasi pasar. Salah satunya terkait rencana pembentukan holding baterai mobil listrik dan juga beberapa kebijakan pemerintah terkait tujuan yang sama.
Baca Juga: Valuasi saham LQ45 tergolong sudah diskon, tetap waspada value trap
Hingga akhir tahun, Vale Indonesia masih mempertahankan target produksi nikel di kisaran 73.700 metrik ton. Adapun INCO telah mengeluarkan sekitar US$ 34,8 juta untuk belanja modal atau capital expenditure (capex) pada triwulan ketiga. Sehingga, belanja modal secara akumulatif mencapai US$ 104,5 juta. INCO menggelontorkan capex senilai US$ 110 juta sampai US$ 120 juta untuk tahun ini.
Ke depan, INCO akan tetap fokus pada berbagai inisiatif penghematan biaya untuk mempertahankan daya saing dalam jangka panjang tanpa mengkompromikan nilai utama yang dijunjung yakni keselamatan jiwa dan kelestarian bumi.
Baca Juga: Di tengah pandemi, laba bersih ANTM naik 30%, INCO melesat 48.000%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News