Melihat strategi Surya Pertiwi (SPTO) bertahan di tengah pandemi Covid-19

Minggu, 08 November 2020 | 10:10 WIB   Reporter: Benedicta Prima
Melihat strategi Surya Pertiwi (SPTO) bertahan di tengah pandemi Covid-19


MANUFAKTUR - JAKARTA. Emiten distributor alat sanitasi dan perlengkapan kamar mandi PT Surya Pertiwi Tbk tak bisa mengelak dari dampak pagebluk Covid-19. Sejak pandemi merebak, penjualan Surya Pertiwi cenderung menurun.

Penurunan penjualan terbesar dirasakan pada April dan Mei 2020, saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diberlakukan. Selama PSBB, sebagian besar toko milik perusahaan terpaksa ditutup sementara.

Akibatnya, pendapatan Surya Pertiwi di hampir semua lini mengalami penurunan. Sebanyak 70% pendapatan Surya Pertiwi berasal dari penjualan di segmen pasar ritel. Sementara, 30% sisanya berasal dari segmen proyek.

Di sisa tahun ini, emiten dengan kode saham SPTO ini berharap keadaan bisa berbalik arah. Apalagi, PSBB sudah dilonggarkan. Surya Pertiwi juga berharap dari pemulihan sektor properti. Sebab produknya banyak digunakan untuk menunjang proyek-proyek properti.

Baca Juga: Memperbanyak aset obligasi jadi kunci Panin AM mengangkat kinerja reksadana campuran

Direktur Surya Pertiwi Irene Hamidjaja mengatakan, sepanjang Januari hingga September 2020, penjualan perusahaan ini turun sekitar 17% secara tahunan (yoy). Pada periode yang sama tahun lalu, emiten ini mencetak pendapatan Rp 1,61 triliun.

Irene memprediksi, hingga akhir tahun nanti, penjualan Surya Pertiwi masih akan terkontraksi sekitar 15%-20% yoy. "Setelah PSBB dilonggarkan di Juni lalu, penjualan perusahaan sudah mulai membaik sampai September 2020," jelas Irene kepada KONTAN, Jumat (6/11).

Irene melihat daya beli masyarakat masih akan lemah akibat efek gulir pandemi Covid-19. Sehingga, permintaan pasar secara nasional juga menurun.

Surya Pertiwi menjual 100% produknya di dalam negeri. Alhasil, kondisi penjualan perusahaan sangat terpengaruh dengan fluktuasi ekonomi nasional. Dus, di sisa tahun ini, Surya Pertiwi memilih fokus melakukan penghematan biaya dan menjaga arus kas.

Irene memaparkan, tahun depan Surya Pertiwi lebih optimistis kinerja bakal kembali positif. Hal ini seiring dengan pemulihan ekonomi yang diyakini berlangsung progresif serta kenaikan permintaan dari sektor properti.

Baca Juga: Modernland Gagal Bayar Obligasi, Freddy Chan Mundur dari Jabatan Wakil Direktur Utama

Rencana ekspansi

Hingga saat ini, SPTO sudah menyerap belanja modal atau capital expenditure (capex)sekitar Rp 100 miliar. Dana tersebut digunakan untuk biaya perawatan.

Capex Surya Pertiwi berasal dari kombinasi utang bank dan kas internal. Irene menjelaskan, perusahaan ini belum akan membutuhkan belanja modal yang besar, karena beberapa tahun sebelumnya Surya Pertiwi sudah melakukan ekspansi pabrik di Gresik, Jawa Timur.

Lahan di pabrik ini cukup untuk 10 lini produksi. Saat ini, baru terpasang dua lini produksi. Capex yang lebih besar, baru akan dibutuhkan ketika perusahaan melakukan pemasangan lini produksi ketiga.

Sehingga, proyeksi capex untuk 2021 kemungkinan tak akan jauh berbeda dari tahun ini, berkisar Rp 50 miliar hingga Rp 100 miliar. Capex akan dialokasikan untuk kegiatan maintenance.

Irene mengatakan, SPTO akan memaksimalkan fasilitas produksi baru di Gresik. "Kami akan mengenalkan lebih banyak tipe produk baru untuk menarik pasar lebih luas," ujar Irene. Harapannya, pangsa pasar yang saat ini sebesar 60% bisa meningkat.

Perusahaan ini juga akan memanfaatkan jaringan distribusi yang cukup luas. Per Juni 2020, jaringan distribusi Surya Pertiwi tercatat mencapai 11 distributor tunggal eksklusif yang tersebar di 14 kota besar di luar Jabodetabek dan Surabaya. Perusahaan ini juga memiliki lebih dari 100 toko atau diler di wilayah Jabodetabek dan Surabaya.

Baca Juga: Rugi kurs membengkak, Central Omega Resources (DKFT) cetak rugi bersih Rp 50 miliar

Irene menambahkan, kondisi neraca keuangan Surya Pertiwi masih kuat. Ekuitas perusahaan ini per semester I-2020 tercatat Rp 1,78 triliun dan liabilitas Rp 1,11 triliun.

Hingga paruh pertama tahun ini, Surya Pertiwi mencatatkan pendapatan bersih sebesar Rp 855,77 miliar. Angka ini turun 17,67% dibandingkan pendapatan bersih di semester I-2019 yang mencapai Rp 1,03 triliun.

Sejatinya penurunan pendapatan ini diiringi penurunan beban pokok pendapatan sebesar 19,23% secara tahunan menjadi Rp 619,23 miliar. Namun, beberapa pos beban lainnya masih naik.

Beban usaha tercatat naik 31,44% yoy menjadi Rp 177,07 miliar di semester I-2020. Sebelumnya, beban usaha Surya Pertiwi hanya Rp 134,71 miliar di semester I-2019.

Beban bunga perusahaan juga melonjak 100,95% dari sebelumnya Rp 7,89 miliar di semester I-2019 jadi Rp 15,86 miliar pada semester I-2020. Alhasil, laba bersih perusahaan hanya mencapai Rp 37,26 miliar, atau menyusut 63% dibandingkan laba bersih pada semester I-2019 yang sebesar Rp 100,73 miliar.

Selanjutnya: Rugi kurs membengkak, Central Omega Resources (DKFT) cetak rugi bersih Rp 50 miliar

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli

Terbaru