EMITEN - JAKARTA. Pemerintah belum lama ini memutuskan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik dari 10% menjadi 11% mulai April 2022. Kemudian, paling lambat 1 Januari 2025, tarif PPN akan dinaikkan lagi menjadi 12%.
Ketentuan ini tertuang dalam Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) yang disahkan pada Kamis, 7 Oktober 2021. Dalam Undang-Undang tersebut, pemerintah juga membatalkan rencana penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) wajib pajak badan sehingga PPh badan tetap sebesar 22% pada 2022.
Sebelumnya, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19, pemerintah berencana menurunkan PPh badan dari 22% menjadi 20% pada tahun 2022.
Bahkan, untuk perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, pemerintah tadinya berencana memberikan diskon tambahan 3% dengan beberapa ketentuan.
Merespons hal ini, Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama berpendapat, kenaikan tarif PPN akan berdampak langsung pada perusahaan yang bergerak di sektor barang konsumsi dan retail. Pasalnya, produk-produk utama yang diproduksi serta dijual kedua sektor tersebut merupakan barang yang menjadi objek PPN.
Baca Juga: Insentif PPN dongkrak penjualan Triniti Dinamik (TRUE) di tahun ini
"Secara garis besar, kenaikan PPN tersebut dapat berdampak pada penurunan konsumsi dan juga naiknya biaya produksi," tutur Okie saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (11/10).
Akan tetapi, menurut dia, saat ini pemulihan daya beli dinilai masih dapat menopang potensi perlambatan dari kenaikan PPN tersebut.
Bernada serupa, Direktur PT Kino Indonesia Tbk (KINO) Budi Muljono menyampaikan, kenaikan PPN akan berdampak terhadap daya beli konsumen, terutama pada produk-produk yang mendasar dan kompetitif.
"Dalam hal ini bisa berdampak pada penjualan, potensi penurunan akan berada di kisaran 1%-2% sesuai kenaikan PPN tersebut," kata Budi.
Asal tahu saja, harga produk yang dijual ke konsumen sudah mencakup PPN sehingga kenaikan PPN bakal turut meningkatkan harga jual produk.
Sayangnya, Budi belum bisa membeberkan strategi KINO untuk menghadapi ketentuan baru ini, sebab semua produsen juga sedang mempertimbangkan cara menyikapi kenaikan PPN tersebut.
Budi juga agak menyayangkan keputusan pemerintah yang membatalkan rencana penurunan PPh badan dari 22% menjadi 20% pada tahun 2022. Padahal, pengurangan PPh badan tersebut akan berdampak positif bagi perusahaan, terlebih lagi di tengah kenaikan tarif PPN.
"Pasalnya, jika penjualan terdampak negatif akibat kenaikan PPN, maka juga akan mengurangi margin," ucap Budi.
Nah, pengurangan PPh badan tersebut tadinya dapat mengurangi beban perusahaan yang pada akhirnya dapat menjadi penopang kinerja laba bersih.
Sebelumnya, PT XL Axiata Tbk (EXCL) juga mengapresiasi dan mendukung rencana pemerintah untuk menurunkan besaran PPh badan tersebut.
"Hal ini akan cukup membantu perusahaan dalam menurunkan beban biaya yang ada, sebab pengeluaran pajak XL Axiata saat ini mayoritas dari pengeluaran PPh badan," kata Group Head Corporate Communication XL Axiata Tri Wahyuningsih.
Okie menambahkan, batalnya penurunan PPh badan dari 22% menjadi 20% pada tahun 2022 dapat menjadi hambatan bagi emiten dalam melakukan ekspansi. Menurut dia, hal tersebut tentu akan menjadi perhatian bagi pelaku usaha ke depannya.
Selanjutnya: Pemerintah potong sanksi bagi pelanggar pajak dalam UU HPP
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News