Menengok Prospek Saham Big Cap pada Tahun 2022

Senin, 03 Januari 2022 | 06:25 WIB   Reporter: Ika Puspitasari
Menengok Prospek Saham Big Cap pada Tahun 2022


REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Mayoritas emiten yang memiliki kapitalisasi pasar terbesar atau big cap berhasil mencetak kinerja yang positif sepanjang tahun 2021.

Berdasarkan data RTI, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) berhasil tumbuh 7,83%, selanjutnya PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) naik 2,09% sepanjang 2021, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) melesat 22,05%, dan saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) melejit 11,07%.

Selanjutnya saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) melonjak hingga 312,60%, saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) tumbuh 9,31%, kemudian PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) meningkat 62,86%.

Sementara itu, saham PT Astra International Tbk (ASII) terkoreksi 5,39% secara ytd, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) turun 44,08%, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) minus 10,66%, dan PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) turun 35,88% secara ytd.

Analis Binaartha Sekuritas Lingga Pratiwi menilai, penurunan harga saham-saham big cap dipengaruhi oleh sejumlah sentimen.

Misalnya saja dari sektor tembakau yang terpengaruh oleh kenaikan tarif cukai, konsumen akan beralih ke merk harga yang lebih murah karena pertumbuhan cukai lebih tinggi pada 2022 dibandingkan dengan 2021. 

Baca Juga: Saham Big Cap: IHSG Mendaki, HMSP Naik 3 Hari, BBNI, UNVR Turun Terdalam

Naiknya tarif cukai tersebut akan mendorong perusahaan rokok seperti HMSP untuk menanggung biayanya.

Sedangkan pergerakan saham TPIA terpengaruh oleh kinerja perusahaannya. Menurut Lingga, pertumbuhan penjualan TPIA yang cenderung datar disebabkan oleh berlanjutnya pembatasan karena pandemi Covid-19. 

Sehingga, margin akan tetap rendah karena kelebihan pasokan global saat ini akan terus berlanjut, sedangkan permintaan belum pulih.

Secara keseluruhan, untuk saham-saham yang mayoritas mencatatkan pertumbuhan kinerja tak lepas dari pulihnya kondisi ekonomi. 
“Pertumbuhan PDB Indonesia pada kuartal III-2021 tercatat sebesar 3,5% yoy, terutama didorong oleh pemerintah belanja dan ekspor,” ungkapnya, Minggu (2/1).

Selain itu, data PMI Manufaktur, kepercayaan konsumen, dan penjualan ritel menunjukkan angka yang pulih. Tahun ini BI memperkirakan pertumbuhan PDB 2022 sebesar 4,7%-5,5%, didukung oleh pemulihan ekonomi global.

Lingga menambahkan, pemulihan pertumbuhan ekonomi memberikan likuiditas terutama untuk big caps, korelasi yang kuat antara komoditas harga dan konsumsi domestik yang akan positif bagi perekonomian Indonesia.

Sayangnya, Lingga enggan memberikan komentar terkait emiten-emiten baru yang berpotensi gabung di jajaran saham dengan kapitalisasi pasar jumbo pada tahun ini.

Dari jajaran saham big cap, Lingga menjagokan saham-saham dari sektor perbankan dan konsumer karena terbilang sektor yang defensive.

“Dengan pemulihan ekonomi diharapkan perbankan juga dapat memberikan kredit lebih masif, dan rendah restrukturisasi, kualitas asset semakin membaik,” ungkapnya.

Ia menambahkan sektor konsumer terdorong oleh indeks kepercayaan konsumen yang mulai mencapai kembali di atas level 100 pada Oktober 2021 (113,4) setelah menunjukkan pesimisme pada bulan Juli (80.2pt), Agustus (77,3), dan September (95,5). 

Baca Juga: Saham Big Cap: IHSG Hijau, BBNI, TPIA, UNVR Naik 3 Hari, ARTO, ICBP Turun Terdalam

“Kami percaya bahwa indeks masih dapat membaik lebih lanjut seiring dengan optimisme yang lebih tinggi terhadap kondisi pemulihan ekonomi,” tambah Lingga.

Dari sektor perbankan, ia memilih saham BBNI karena menunjukkan perputaran pendapatan terbesar di sembilan bulan pertama tahun ini. Ia memberikan rekomendasi hold saham BBNI dengan target harga Rp 8.300.

BBRI juga menjadi pilihan Lingga, dimana BBRI menunjukkan peningkatan pendapatan secara kuartalan tertinggi di kuartal III-2021, didorong oleh penurunan biaya provisi secara signifikan. Ia memberikan rekomendasi hold saham BBRI dengan target harga Rp 5.050.

Dari sektor konsumer, Lingga memandang ICBP bisa dijadikan pilihan yang menarik karena memberikan pertumbuhan pendapatan 22,4% yoy selama paruh pertama tahun 2021, sebagian besar didukung oleh pertumbuhan penjualan yang signifikan di Timur Tengah dan Afrika. Ia menyarankan buy ICBP dengan target harga Rp 10.000.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi

Terbaru