Harga Minyak Panas, Cek Rekomendasi Saham Emiten Migas Ini

Senin, 21 Februari 2022 | 06:45 WIB   Reporter: Ridwan Nanda Mulyana
Harga Minyak Panas, Cek Rekomendasi Saham Emiten Migas Ini


REKOMENDASI SAHAM -  JAKARTA. Harga minyak mentah dunia sedang panas-panasnya dan masih bercokol di level US$ 90-an per barel. Dalam kondisi ini, kinerja emiten di sektor migas dan penunjangnya bisa ikut tersulut.

Tengok saja pergerakan harga saham PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) yang secara year to date (YTD) sudah melonjak 75,49%. Pada perdagangan Jum'at (18/2) lalu, saham ENRG melanjutkan kenaikan 1,13% ke level Rp 179 per saham.

Saham PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) juga naik 22,32% secara YTD. Meski pada penutupan perdagangan pekan lalu terpantau merosot tipis 0,87% ke Rp 570 per saham.

Pada tahun 2021 lalu, ENRG dan MEDC terbilang memiliki kinerja yang gemilang dari segi penjualan. Dalam periode sembilan bulan 2021, penjualan ENRG naik 23,62% dari US$ 239,09 juta pada kuartal III-2020 menjadi US$ 295,58 juta.

Baca Juga: Prospek Apik Usai Akuisisi ConocoPhillips, Ini Rekomendasi Saham Medco Energi (MEDC)

Sementara, pendapatan MEDC naik 12,87% menjadi US$ 955,92 juta di kuartal III 2021. MEDC bahkan membalikkan kinerja dari sisi bottom line, dari semula mencetak rugi US$ 180,50 juta, menjadi berhasil meraih laba periode berjalan yang  diatribusikan kepada pemilik entitas induk, sebanyak US$ 56,12 juta.

Dari sisi emiten jasa penunjang, ada PT Elnusa Tbk (ELSA) yang mencatatkan kenaikan harga saham 5,07% secara YTD. Pada perdagangan Jum'at lalu, saham ELSA ditutup melemah 0,68% ke Rp 290 per saham.

Technical Analyst Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova menilai, dengan tren kenaikan harga minyak yang terjadi pada awal 2022, maka prospek saham-saham terkait turut menjadi positif. Pada tahun lalu, beberapa emiten migas mencatatkan kinerja yang baik setelah ada yang mengalami kerugian pada tahun 2020 sebagai akibat dari operasional yang terganggu serta anjloknya harga pada awal pandemi Covid-19.

"Selama harga minyak masih cenderung stabil di harganya saat ini, maka untuk tahun 2022 saham-saham berbasis migas umumnya memiliki prospek kenaikan harga melanjutkan atas kenaikan yang sudah terjadi," kata Ivan kepada Kontan.co.id, Minggu (20/2).

Sedangkan, Head of Investment Research Infovesta Wawan Hendrayana menyoroti dua faktor utama yang menggerakkan industri migas pada awal tahun ini. Pertama, pemulihan ekonomi dunia yang membuat aktivitas masyarakat meningkat pesat. Hal ini pada gilirannya mendongkrak kebutuhan energi, termasuk di sektor migas.

Kedua, eskalasi konflik antara Rusia dan Ukraina yang membikin harga minyak dan gas meningkat. Terlebih, Rusia merupakan salah satu eksportir migas terbesar di dunia. Hanya saja, Wawan memberikan catatan, bila eskalasi tersebut mereda maka bisa jadi harga migas akan kembali turun.

Namun, faktor kebutuhan energi saat pemulihan ekonomi bakal tetap membuat pergerakan harga tidak anjlok terlalu tajam. Menimbang kondisi tersebut, prospek kinerja emiten migas dan penunjangnya diprediksi akan baik, meski dengan catatan tersebut.

"Kenaikan harga komoditas berimbas pada kenaikan penjualan secara signifikan, pun demikian valuasi saham juga melonjak tinggi. Dengan asumsi earning naik memang akan terjustifikasi, tetapi bila ternyata growth-nya dibawah ekspektasi, bisa terjadi koreksi," terang Wawan.

Baca Juga: Harga Komoditas Energi Merangkak Naik, Analis Rekomendasikan Saham-Saham Ini

Ivan menambahkan, kebijakan organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) terkait produksi minyaknya turut andil dalam memengaruhi harga minyak dunia. Jika terjadi kenaikan supply secara berlebih, maka ada kemungkinan terjadi koreksi pada harga minyak dalam jangka pendek di tengah tren positif kebutuhan minyak yang sekarang masih tinggi.

"Harga minyak dan gas seperti biasanya akan menjadi sentimen penggerak harga saham industri migas, karena pengaruhnya terhadap pendapatan emiten saya pikir masih menarik untuk mencermati potensi pertumbuhan pada emiten di sektor ini," ujar Ivan.

Mengingat situasi geopolitik di Rusia dan Ukraina yan belum stabil, Equity Analyst Kanaka Hita Solvera William Wibowo masih melihat peluang kenaikan harga minyak dan gas pada beberapa waktu ke depan. Selama harga migas belum turun secara ekstrem, William yakin tren pertumbuhan di sektor ini masih menarik.

Saat ini, dia melihat, performa emiten-emiten migas sudah cukup tergambar dengan kenaikkan harga sahamnya. Namun di sektor energi secara umum, bisa jadi peningkatan setelahnya akan terjadi secara terbatas.

"Katalis positif biasanya berasal dari kenaikan harga komoditas terkait. Secara teknikal indeks energi juga sudah mengalami kenaikkan yang cukup tinggi dan berpotensi sudah mulai cukup terbatas kenaikannya," kata William.

Dari sisi lain, dia juga menyoroti ada potensi sentimen negatif pada sektor energi fosil termasuk migas. Keputusan akselerasi energi hijau yang melibatkan banyak negara dengan kekuatan ekonomi besar bisa mengganjal prospek sektor migas.

Sementara itu, Analis Samuel Sekuritas Farras Farhan menyebut kenaikan harga minyak dan gas global pada dasarnya lebih berdampak bagi emiten yang punya keterikatan langsung di sektor hulu. Sedangkan untuk emiten di sisi midstream dan downstream tidak berefek signifikan.

Sebut saja untuk PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS). "Karena AKRA merupakan emiten distribusi minyak refined sehingga tidak terlalu berdampak pada harga brent dan WTI. Kalau PGAS sendiri karena pricing-nya teregulasi, maka harus memperhatikan regulasi pemerintah," jelas Farras.

Sedangkan dari segi pergerakan saham, Ivan menjagokan tiga emiten, yakni MEDC, ENRG dan ELSA. Dia merekomendasikan trading buy untuk ketiganya, dengan target harga saham MEDC pada Rp 640, ELSA di Rp 316, dan ENRG di level Rp 210 per saham.

Sementara, William memberikan rekomendasi buy on weakness saham MEDC dengan level support di Rp 525 dan resistance pada Rp 615. Kemudian buy untuk ELSA pada support Rp 284 dengan target harga Rp 340 - Rp 360 per saham.

Baca Juga: Harga Minyak Berakhir Mixed Pekan Ini, di Tengah Ketidakpastian Geopolitik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat

Terbaru