IHSG - JAKARTA. Kinerja saham dengan kapitalisasi pasar kecil dan menengah (small mid caps) tertinggal dibanding saham berkapitalisasi pasar besar (big caps). Hal itu terlihat dari indeks saham yang menjadi rumah bagi emiten-emiten tersebut.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, IDX SMC Composite secara year to date (ytd) sampai dengan Senin (11/4) naik 6,31% dan IDX SMC Liquid hanya terkerek 4,27%. Kenaikan tersebut lebih rendah dari kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang secara ytd meningkat 9,46% dan LQ45 yang bergerak positif 10,51%.
Analis Jasa Utama Capital Sekuritas, Cheryl Tanuwijaya, mengatakan, kenaikan IDX SMC Composite dan IDX SMC Liquid memang tertinggal dibandingkan IHSG dan LQ45. Meskipun begitu, saat ini justru menjadi waktu yang tepat untuk membeli saham-saham small mid caps.
Pasalnya, saham-saham tersebut berpotensi menyusul kenaikan saham-saham bigs caps. "Sebaliknya, saham-saham big caps justru rentan mengalami penurunan akibat profit taking karena kenaikan harga yang sudah cukup tinggi," kata Cheryl saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (11/4).
Baca Juga: Manajer Investasi Dihadapkan Pada Pilihan Dilematis Untuk Saham GOTO
Sementara itu, Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo menyarankan investor untuk wait and see terlebih dahulu. Apalagi, IHSG pada Senin (11/4) ditutup terkoreksi setelah sebelumnya terus menerus membentuk rekor all-time high baru.
Beberapa saham small mid caps juga sedang mengalami penurunan, bahkan ada yang terkena autoreject bawah seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), dan PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR).
Jika investor memang ingin mengoleksi saham-saham small mid caps, Azis menyarankan untuk mencari saham yang harganya memang belum naik. "Khusus saham yang ARB, investor disarankan melakukan buy on weaknes jika memang sudah menunjukkan reversal," ucap Azis.
Lebih lanjut, menurut Azis, saham small mid caps lainnya yang dapat diperhatikan adalah PT JAPFA Tbk (JPFA) dan PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP). Pasalnya, kedua saham tersebut diprediksi masih memiliki potensi kenaikan.
Baca Juga: IHSG Turun Tipis ke 7.203 Hingga Tutup Pasar Senin (11/4)
Untuk JPFA, sentimen pendorongnya berasal dari momentum Ramadan dan Lebaran yang berpotensi meningkatkan permintaan produk poultry. Sementara pergerakan INKP didorong oleh sentimen positif kenaikan harga pulp.
Sementara itu, Cheryl memperkirakan, saham small mid caps yang berpeluang naik adalah PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) dan PT Mayora Indah Tbk (MYOR). ASSA akan mendapat sentimen dari momentum Ramadan dan Lebaran karena pengiriman paket berpotensi naik signifikan.
Begitu juga MYOR yang didorong sentimen Lebaran serta potensi normalisasi harga gandum. "Investor bisa mencermati saham IDX SMC Composite dan IDX SMD Liquid yang sedang di kisaran area support seperti ASSA dan MYOR. Target upside-nya 5%," ucap Cheryl.
Analis Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan menambahkan, saham small mid caps yang menarik dicermati adalah ANTM dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS). ANTM relatif paling likuid dan saat ini cenderung pullback.
Sementara PGAS terbilang menarik sejalan dengan membaiknya kinerja 2021 serta adanya potensi peningkatan permintaan gas seiring dengan pemulihan aktivitas masyarakat dan industri.
"Terdapat peluang trading buy ANTM selama di atas support Rp 2.350. Untuk PGAS, potensi buy on support di atas Rp 1.280," kata Valdy.
Big Caps
Meski harga saham-saham small mid caps diprediksi bakal naik, saham-saham big caps masih terbilang menarik untuk diperhatikan. Azis menilai, saham-saham sektor perbankan dapat menjadi pilihan karena investor asing masih mencatatkan net buy pada sektor ini.
Baca Juga: Sambut Lebaran, Simak Rekomendasi Saham Pilihan Mirae Asset Sekuritas
Valdy menambahkan, saham-saham big caps tetap dapat menjadi fokus perhatian investor walaupun IHSG dibayangi fenomena 'sell on May and go away'. Pasalnya, apabila 'sell in May and go away' benar-benar terjadi, bukan hanya saham big caps yang akan terkena imbasnya.
Dampaknya akan relatif merata, sebab salah satu faktor yang dapat mempengaruhi skala 'sell in May and go away' adalah realisasi data makro ekonomi di kuartal I-2022. Ditambah lagi, fenomena' sell in May' bukan hanya dipengaruhi faktor fundamental, tetapi juga ada faktor psikologis.
Dengan begitu, jika terjadi koreksi, justru bisa jadi kesempatan untuk melakukan average down ataupun menjadi peluang untuk buy on support saham-saham big caps.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News