Penyebab Mayoritas Bursa Utama Asia Menguat pada Perdagangan Rabu (20/4)

Kamis, 21 April 2022 | 05:50 WIB   Reporter: Akhmad Suryahadi
Penyebab Mayoritas Bursa Utama Asia Menguat pada Perdagangan Rabu (20/4)


IHSG -  JAKARTA. Indeks saham di Asia sore ini Rabu (20/4) mayoritas ditutup naik. Penguatan tertinggi dicatatkan oleh Indeks Nikkei 225 yang naik 0,86%, disusul Strait Times Indeks yang menguat 0,85%. Dari dalam negeri, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,39% ke level 7.227,362.

Tim Riset Phillip Sekuritas Indonesia menilai, menguatnya Bursa Asia terjadi di tengah lonjakan imbal hasil (yield) surat utang Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan respons kebijakan yang terukur dari Pemerintah China atas pemberlakuan kebijakan lockdown untuk melawan pandemi.

Berbeda dengan mayoritas negara maju yang mulai mengetatkan kebijakan moneter untuk memerangi inflasi, Negeri Panda tersebut justru lebih memperlonggar kebijakan moneter untuk menghadapi perlambatan ekonomi.

Bank sentral China atau People’s Bank of China(PBOC) hari ini memutuskan untuk mempertahankan suku bunga pinjaman Loan Prime Rate (LPR) bertenor 1 tahun dan 5 tahun masing-masing di 3,70% dan 4,60%. Ini terjadi meskipun berkali-kali pejabat China berjanji memberi pertolongan pada ekonomi yang sedang melambat.

Baca Juga: IHSG Naik 0,39% ke 7.227 di Perdagangan Rabu (20/4), Net Buy Asing Rp 832,72 Miliar

Keputusan PBOC ini tidak terlalu mengejutkan, karena PBOC khawatir jika menurunkan suku bunga saat ini akan berdampak kecil pada perekonomian mengingat banyaknya jumlah warga yang dipaksa isolasi di rumah.

Selain itu, penurunan suku bunga juga akan memperbesar selisih suku bunga dengan AS yang dapat memicu aliran dana keluar dari pasar finansial China.

Di awal bulan ini, untuk pertama kali sejak 2010 imbal hasil (yield) surat utang Pemerintah China bertenor 10 tahun turun menjadi lebih rendah dari yield surat utang Pemerintah AS bertenor 10 tahun.

Jepang mencatatkan defisit Neraca Perdagangan di bulan Maret 2022 yang nilainya 4 kali lebih besar dari ekspektasi pasar. Penyebabnya karena ekspor ke China yang turun tajam sementara lonjakan harga bahan energi membuat nilai impor membengkak.

Dengan demikian, Neraca Perdagangan Jepang sudah mengalami defisit selama 8 bulan beruntun.

Baca Juga: Siap-siap, Dharma Satya Nusantara (DSNG) Bagikan Dividen Tunai Rp 212 Miliar

Impor meroket 31,2% year-on-year (YoY) didorong oleh pembelian minyak mentah, batubara dan gas alam. Angka ini lebih tinggi dari estimasi kenaikan sebesar 28,9% YoY.

Ekspor hanya tumbuh 14,7% YoY sehingga defisit Neraca Perdagangan mencapai JPY 412,4 miliar (setara US$ 3,19 miliar) atau 4 kali lebih besar dari estimasi defisit JPY 100,8 miliar. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli

Terbaru