Menakar Risiko pada Saham-Saham yang Baru IPO di BEI

Minggu, 05 Maret 2023 | 06:00 WIB   Reporter: Aris Nurjani
Menakar Risiko pada Saham-Saham yang Baru IPO di BEI


BURSA EFEK / BURSA SAHAM -  JAKARTA. Perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) terus bertumbuh. Berdasarkan data BEI, Hingga 3 Maret 2023, telah terdapat 22 perusahaan tercatat yang melakukan Initial Public Offering (IPO) dan mencatatkan sahamnya di BEI. 

Mengutip RTI, Per 3 Maret 2022, dari 22 emiten, hanya 12 emiten yang harganya lebih tinggi dari harga perdana. Lalu 8 emiten lagi harganya turun dan 2 mengalami stagnan.

Adapun, saham yang paling mengalami penurunan paling dalam adalah PT Lavender Bina Cendikia Tbk (BMBL) ditutup di Rp 57 per saham atau turun 69,68% dari harga perdana di Rp 188 per saham.

Ada juga saham PT Mitra Tirta Buwana Tbk (SOUl) ditutup di Rp 34 per saham atau turun 69,09% dari harga perdana di Rp 110 per saham.

Baca Juga: Melihat Nasib Saham-Saham yang Baru Listing di BEI pada 2023

Sementara yang paling mengalami kenaikan paling tinggi yaitu PT Pelita Teknologi Global Tbk (CHIP) ditutup di Rp 620 atau naik 287,5% dari harga perdana di Rp 160, lalu ada PT Jasa Berdikari Logistics Tbk (LAJU) ditutup di Rp 272 per saham atau naik 172% dari harga perdana di Rp 100 per saham.

Sedangkan, saham yang mengalami stagnan adalah PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dan PT Sunindo Pratama Tbk (SUNI).

 

 

Merespons pergerakan saham-saham tersebut, Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas Cheril Tanuwijaya mengatakan secara global bursa saham di 2023 kinerjanya belum cemerlang dimana secara year to date (YTD) IHSG melemah 0,54%. Sehingga saham-saham yang baru IPO wajar terjadi fluktuasi yang luar biasa.

"Saham yang baru IPO memang wajar terjadi fluktuasi yang luar biasa dan sangat rentan terhadap aksi jual investor sehingga wajar jika mayoritas saham-saham yang IPO melemah," jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (3/3).

Cheril mengatakan penilaian saham yang menarik atau tidak bukan hanya berdasarkan valuasi, namun prospek bisnis juga menjadi pertimbangan investor dalam memilih saham-saham untuk berinvestasi.

Baca Juga: Strategi Berdikari Pondasi Perkasa (BDKR) Capai Target Tahun 2023

Selain itu, berinvestasi pada saham-saham IPO memiliki risiko yang lebih tinggi karena masih baru dibandingkan emiten yang sudah lama tercatat di BEI.

Ditambah kepercayaan investor terhadap perusahaan tersebut juga belum stabil seperti perusahaan yang sudah dewasa atau setidaknya telah membuktikan kinerjanya pada beberapa periode.

Cheril melihat beberapa saham yang yang telah tercatat di BEI tetap memiliki peluang namun mengingat risiko yang besar, investor perlu mengelola risikonya agar potensi untung lebih besar daripada rugi.

"Dengan cara investasi sesuai kemampuan dan dengan uang dingin serta melihat prospek jangka panjang sehingga tidak panik saat harga turun," jelasnya.

Sementara, Analis Henan Putihrai Jono Syafei mengatakan saham-saham yang baru IPO memang tidak menjamin harga sahamnya akan terus naik, terutama jika investor melihat sektor emiten tersebut sedang mendapat sentimen negatif atau positif. 

"Lalu investor juga menilai valuasi emiten yang baru IPO, di mana jika sudah lebih mahal maka biasanya investor melakukan aksi jual,"katanya.

Jono mengatakan investasi pada saham IPO tentu harus memperhatikan potensi pertumbuhan dan valuasi walaupun sebagian saham IPO harga sahamnya turun, bukan berarti seluruhnya jelek.

Adapun penurunan pada saham SOUL karena berkemungkinan produknya sendiri belum menjadi yang terlaris di kelasnya, sehingga dapat menjadi sentimen kurang baik.

Baca Juga: Pengamat Minta Perrtamina Geothermal (PGEO) Realistis Targetkan Hasil IPO

Sementara kenaikan saham pada BEER karena mendapatkan katalis positif yaitu seiring meningkatnya pariwisata yang juga dapat meningkatkan konsumsi alkohol terutama pada generasi muda di mana produk BEER sendiri, cap tikus dan soju merupakan salah satu yang terlaris di kelasnya.

Jono mengatakan jika ingin berinvestasi pada saham-saham yang baru IPO baiknya menunggu hingga harga saham stabil dan valuasi normal atau setelah laporan keuangan 2022 keluar.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli

Terbaru