IHSG - JAKARTA. Pelaku pasar akan mencermati arah suku bunga acuan dari The Fed dan Bank Indonesia (BI). Keputusan dari dua bank sentral itu diprediksi bakal menjadi katalis penting yang turut menentukan arah pasar saham.
The Fed akan menggelar rapat terlebih dulu. Bank sentral Amerika Serikat (AS) itu mengadakan pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 19 - 20 September 2023. Sedangkan jadwal Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI berlangsung pada 20 - 21 September 2023.
Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro memprediksi The Fed akan menahan suku bunga acuan di level 5,25% - 5,50% dalam FOMC bulan ini. Pelaku pasar mengekspektasikan The Fed masih mempertahankan Fed Fund rate (FFR) dengan probabilitas 98%.
"Ekspektasi ini dilandasi oleh beberapa statement dari pejabat The Fed yang menyatakan untuk kenaikan di September ini belum terlalu diperlukan. Inflasi inti juga mulai turun lebih cepat dibanding bulan-bulan sebelumnya," terang Nico kepada Kontan.co.id, Minggu (17/9).
Baca Juga: IHSG Terus Menguji Level 7.000, Cermati Saham-Saham Andalan Analis
CEO Edvisor Profina Visindo Praska Putrantyo turut memprediksi suku bunga The Fed masih stabil pada FOMC bulan ini. Laju inflasi di AS pada bulan Agustus memang tercatat naik menjadi 3,7%, di atas ekspektasi pada level 3,5%. Tapi inflasi inti relatif melambat ke posisi 4,3% dari 4,7% pada bulan Juli.
"Tren indeks manufaktur dan jasa PMI yang melambat per Agustus 2023 juga diperkirakan menjadi salah satu pertimbangan untuk mempertahankan The Fed Rate stabil," kata Praska.
Sekalipun masih bertahan di bulan ini, tapi Research Analyst Erdikha Elit Sekuritas Ika Baby Fransiska mengingatkan kebijakan suku bunga The Fed masih tetap ketat. Mempertimbangkan tingkat inflasi AS yang belum mencapai target 2%, ditambah tekanan dari kenaikan harga komoditas, terutama minyak bumi.
Dengan potensi sikap The Fed yang masih hawkish, Ika memperkirakan BI masih akan mempertahankan tingkat suku bunga acuannya. Menurut Ika, BI perlu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang berpotensi terdepresiasi.
Nico turut memperkirakan masih tidak ada perubahan suku bunga pada RDG BI kali ini. BI diprediksi tetap konsisten pada kebijakan moneter yang telah dijalankan sebelumnya, sembari memonitor dinamika pasar serta kebijakan moneter AS dan pergerakan rupiah terhadap dolar AS.
Praska sepakat, BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) akan stabil di level 5,75%. Kurs rupiah masih terjaga di bawah Rp 15.500 per dolar AS, meski tampak dalam tren melemah pada satu bulan terakhir. Pertimbangan lainnya, surplus neraca perdagangan di atas konsensus, indeks manufaktur masih di atas level 50, serta penyaluran pertumbuhan kredit yang mulai pulih.
Arah IHSG ke Level 7.000
CEO Pinnacle Investment Indonesia Guntur Putra mengingatkan pergerakan pasar yang tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan dipengaruhi sejumlah faktor. Salah satunya adalah kebijakan suku bunga.
Jika The Fed dan BI memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuannya, maka bisa membawa dorongan positif pada pasar saham. Namun jika suku bunga naik, hal ini dapat memicu ketidakpastian dan tekanan jual sejenak di pasar saham.
Baca Juga: IHSG Kembali Menguji Level 7.000, Analis Jagokan Sejumlah Saham Ini
IHSG sendiri kini sedang parkir di area 6.982,79. Meski masih malu-malu menyentuh level psikologis 7.000, IHSG berhasil menguat 0,84% sepanjang pekan lalu. Pada perdagangan Jum'at (15/9), IHSG sempat menjamah level 7.011,87 sebagai titik tertinggi intraday.
Dalam skenario kebijakan BI dan The Fed tetap atau sesuai konsensus, Nico melihat IHSG bisa terpapar katalis positif dengan risiko kenaikan suku bunga yang mereda. Namun jika tidak sesuai ekspektasi, terutama The Fed yang mengambil langkah hawkish, maka kenaikan suku bunga akan memicu sentimen negatif untuk pasar.
Hitungan Nico, IHSG berpotensi bergerak pada rentang support 6.925 dan resistance 7.045 dalam sepekan ke depan.
"Untuk akhir September diprediksi dapat tembus ke level atas psikologis 7.000. Jika sentimen yang hadir di pasar sesuai dengan ekspektasi yang muncul sebelumnya," tegas Nico.
Sementara itu, Ika menyoroti aliran dana dari investor asing (foreign flow) yang masih fluktuatif. Membuat IHSG masih fluktuasi mendekati level 7.000. Ika memperkirakan, pada bulan September ini IHSG akan bergerak konsolidasi di level 6.920 - 7.020.
Sedangkan Praska memprediksi jika suku bunga BI dan The Fed tetap, maka IHSG berpeluang melanjutkan penguatan ke level 7.050 - 7.060. Skenario lainnya, jika FFR naik namun BI7DRR tetap, maka IHSG berpotensi mengalami koreksi jangka pendek dengan kisaran 6.850 - 6.915.
Dalam skenario tersebut, Praska menyoroti potensi selisih suku bunga acuan BI dan The Fed yang semakin menyempit, bahkan bisa nyaris 0%.
"Efek spread yang menipis bahkan mendekati 0% bisa memberikan tekanan pada kurs rupiah/dolar AS," kata Praska.
Strategi Investasi & Saham Pilihan
Dengan potensi spread suku bunga acuan BI dan The Fed yang semakin sempit, Guntur menyoroti dampaknya terhadap pasar modal. Kondisi ini dapat membuat obligasi menjadi alternatif yang lebih menarik bagi investor yang mencari pendapatan tetap.
Strategi investasi yang bisa dipertimbangkan oleh pelaku pasar adalah diversifikasi portofolio dengan mengalokasikan sebagian aset ke instrumen investasi yang lebih stabil, seperti obligasi.
"Serta mempertimbangkan saham-saham dengan potensi pertumbuhan kuat di tengah kondisi suku bunga tinggi," ujar Guntur.
Di era suku bunga yang masih pada level tinggi, pelaku pasar bisa melakukan rotasi sektor. Menurut Ika, kondisi ini membuat saham teknologi belum menarik. Sehingga pelaku pasar bisa melirik saham yang tidak bergantung pada fluktuasi suku bunga seperti di sektor retail.
Selain itu, bisa memanfaatkan momentum kenaikan harga jual rata-rata komoditas dengan melirik saham terkait. Ika pun merekomendasikan hold untuk saham PT Barito Pacific Tbk (BRPT). Rekomendasi lainnya, trading buy saham PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI), PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) dan PT Indosat Tbk (ISAT).
Nico menjagokan saham BRPT, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), dan PT United Tractors Tbk (UNTR) dengan target harga masing-masing di Rp 1.550, Rp 9.750 dan Rp 29.725. Pelaku pasar bisa mempertimbangkan taking profit untuk saham PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN).
Sedangkan Praska menyarankan akumulasi buy atau buy on weakness pada saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Harum Energy Tbk (HRUM), PT Astra International Tbk (ASII), PT Rukun Raharja Tbk (RAJA), dan PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPMX).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News