BURSA EFEK / BURSA SAHAM - JAKARTA. Setelah tahun lalu tertekan, harga komoditas pertambangan mulai kembali bangkit tahun ini. Alhasil, emiten pertambangan pun mulai bisa bernapas lega tahun ini, termasuk emiten pertambangan yang tergabung dalam holding tambang milik Negara, yakni MIND ID.
Tercatat, empat komoditas yang menjadi andalan emiten pertambangan milik Negara saat ini tengah menguat, yakni emas dan nikel yang menjadi komoditas PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), timah yang merupakan komoditas milik PT Timah Tbk (TINS), serta batubara yang merupakan komoditas utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
Diantara ketiga emiten ini, mana yang memberi prospek menjanjikan tahun ini?
Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Maryoki Pajri Alhusnah menilai, diantara ketiga emiten tersebut, yang paling prospektif tahun ini adalah PTBA dan TINS. Hal ini dikarenakan PTBA memiliki beberapa proyek yang akan mendukung kinerja emiten yang berbasis di Sumatera tersebut.
Baca Juga: Pamor Saham Big Cap Kembali Terang, Cermati Saham Jagoan Rekomendasi Analis
Kontan.co.id mencatat, saat ini PTBA masih dalam tahap menggarap sejumlah proyek hilir, diantaranya gasifikasi untuk mengubah batubara menjadi Dimethyl Ether (DME) serta pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Mulut Tambang Sumsel 8.
Selain itu, prospek PTBA juga disokong oleh masih bagusnya katalis-katalis dari industri batubara serta harga saham PTBA yang masih berada di bawah harga wajar.
Sementara TINS sendiri masih memiliki beberapa sentimen yang positif, seperti booming-nya kendaraan listrik dimana penggunaan timah pada kendaraan listrik akan tiga kali lebih besar daripada kendaraan biasa.
Selain itu, mulai pulihnya aktivitas manufaktur barang-barang elektronik dan efesiensi biaya yang dilakukan oleh TINS sendiri juga menjadi pendorong prospek emiten yang berbasis di Kepulauan Bangka Belitung ini.
Adapun proyeksi harga timah dari NH Korindo Sekuritas yakni akan normal dan stabil di kisaran harga US$ 18.000-US$ 20.000 per ton tahun ini.
Baca Juga: Proyek gasifikasi batubara terus dikembangkan untuk tekan impor LPG dan gasoline
Sedangkan untuk ANTM sendiri memang banyak mengalami katalis positif, seperti proyek holding pabrik baterai yang telah diumumkan pemerintah.
“Namun, concern saya sekarang lebih ke arah harga emas yang menurut saya akan volatile di kisaran US$ 1.800 per ounce. Kemudian juga harga ANTM sudah jauh di atas harga wajar,”ujar Maryoki saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (24/1).
Sebelumnya, Maryoki menilai , meski jumlah uang yang beredar akan meningkat akibat adanya stimulus jumbo dari Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, Maryoki melihat stimulus ini memiliki dampak yang tidak terlalu signifikan terhadap harga komoditas emas.
Baca Juga: Dorong pemanfaatan DME, pemerintah targetkan stop impor LPG di 2030
Hal ini mengingat pasar telah ‘priced in’ terhadap kondisi ini beberapa waktu yang lalu. Sehingga akan membuat harga emas tetap berada di kisaran US$ 1.800 per ounce.
Namun, jika pemulihan ekonomi di berbagai negara berjalan dengan lancer serta program vaksinasi yang juga berjalan dengan lancar, Maryoki menilai kinerja ketiga emiten ini akan lebih baik dari tahun sebelumnya.
Saat ini, harga saham ANTM sudah naik signfikan dan berada di atas harga wajar, sehingga Maryoki merekomendasikan sell saham ANTM dengan target harga Rp 1.480. Sementara Maryoki menyematkan rekomendasi overweight saham PTBA dengan target harga Rp 3.030.
Selanjutnya: Saham TINS (TImah) naik 3,06% sehari, periksa PER dan PBV 21 Januari 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News