REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Penurunan harga batubara berdampak negatif untuk prospek kinerja PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) di tahun ini. Langkah diversifikasi produk pun baru akan terasa dalam jangka panjang.
Equity Research Analyst Pilarmas Investindo Sekuritas Desy Israhyanti menilai kinerja ADMR di tahun ini akan mengikuti penurunan harga batubara. Sebagaimana pangsa pasar anak usaha PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) ini juga lebih signifikan pada pasar ekspor.
Mengutip Barchart, harga batubara kontrak pengiriman April 2023 di bursa ICE Newcastle, Kamis (30/3) berada di level US$ 192,75 per ton. Angka tersebut turun tajam dari posisi harga batubara di akhir tahun 2022 yang berada di sekitar US$ 323,60 per ton.
Baca Juga: Pemerintah Terapkan Formula HBA Baru, Emiten Mana yang Paling Diuntungkan?
Khusus batubara metalurgi (metcoal) Desy bilang permintaannya masih prospektif karena didukung oleh pemulihan ekonomi China.
Apalagi, China kembali memperpanjang tarif impor 0% untuk batubara yang bisa mengakselerasi permintaan ke depannya.
“Gejolak harga komoditas dan kenaikan suku bunga menjadi tantangan,” kata Desy kepada Kontan.co.id, Kamis (30/3).
Di sisi lain, analis CGS CIMB Peter P. Sutedja melihat adanya risiko penurunan pendapatan dari metcoal ADMR karena adanya perubahan aturan Domestic Market Obligation (DMO). Ini artinya biaya kompensasi akan dibayarkan ADMR lebih tinggi kepada pemerintah.
Pada November 2022, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan Keputusan ESDM No. 267.K/MB.01/MEM.B/2022 yang merinci aturan DMO untuk perusahaan batubara. Peraturan tersebut menggantikan Keputusan ESDM sebelumnya No. 13.K/HK.021/MEM.B/2022 yang dirilis pada Januari 2022.
“Formula kompensasi DMO tersebut dibebankan kepada perusahaan batubara yang tidak memenuhi persyaratan DMO karena ketidakcocokan spesifikasi, khususnya terhadap spesifikasi kebutuhan dalam negeri,” ungkap Peter dalam riset tanggal 7 Maret 2023.
Peter menyoroti keputusan tersebut juga tidak membedakan secara spesifik batubara termal dan metcoal. Hal inilah kemudian berdampak pada perusahaan berbasis metcoal seperti ADMR yang dikenai biaya kompensasi DMO karena harus menjual lebih banyak ke pasar ekspor, menyusul terbatasnya permintaan dari industri baja dalam negeri.
Dalam riset tanggal 6 Maret 2023, analis Ciptadana Sekuritas Thomas Radityo turut mencermati bahwa biaya tunai Adaro Minerals bakal meningkat tahun ini.
Biaya pengeluaran seperti Operational Expenditure (Opex), tarif pinalti DMO, tarif pajak, dan beban pendapatan lainnya telah menurunkan proyeksi laba bersih ADMR menjadi US$ 356 juta dan US$ 313 juta, masing-masing untuk tahun 2023 dan 2024.
Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham Adaro Minerals (ADMR) yang Cetak Kinerja Moncer di 2022
Kendati demikian, Thomas tetap mempertahankan produksi batubara ADMR sebesar 4 juta ton di tahun 2023 dan volume penjualan sebesar 4 juta ton.
Namun, merevisi pedoman nisbah kupas untuk Adaro Minerals menjadi sekitar 3,8x karena perusahaan berniat untuk melanjutkan operasi di tambang Batubara Lahai, dimana nisbah kupas lebih tinggi daripada Maruwai Coal.
Dengan langkah ekspansi di tambang batubara Lahai tersebut maka nisbah kupas ADMR diharapkan meningkat masing-masing sebesar 65,2% dan 34,8% menjadi 3,8x dan 3,1x untuk tahun 2023 dan 2024. Ini akan menghasilkan pengupasan lapisan penutup yang lebih tinggi masing-masing sebesar 15,2 mbcm dan 14,0 mbcm untuk tahun 2023 dan 2024.
Selain itu, Desy berpandangan bahwa proyek smelter aluminium akan menjadi katalis positif bagi Adaro Minerals karena adanya adanya smelter ini menjadi diversifikasi produk selain batubara. Hanya saja, kontribusinya baru akan berdampak terhadap kinerja secara jangka menengah – panjang karena saat ini masih dalam tahap pembangunan.
Peter bilang, progres smelter aluminium yang berlokasi di Kalimantan Utara tersebut masih berada pada tahap prakonstruksi. Dermaga masih dalam keperluan konstruksi, pembelian barang-barang membutuhkan waktu lama, dan persiapan alat berat.
Dalam jangka panjang, partisipasi ADMR dalam proyek Pembangkit Listrik tenaga Air (PLTA) Mentarang turut menjadi salah satu kabar baik. PLTA merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN) yang akan menjadi sumber energi untuk pembangunan smelter aluminium ADMR tahap 3. PLTA tersebut rencananya bakal rampung pada tahun 2029 yang telah dimulai sejak 1 Maret 2023.
Menurut Thomas, risiko utama bisnis ADMR berkaitan dengan volatilitas harga batubara dan aluminium. Waspadai pula penundaan proyek Aluminium, perubahan peraturan pemerintah, serta biaya tunai proyek Aluminium yang lebih tinggi dari perkiraan.
Thomas menyarankan buy saham ADMR di harga Rp 2.300 per saham.
Sedangkan Peter merekomendasikan Add dengan target harga di Rp 1.630 per saham.
Sementara, Desy merekomendasikan hold saham ADMR dengan target harga di Rp 1.300 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News