EMITEN - JAKARTA. Sejumlah emiten yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah melaporkan kinerja keuangan tahun 2021. Hasilnya, mayoritas mengalami pertumbuhan laba bersih dan pendapatan.
Emiten perbankan misalnya, baik PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) kompak membukukan laba bersih tahun lalu.
BBNI misalnya, mencatat laba bersih sebesar Rp10,89 triliun sepanjang tahun lalu. Angka ini melesat 232,2% secara tahunan atau year-on-year (yoy). BMRI berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 28,03 triliun, tumbuh 66,8% secara tahunan. Sedangkan BBCA membukukan laba bersih sebesar Rp 31,4 triliun atau tumbuh 15,8% secara tahunan.
Kinerja positif juga ditorehkan oleh seluruh emiten yang tergabung dalam holding pertambangan MIND ID, yakni PT Timah Tbk (TINS), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
Baca Juga: Laba Bersih Adhi Karya (ADHI) Melesat 130,2% Tahun Lalu
Ambil contoh PTBA yang membukukan laba bersih senilai Rp 7,90 triliun sepanjang tahun 2021. Realisasi tersebut membuat laba bersih PTBA melesat 231,47% secara tahunan. Ini juga menjadi raihan laba bersih tertinggi sepanjang sejarah bagi emiten tambang batubara ini.
Sementara TINS berhasil membalikkan kinerja. Produsen timah ini membukukan laba bersih senilai Rp 1,30 triliun sepanjang tahun lalu, berbanding terbalik dengan realisasi bottom line di tahun 2020 dimana TINS menderita kerugian senilai Rp 340,59 miliar.
Deputy Head of Research Sinarmas Sekuritas Ike Widiawati menilai, kinerja apik emiten bank pelat merah sejalan dengan kondisi ekonomi tahun 2021 yang lebih baik dibanding 2020. Perbaikan ekonomi ini merefleksikan bahwa konsumsi masyarakat sudah membaik, sehingga pendapatan bank, salah satunya dari kartu kredit meningkat.
Masyarakat yang sebelumnya mungkin menahan pengeluaran, tahun lalu akhirnya melakukan peningkatan konsumsi. Hal ini didukung dari segi penghasilan yang sudah pulih dan pusat perbelanjaan (mal) yang sudah dibuka membuat konsumsi dengan kartu kredit juga meningkat.
Baca Juga: Meski Kinerja Turun, Timah (TINS) Sukses Membalikkan Kerugian Menjadi Laba Rp 1,3 T
Sedangkan kinerja emiten tambang tentu terbantu dari harga komoditas yang naik sangat signifikan. Hal ini tercermin dari naiknya harga jual rata-rata milik PTBA dan TINS tahun lalu.
Di sisi lain, kinerja sejumlah emiten BUMN juga ada yang mengalami tekanan, khususnya yang berkaitan dengan bangunan dan material (karya).
Ambil contoh PT Wijaya karya Tbk (WIKA) yang mana laba bersihnya menurun 36,6% menjadi sebesar Rp 117,66 miliar pada 2021. Ada pula PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) yang laba bersihnya turun hingga 27,33% menjadi Rp 2,02 triliun.
Ike menilai, masih belum pulihnya kinerja WIKA dan SMGR sejalan dengan kondisi industri properti tahun lalu yang belum pulih.
Analis Ciptadana Sekuritas Michael Filbery menilai, emiten semen seperti SMGR dihadapkan dengan harga batubara yang masih terus melonjak naik. Ini menjadi risiko utama untuk sektor semen.
Michael memiliki pandangan negatif terkait gross profit emiten di kuartal pertama 2022, karena adanya potensi naiknya biaya bahan bakar dan energi secara kuartalan.
Ciptadana Sekuritas sendiri menaikkan asumsi harga rata-rata batubara tahun ini ke level US$ 140 per ton dari sebelumnya US$ 100. Kenaikan ini dengan menimbang eskalasi Rusia-Ukraina.
Terlebih kondisi pasar dari semen domestik masih dalam kondisi kelebihan pasokan (oversupply). “Jadi setiap keputusan emiten semen untuk menaikan harga jual per ton juga sensitif terhadap pelemahan market share-nya,” terang Michael.
Baca Juga: Jokowi: Istana di IKN Nusantara Berlokasi di Ketinggian 80 MDPL
Untuk tahun ini, Ike menilai BBRI, BBNI, BMRI dan BBTN masih mampu membukukan kinerja yang positif, namun pertumbuhannya tidak terlalu agresif. Ike mengatakan, emiten perbankan dihadapkan dengan tantangan kenaikan suku bunga The Fed.
“Namun perbankan buku IV diharapkan bisa survive dengan likuiditas yang dimiliki,” terang Ike, Jumat (18/3).
Sementara untuk emiten BUMN di sektor pertambangan, kinerja di tahun ini masih akan tercermin dari harga komoditasnya, mengingat harga-harga komoditas energi dan logam sudah mengalami kenaikan yang tinggi.
Rusia menyumbang sekitar 40% gas alam untuk pasar Uni Eropa. Kenaikan harga gas alam ini berdampak pada melonjaknya harga komoditas energi dan logam.
Ike merekomendasikan saham PTBA dengan target harga Rp 3.550, BMRI dengan target harga Rp 8.400, saham BBTN dengan target harga Rp 1.950, dan BBRI dengan target harga Rp 4.970.
Baca Juga: Wijaya Karya (WIKA) Bakal Memanen Proyek Baru di 2022
Untuk BBTN, biasanya pergerakan sahamnya cenderung akan mengikuti pergerakan dari harga saham properti.
Sementara Michael merekomendasikan beli saham SMGR dengan target harga Rp 11.000. SMGR dinilai dapat meningkatkan volume penjualan semen mengingat potensi pertumbuhan permintaan semen sebesar 4% secara tahunan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News