Simak Prospek Saham Pertambangan Pelat Merah: ANTM, TINS, PTBA Pada 2022

Senin, 27 Desember 2021 | 05:50 WIB   Reporter: Akhmad Suryahadi
Simak Prospek Saham Pertambangan Pelat Merah: ANTM, TINS, PTBA Pada 2022


EMITEN -   JAKARTA. Tahun 2021 menjadi tahun yang gemilang bagi emiten pertambangan milik Negara. PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Timah Tbk (TINS) mencatatkan kenaikan laba bersih, terdorong kenaikan harga komoditas andalan masing-masing emiten. 

Lantas, bagaimana prospek ketiga emiten tambang milik Negara ini ke depan?

Analis Panin Sekuritas Timothy Wijaya menilai, komoditas logam dasar punya prospek yang baik pada tahun 2022. Sektor metal mining akan kembali menjadi sorotan setelah krisis energi yang membatasi penggunaan listrik di China dan India diperkirakan dapat mereda pada kuartal kedua 2022.

Walaupun penggunaan nikel untuk kegiatan industri sempat melemah di tengah krisis energi, permintaan terhadap nikel tetap meningkat seiring industri baterai dan mobil listrik yang sedang berkembang pesat.

Baca Juga: Tiga Emiten BUMN Tambang Punya Nahkoda Baru

ANTM juga memiliki prospek usaha nikel yang menjanjikan. Saat ini ANTM sudah mengoperasikan tiga smelter nikel dengan kapasitas 27.000 ton feronikel per tahun. Selebihnya, ANTM sedang pada tahap akhir pembangunan smelter di Halmahera yang akan menambah kapasitas produksi sebesar 13.500 ton dan ditargetkan beroperasi di 2022.

Di segmen emas, walaupun harga emas sempat mengalami koreksi, patut dicermati bahwa ANTM melakukan gold refining. Emas bullion yang diimpor kemudian dilebur, agar tingkat kemurniannya meningkat dari 99,5% menjadi 99,99%, sebelum dijual kembali pada pasar domestik yang kemudian dikenal sebagai emas Antam.

Sementara untuk TINS, Timothy memperkirakan produksi darat TINS dapat secara bertahap meningkat kembali pada 2022, seiring dengan penertiban  tambang ilegal (liar) Selain itu, melihat cadangan timah Indonesia yang tersisa sekitar 25 tahun, pemerintah berencana untuk mengeluarkan kebijakan baru, dimana persetujuan rencana kerja anggaran dan belanja (RKAB) kini tidak lagi akan diterbitkan oleh pemerintah provinsi, tetapi melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Baca Juga: Butuh Ide Investasi? Simak Rekomendasi Saham dari Analis untuk Hari Ini (24/12)

Sehingga ke depan, perusahaan yang tidak memiliki sumber daya cadangan, tidak bisa lagi memproduksi dan mengekspor timah. Kebijakan tersebut dinilai dapat meredam jumlah penambangan liar oleh masyarakat.

Neraca keuangan TINS juga membaik. TINS tercatat memiliki sejumlah utang obligasi dan sukuk ijarah yang diterbitkan pada tahun 2017 dan 2019 dengan total nominal Rp 1,8 triliun yang belum dibayarkan, dan jatuh tempo pada tahun 2022 dan 2024 mendatang. Jumlah ini menurun 11,3% secara year-on-year (yoy).

Selain itu, emiten yang berbasis di Bangka Belitung ini mencatatkan penurunan pinjaman sebesar 46,2% secara yoy menjadi Rp 2,2 triliun. Timothy melihat neraca TINS mengalami penguatan dengan net gearing yang menurun menjadi 0,54 kali, berbanding dengan net gearing pada periode yang sama tahun lalu sebesar 1,3 kali. 

“Kami memperkirakan neraca TINS dapat kembali menguat di tahun 2022 setelah pelunasan pembayaran obligasi dan sukuk yang jatuh tempo senilai Rp 1 triliun,” terang Timothy.

Sementara itu, PTBA dibayangi ketidakpastian jangka panjang seiring pengetatan kebijakan investasi terkait batubara (termasuk proyek pembangkit listrik batubara) yang dapat mengurangi permintaan batubara dalam jangka panjang. 

Baca Juga: Diversifikasi Usaha, Petrosea (PTRO) Pacu Bisnis Non Batubara

Industri batubara juga dibayangi pemulihan supply. Analis RHB Sekuritas Fauzan Luthfi Djamal mengatakan, dalam jangka pendek China berkomitmen untuk meningkatkan pasokan domestiknya untuk menjaga harga batubaranya tetap rendah. 

Fuauzan meyakini, China akan mengurangi ketergantungan impor batubara, meskipun Pemerintah Pusat telah membuka kuota sekitar 300 juta ton untuk impor batubara seaborne lintas laut. Permintaan batubara dari wilayah regional tetap menjadi pendorong harga.

Baca Juga: Arsal Ismail Jadi Dirut Bukit Asam (PTBA) Gantikan Suryo Eko

RHB Sekuritas menyebut, valuasi PTBA memang murah, tetapi didukung outlook sektor batubara.  Daya tarik PTBA terganjal harga batubara yang lesu, yang berada di kisaran US$ 150 per ton dalam sebulan terakhir. 

RHB Sekuritas menurunkan (downgrade) saham PTBA, dari trading buy menjadi netral dengan target harga Rp 2.900. 

Sementara Timothy merekomendasikan beli saham TINS dengan menaikkan target harga menjadi Rp 1.900 dari sebelumnya Rp 1.700. Timothy juga merekomendasikan beli saham ANTM dengan target harga Rp 3.300.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli

Terbaru