REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Aktivitas manufaktur Indonesia melambat di bulan Juni 2022. Kendati melambat, Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia masih dalam kategori ekspansi atau di atas level 50. S&P Global mencatat, PMI Manufaktur Indonesia bulan Juni 2022 berada di level 50,2 melorot dari bulan Mei 2022 yang berada di 50,8.
Analis fundamental Kanaka Hita Solvera Raditya Pradana mencermati, perlambatan aktivitas manufaktur dipicu kenaikan inflasi dan PPN yang terjadi akhir-akhir ini. Adapun perlambatan diproyeksi masih akan berlanjut.
"Kemungkinan baru akan membaik kembali di kuartal keempat yang harus ditunjang dengan landainya inflasi," kata Raditya kepada Kontan.co.id, Senin (4/7).
Baca Juga: IHSG Terkoreksi 2,28% pada Senin (4/7), Masih Dibayangi Sentimen Negatif
Kendati katalis negatif cenderung mendominasi, Raditya berharap PMI Manufaktur Indonesia tidak melorot di bawah level 50 atau kontraksi karena itu akan memperburuk kondisi makroekonomi di Indonesia.
Sementara, Analis Kiwoom Sekuritas Rizky Khaerunnisa mengungkapkan, kemungkinan indeks manufaktur menurun ke level kontraksi cenderung terbuka. Mengingat, masih ada risiko-risiko yang musti dihadapi seiring dengan berlanjutnya gangguan rantai pasokan dan kenaikan harga-harga komoditas seperti yang terjadi di bulan Juni 2022.
Rizky menjelaskan, perlambatan aktivitas manufaktur di bulan lalu diperberat oleh kenaikan harga bahan baku yang berpengaruh pada harga output. Seperti yang diketahui, hingga saat ini kondisi harga bahan baku dan kelangkaan energi masih dipengaruhi oleh kondisi geopolitik Rusia-Ukraina. Efek dari gangguan rantai pasok dan kenaikan harga komoditas global terutama energi akan dirasakan oleh hampir seluruh sektor manufaktur.
Baca Juga: IHSG Berpotensi Technical Rebound pada Selasa (5/7), Ini Syaratnya
Memilih saham yang tepat
Perlambatan aktivitas manufaktur ini tercermin ke pergerakan saham-saham di bursa yang cenderung melorot dalam beberapa waktu terakhir. Dus, Rizky menyarankan investor lebih wait and see karena sentimen di pasar yang lain juga belum baik. Selain sentimen negatif dari aktivitas manufaktur, pasar juga khawatir terhadap kenaikan suku bunga The Fed yang lebih agresif, serta inflasi Indonesia yang tercatat tinggi.
Kendati dibayang-bayangi sentimen negatif, saham-saham yang memiliki kinerja baik dan harga murah, seperti saham-saham sektor perbankan, masih dapat dicermati. Selain itu, mengingat sebentar lagi akan memasuki musim rilis laporan keuangan kuartal II, investor juga bisa mengamati saham-saham sektor komoditas. Sementara untuk saham-saham yang secara valuasi sudah mahal lebih baik dihindari terlebih dahulu.
Mempertimbangkan kondisi tersebut, ia cenderung merekomendasikan buy untuk BBRI, BMRI, dan BBNI dengan potensi kenaikan 10% hingga 15%.
Baca Juga: Saham-Saham Batubara Sudah Tinggi, Apa yang Harus Dilakukan Investor?
Senada, Raditya juga melihat perlambatan aktivitas manufaktur itu mulai tercermin dalam pergerakan saham di bursa. Salah satunya, penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang signifikan hari ini, sebesar 2,28%. Selain PMI Manufaktur Indonesia yang melorot, katalis utama yang memberatkan IHSG adalah inflasi Juni 2022 yang mencapai 4,35% yang keluar dari range yang sudah ditentukan Bank Indonesia (BI).
Lebih lanjut ia mengungkapkan, saat ini kondisi ekonomi global sedang dihadapkan dengan inflasi tinggi, sehingga mayoritas bank sentral di seluruh dunia akan menaikkan suku bunga acuannya. Tidak terkecuali BI yang diyakini akan mengerek suku bunga di sisa tahun ini.
Melihat kondisi tersebut, Raditya cenderung menyarankan investor mencermati saham-saham keuangan karena akan diuntungkan oleh adanya kenaikan suku bunga. Selain itu, saham barang konsumen primer juga layak diamati karena diproyeksi tidak akan mengalami perubahan permintaan secara signifikan apabila inflasi tinggi terjadi.
Saham energi juga masih bisa dicermati selama konflik Rusia dan Ukraina masih berlanjut karena kondisi itu membuat harga komoditas tetap premium. Untuk jangka pendek, Raditya cenderung menyarankan investor untuk melihat saham-saham dalam sektor energi.
Baca Juga: Waspadai Laju Inflasi, Investor Disarankan Wait and See atau Cermati Saham-saham Ini
"Beberapa hari terakhir, IDX Energy turun signifikan. Oleh karena itu, penurunannya untuk beberapa hari esok kami proyeksikan akan terbatas," jelas dia. Selain itu, per pembukaan sesi dua hari ini, IDX Energy tampak menjadi penopang IHSG agar tidak turun terlalu dalam.
Beberapa saham yang direkomendasikan ada HRUM yang disarankan buy di Rp 1.400 per saham, stop loss breakdown di Rp 1.350 per saham, dan target di Rp 1.910 per saham. ANTM disarankan buy di Rp 1.745 per saham, target di Rp 1.980 per saham, dan stop loss breakdown di Rp 1.650 per saham. INCO disarankan buy di Rp 5.300 per saham, target di Rp 6.350 per saham, dan stop loss breakdown di Rp 5.100 per saham.
Sementara, saham-saham yang sebaiknya dihindari adalah saham teknologi. Mayoritas emiten teknologi memiliki DER yang tinggi karena strategi bakar uang yang diterapkan. Kenaikan suku bunga berpotensi meningkatkan beban bunga sehingga akan memberatkan kinerjanya ke depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News