Proyek smelter TSL Ausmelt milik TINS gagal beroperasi, ini rekomendasi saham TINS

Rabu, 03 Maret 2021 | 20:27 WIB   Reporter: Hikma Dirgantara
Proyek smelter TSL Ausmelt milik TINS gagal beroperasi, ini rekomendasi saham TINS

ILUSTRASI. Groundbraking smelter teknologi ausmelt PT Timah Tbk (TINS)


REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Pandemi Covid-19 telah menghambat kegiatan ekspansi PT Timah Tbk (TINS) pada tahun ini. Salah satu ekspansi TINS adalah beroperasinya fasilitas smelter timah berteknologi TSL Ausmelt Furnace pada paruh kedua tahun ini.

Namun, dengan adanya pandemi Covid-19 sejak tahun lalu, proyek ini pun tertunda dan dicanangkan baru bisa beroperasi pada awal tahun depan.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas mengatakan, penundaan tersebut tidak akan banyak berdampak pada kinerja TINS pada tahun ini. Namun tidak dipungkiri, tidak beroperasinya smelter baru tersebut pada tahun ini akan menunda pertumbuhan kinerja TINS ke depan.

“Dengan asumsi smelter tersebut mulai beroperasi pada tahun ini, maka kinerja TINS di tahun ini tentunya akan terdongkrak. Tapi, berhubung operasinya mundur dari jadwal semula, maka potensi pertumbuhan kinerja jadi ikut tertunda,” kata Sukarno ketika dihubungi Kontan.co.id, Rabu (3/3).

Baca Juga: MIND ID memandang industri timah masih memprihatinkan

Sementara analis BRI Danareksa Sekuritas Stefanus Darmagiri dalam risetnya pada 10 November menuliskan, tertundanya proyek tersebut akan sedikit mempengaruhi kinerja TINS. Berdasarkan hitungannya, smelter tersebut punya potensi kapasitas sebanyak 40.000 ton per tahunnya, dengan potensi EBITDA sebesar US$ 126 juta.

Namun, ketika smelter tersebut sudah beroperasi, Stefanus optimistis pendapatan TINS ke depannya akan mengalami peningkatan seiring produksi timah yang sudah diolah yang lebih besar dan biaya produksi yang lebih kompetitif.

“Saat ini, TINS juga tengah mencari kesempatan untuk mengembangkan rare earth dengan fokus utama melakukan eksplorasi lebih lanjut dan menemukan cadangan yang memadai,” imbuh Stefanus.

Stefanus juga bilang, TINS ke depan masih akan lanjut menggunakan smelter privat setidaknya selama tiga tahun ke depan. Namun, sebagian smelter private tersebut telah memiliki izin untuk melakukan ekspor timah yang sudah diolah (tercermin dari kontribusi ekspor smelter private yang naik dari 2,2% pada 2019 menjadi 17,1% pada 10M20).

Stefanus melihat, TINS akan mulai mengurangi ketergantungan pada layanan smelter private. Dus, ke depan, BRI Danareksa memproyeksikan layanan pihak ketiga akan mengalami penurunan.

Lebih lanjut, Stefanus menilai TINS pada tahun ini juga berfokus untuk melakukan deleverage guna mengurangi beban bungga ke depannya. Pada 9M20, TINS berhasil menurunkan hutang berbunga sebesar 37% secara year to date menjadi Rp 7,3 triliun.

Hal tersebut tidak terlepas dari pembayaran kembali obligasi dan sukuk senilai Rp 600 miliar yang jatuh tempo pada September 2020. Serta adanya pengurangan pinjaman jangka pendek lewat efisiensi pembiayaan rantai pasokan yang lebih baik.

Pada akhirnya, net gearing TINS pada 9M20 pun mengalami penurunan menjadi 1,3x dari 1,9x pada 2019. Stefanus memproyeksikan, net gearing TINS masih akan turun lagi secara bertahap ke level 1,2X pada 2021.

Baca Juga: Jelang pembukaan pasar, ini rekomendasi saham KRAS, INTP, TINS hari Selasa (2/3)

Sukarno menambahkan, TINS akan mengedepankan efisiensi secara ketat di berbagai jenis bisnisnya sembari memaksimalkan produksi dan kinerja penjualan untuk mengoptimalkan kinerja cash flow perusahaan.

“TINS juga akan memanfaatkan simpanan atau persediaan timah setengah jadi untuk dilebur kembali menjadi timah logam dengan spesifikasi standar LME. Langkah ini sebagai salah satu bentuk TINS lebih memaksimalkan efisiensinya,” kata Sukarno.

Ke depan, Sukarno menilai prospek TINS akan bagus ketika harga komoditas timah berada dalam tren kenaikan. Hanya saja, saat ini harga timah justru secara jangka pendek sedang turun. Bahkan, ia melihat tahun ini harga timah memang akan cenderung turun. Apalagi, harga saham TINS juga sudah terlalu tinggi sehingga potensi koreksi tidak terhindarkan.

Manajemen TINS pada tahun ini menargetkan produksi timah sekitar di atas 50.000 ton, dengan penjualan sekitar 92% dari produksi. Stefanus memperkirakan target tersebut bisa tercapai, karena BRI Danareksa memasang proyeksi penjualan timah TINS tahun ini akan di kisaran 55.000 - 60.000 ton.

Baca Juga: Masuk Tahun Kerbau Logam, ini prospek dan rekomendasi saham ANTM, PTBA, & TINS

Dari sisi pendapatan, Stefanus memproyeksikan TINS pada tahun ini akan mencatatkan kenaikan dari Rp 15,50 triliun menjadi 16,13 triliun. Sementara dari sisi bottom line, TINS diproyeksikan akan berhasil mengantongi laba bersih Rp 285 miliar dari sebelumnya rugi Rp 168 miliar.

Untuk rekomendasi, saat ini Stefanus memberi rating hold dengan target harga Rp 1.600 per saham. Sementara analis BCA Sekuritas Delvin Teh juga memberi rekomendasi hold dengan target price Rp 2.200 per saham.

Sedangkan Sukarno menilai, dengan valuasi TINS yang sudah tergolong mahal seiring PBV-nya saat ini sudah di atas rata-rata 5 tahun ataupun 10 tahun atau sudah berada di standar deviasi +2.

“Untuk saat ini rekomendasi trading sell dengan target penurunan di support I 1.835. Boleh diperhatikan lagi ketika harga sudah mulai ada sinyal menguat kembali,” pungkas Sukarno.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto

Terbaru